Postingan

Kutanya Diriku Sendiri

Belakangan ini aku merasa ingin sekali pulang. Bahkan sebelum puasa dan lebaran dimulai. Aku ingin merasakan suasana rumah. Aku rindu dengan tanah dan udara yang ada di sana. Aku rindu dengan makanan dan air yang ada di tempat di mana aku dilahirkan. Aku juga rindu dengan bapak dan saudara-saudaraku, meski tak pernah sepenuhnya hilang rasa sakitku atas mereka. Mungkin aku rindu kenyamanan itu, seperti seorang anak rindu kenyamanan di tubuh ibunya sebelum dilahirkan. Namun aku belum juga pulang, sebab tak ada kemantapan hati untuk memutuskannya. Ada banyak sakit yang tak sembuh, dan masih begitu rumit rasa marah yang tak sanggup terdamaikan. Entah mungkin semua ini belum waktunya untuk sembuh, atau aku yang belum mampu mengobatinya. Semakin hari, keinginan untuk pulang – sebelum bulan puasa ini – semakin kuat. Aku harus membuat ijin pulang selama seminggu, tapi aku juga tidak akan kecewa jika kesempatan itu tak ada. Sebab bisa jadi itu bukanlah sesuatu yang sungguh untuk kuinginkan. A...
Gambar
Diam Memang lebih baik diam Lebih tepat untuk ngobrol dengan diri sendiri Tak ada teman yang lebih baik dari diri sendiri 10/02/2025 Beberapa waktu yang lalu aku selesai membaca buku biografi Albert Einstein karya Walter Issaction. Karya yang bagus mengenai orang yang luar biasa. Aku jadi tahu Albert Einstein tidak hanya sebagai seorang jenius yang menggeluti bidang fisika, aku jadi lebih tahu dia sebagai seorang manusia. Aku tahu kultur di mana dia dilahirkan, wataknya sebagai pribadi yang berbakat, juga egonya sebagaimana anak muda pada masanya. Buku itu memberi tahuku bawah Einstein adalah sosok genius yang tetaplah manusia biasa, punya kerapuhan dan sifat negatif. Banyak hal yang dapat dibanggakan dan dipelajari darinya, tapi juga tetap ada hal-hal yang bisa di kritik. Terkadang, karena terlalu membanggakan seseorang, kita menganggap hal negatif darinya pun sebagai keistimewaan. Cara pandang seperti itu menjadi kecenderunganku selama ini, dan mungkin juga pada banyak orang....

Terasing di "Maya Dunia"

Tak ada Facebook hari ini Tak ada dunia lain yang menghubungkan kita Hanya layar kosong dan penuh ilusi Yang dulu memberi, kini hampa semata Satuan warna biru membawa mimpi Menghubungkan ego-ego untuk saling membenci dan memuja Kita terikat, tapi sendiri Terlalu dekat, namun tak lagi ada Senyum jadi simbol tanpa makna Saling sapa tergantikan tanda suka Dalam riuh yang selalu ada Kita perlahan menjadi tiada Tak ada Facebook hari ini Mungkin esok kita kembali berbicara Tanpa layar, tanpa batas semu Menyambung hati yang nyaris tak bertemu

Dalam Bayang Cahaya Abadi

Gambar
Wahai Jiwa yang mengeja makna Di lembar luas samudra tak bertepi, Apakah kau menyelami batas atau kebebasan? Apakah kau merengkuh kehinaan atau kemuliaan? Ketika awan kelam bergulung di dada bumi, Aku mendengar panggilan tanpa suara: “Wahai yang rapuh, kau diundang kepada Keabadian. Runtuhkan tembok yang membatasi pemandanganmu!” Tuhan bukanlah tirai kabut yang tersembunyi, Ia gemuruh di denyut jantung semesta. Lihatlah burung yang melayang di cakrawala, Di balik sayapnya bergetar Nama yang tak tergantikan. Bukankah matahari adalah firman tanpa aksara? Bukankah angin adalah nafas Cinta yang tak terlihat? Setiap atom, setiap kerikil kecil di lembah, Adalah saksi—bisu namun penuh makna. Aku tanyakan pada jiwa, “Siapakah Engkau yang mengembara di tubuh fana ini?” Jiwa tertawa, seperti sang angin yang tahu rahasia, “Aku adalah cahaya dari Sang Cahaya, Pantulan kecil dari Rahasia Besar.” Lalu aku pahatkan doaku di langit kelam: Wahai Pemilik Waktu, bentangkan penglihatan ini. Jangan biarkan...

Apologi Kemarin

Gambar
Hai blog Aku terlalu malas akhir-akhir ini. Eh, bukan. Aku memang selalu malas. Aku mau bilang kalau aku baru merilis blog baru kemarin. Namanya kotakpandora.com, blog yang memberikan ulasan pada buku dan prosa pribadi. Aku merasa cukup serius dalam memulainya, tapi kini masih belum ada postingan lagi. Aku masih belum ada fokus untuk membuat tulisan. Beberapa tulisan soal ulasan buku sudah kugarap namun belum selesai. Begitu pun dengan cerita pendek, saat ini masih ada dua tema yang masih dalam pengembangan ide. Aku belum menyelesaikannya bukan karena aku sibuk, karena jelas itu alasan yang konyol. Yang sebenarnya adalah, aku belum menyelesaikannya sebab semangat dan konsentrasiku untuk fokus lagi dalam hal itu berkurang. Kesibukan akhir-akhir ini benar-benar tak bisa untuk dibuat alasan. Kalo boleh jujur, aku merasa pikiranku meredup. Aku tumpul dalam membangun perspektif untuk dijadikan ide tulisan. Semuanya berjalan lempeng-lempeng saja bagiku, tak ada yang mampu kurefleksik...

Malam Tadi

Gambar
Malam ini dua temanku, Cakson dan Isma, menelepon dan mengucapkan selamat ulang tahun. Aku memang menantikannya, dan aku senang mereka melakukannya. Kita bertelepon selama tiga jam, dan aku berupaya sejujur mungkin menjawab pertanyaan mereka. Dalam beberapa hal kita berdebat, dan sepertinya kita memang tidak banyak saling bersepakat satu sama lain. Beberapa hal mungkin karena ego personal, dan dalam sebagian besar memang kita hidup dengan cara masing-masing. Aku senang dengan pertemanan ini, serasa sebagai anugerah dalam “kesunyianku”, dan kita adalah tiga orang buta yang terus berdebat soal arah mata angin. Bersama mereka aku belajar bahwa cinta  tak mesti harus bersama, cinta juga tak harus sepakat, tapi cinta selalu menghubungkan, sebab cinta selalu merindukan. Semoga pelajaran cinta ini berguna untuk menghubungkan kepada yang selama ini tak terhubung.

Cermin

Gambar
Bagaimana caraku bercermin Untuk melihat diriku Untuk mengenal wajah yang ada Untuk menyadari ruang dan waktu   Kupikirkan cermin sejak malam tadi. Sejak mendengar kata itu, yang diucapkan dengan penuh pengertian. Cermin bisa hadir dalam kenangan. Bisa juga dari suara dan citra kehidupan. Aku bertanya lagi, apa yang kucari dalam cermin? Kujawab; “Diriku” Mengapa aku harus bercermin? “sebab aku ingin hidup. Ingin menjadi manusia , menjadi hamba, menjadi sebutir debu dalam semesta.” “aku ingin lebih sederhana” afinitas