Postingan

Menampilkan postingan dengan label cerita

NABI MUHAMMAD JUGA NEGARAWAN

Gambar
Video yang ke-4 baru saja ku unggah malam ini, Insha'Allah akan tayang besok sore. Aku tak berharap banyak, untuk bisa dikunjungi banyak orang dari video itu, tapi aku lebih merasa kalau video itu layak untuk diceritakan. Semua lebih karena alasan pribadi. Bahkan sampai saat ini, aku belum berani untuk meminta subscribe dari orang. Kecuali dari sedikit sekali orang yang kuharap bisa mengerti. Rasanya memang belum pantas. Secara objektif, aku juga belum melihat kalau video-Ku layak ditonton orang. Hanya saja aku merasa baik dalam melakukannya. Tidak berpaling dari diriku sendiri, walau aku sadar perlu adanya kompromi dalam beberapa hal. Video tentang Nabi Muhammad SAW ini tidak kurencanakan sebelumnya. Pikiran untuk membuatnya muncul ketika banyak kulihat postingan Maulidan dari teman-teman. Dalam hati kecilku, aku juga ingin mengikutinya. Namun bahkan dalam acara Maulidan yang ada di dekatku pun, aku tak bisa mengikutinya. Sebab ada tamu yang harus kutemani. Dalam perenungan, kupik...

Sepenggal Cerita Di Kereta Malam Menuju Surabaya

Gambar
Entah pulang atau berkunjung Untuk alasan yang kuat, malam ini kuputuskan untuk menyusul ibu ke bandara dan kemudian ke rumah. Aku izin kepada sebagian kecil orang, dan jelas aku izin kepada orang utamaku. Tidak hanya di izinkan, aku bahkan dibelikan tiket, rokok yang juga berisi uang saku, dan diantarkan ke setasiun. Bahkan sempat ada yang membuat video perjalanan sampai di stasiun. Tepat jam setengah satu, aku masuk ke dalam stasiun dan bersiap dengan keberangkatan kereta. Tiket bisnis yang kukira berisi tempat duduk single yang nyaman, ternyata bersisi tempat duduk lebar yang...  Rasanya memang lebih nyaman dari tiket ekonomi sih. ‘Tahu begini seharusnya aku tadi minta pesan yang eksekutif saja’, begitu ungkapan batinku saat masuk di gerbong kereta. Untuk menemukan gerbong dan mencari nomor kursi yang tertera dalam tiket, itu bukan hal yang mudah. Namun ternyata, begitu nomor kursi sudah kutemukan, tampak ibu-ibu paruh baya yang sedang tidur di sana. Aku mulai bertanya, apaka...

Suara Elvis Presley di Warung Bakso

Gambar
Radio, someone still love you. Lirik lagu itu langsung teringat ketika aku makan di warung bakso tadi siang. Saat tengah hari begitu lapar. Sebab belum sarapan, dan sebenarnya juga belum tidur. karena jam delapan kupaksakan diri untuk mengecat jendela yang belum selesai. Di siang yang begitu terik itu, kuputuskan untuk pergi ke warung makan. Niat awalnya sebenarnya menuju ke warung sayur asem. Namun begitu sampai di sana, kondisinya begitu ramai. Sudah ada dua mobil besar yang parkir di depan. Akhirnya lanjut mencari warung di wilayah yang agak dalam. Karena tampaknya tak ada warung sayur asem lain, berbeloklah aku di warung bakso pinggir jalan. Memarkir motor agak dalam, lalu masuk ke arun rumahan itu untuk memesan semangkok bakso. Ruang makan di bagian dalam rumah cukup luas, dan masih sepi. Aku duduk lesehan di pojok sambil memainkan ponsel Nokia Flip yang hanya bisa dibuat WA -an. Ponsel itu membantu hasratku untuk lebih sederhana. Membantu untuk berusaha lebih memperhatikan...

#5 Dua Pertemuan

Gambar
Kita lanjut pada perjalanan setelah aku sampai di hotel. Sebagaimana prosedur pertemuan pada umumnya, aku datang dan kemudian mendaftar ke resepsionis acara untuk mendapat nomor kamar. Setelah itu hanya beraktifitas mengikuti skema acara yang ada. Aku bahkan tidak terlalu fokus, dan cukup banyak tidur saat ada sambutan, sebab energiku sudah habis untuk perjalanan siang tadi. Bahkan besoknya aku masih merasa agak ngantuk saat mengikuti acara pagi. Namun karena kegiatan itu cukup inti, aku menguatkan diri untuk tetap fokus pada permainan. Hingga waktu sore tiba, aku sudah tidak tertarik lagi dengan apa yang terjadi. Kuputuskan untuk menghubungi teman yang kini sedang bekerja di Jakarta Utara. Aku menyuruhnya datang ke tempatku naik ojek online. Terlalu ribet jika aku harus datang ke tempatnya, atau membuat pertemuan di sebuah tempat. Di daerah metropolitan seperti, kebanyakan waktu kita hanya akan habis di jalan. Ada banyak pihak yang bisa disalahkan, di saat yang sama kompleksitas m...

#4

Gambar
Baiklah, mari kita lanjutkan cerita yang membosankan ini. Walaupun cerita ini cukup datar, setidaknya cerita ini cukup menyenangkan diriku. Aku pun keluar dari museum dengan perasaan cukup puas hari itu. Setidaknya, sekali dalam hidupku pernah mengunjunginya. Walau bukan tempat yang begitu kukunjungi, tapi aku sudah tidak penasaran lagi dengan isinya. Aku keluar dengan perasaan lapar yang kutahan sejak satu jam tadi. Tidak ada rencana untuk memesan ojek online. Kupikir akan cukup menyenangkan jika dilakukan dengan berjalan. Dua kilometer tidak cukup jauh untuk menikmati perjalanan. Aku keluar dari gerbang museum, menyeberang, dan bergerak ke sebelah kiri. Siang itu trotoar tampak sepi. Sepertinya ini memang jalur yang cukup sepi. Bukan jalur untuk mobilitas kerja. Ini adalah jalur tempat orang bekerja di pemerintahan. Tidak banyak kutemui orang lewat. Tempat duduk pinggir jalan pun banyak yang kosong. Aku sendiri tergoda untuk duduk dan sejenak minum. Entah kebetulan atau tidak, ad...

#3

Gambar
Siang hari itu, sehabis hujan yang tidak begitu deras di Jakarta Pusat, tepatnya di depan Museum Nasional, aku benar-benar merasa ada di Indonesia. Di depan nilai budayanya yang tinggi, juga dengan ketimpangannya yang tidak kalah tinggi. Bangsa yang besar, sudah tentu memiliki masalah besar. Di depan gedung museum nasional. Aku berhenti untuk beberapa waktu. Bersama orang-orang yang sedang berteduh di halte depan pagar museum. Ada dua pemulung perempuan yang sedang mengobrol dengan seorang kopi keliling. Mereka membeli kopi, dan salah satunya meminta sebatang rokok. Melihat raut muka dan cara penampilan penjual kopi keliling itu, aku bisa tahu dia orang mana. Di pojok kiri halte ada dua orang bapak-bapak yang entah sedang menunggu apa. Aku juga tidak tahu mereka sedang membicarakan apa, sebab aku juga tidak peduli. Yang kutahu mereka hanya mengobrol dengan “logat Jakarta”. Juga ada tiga orang tukang kebun yang sedang menurus tanaman di pinggir jalan. Mereka tampak menggunakan seragam, ...

#2

Gambar
Sampai di Stasiun Gambir pada siang yang biasanya sudah cukup terik. Namun cuaca di Jakarta juga hujan. Tidak cukup deras, namun suasana tampak basah dan agak dingin. Badanku tidak merasakan perubahan suhu yang drastis. Serasa hawa biasa dalam ruang yang berbeda. Stasiun gambir yang dulu kulihat di TV, tampak mirip stasiun Kota Malang, kini terlihat menjadi stasiun yang mewah. Sudah ada lift dan eskalator, tempat duduk yang unik dan nyaman, dan ternyata juga ada tempat untuk pijit. Rasanya sudah banyak setasiun yang meng- upgrade penampilannya menjadi keren seperti ini. Menjadi lebih nyaman dan lebih instragrameble. Melihat kereta api dan stasiunnya yang semakin rapi, membuatku sadar bahwa kehidupan sosial semakin membaik. Walau pun semua itu tidak boleh lepas dari kritik, sebab masih banyak ketimpangan yang terjadi. Aku duduk di sebuah bangku spons, yang didesain panjang dan meliuk seperti setengah lingkaran pada angka delapan. Sambil men- charger ponsel, kupandangi ...

Halan-halan #1

Gambar
Selasa malam, aku senang ketika dikabari harus pergi ke Jakarta. Apalagi hanya sendiri. Terbayang suasana jalan-jalan setelah banyak kegiatan yang terasa biasa. Dalam benakku, aku akan bertamasya dan menelusuri kota besar, yang sampai saat ini masih menjadi ibukota. Tidak butuh waktu lama untuk mempersiapkan alat dan dokumen yang dibutuhkan. Selebihnya adalah mencari jadwal kereta dan menghubungi teman yang ada di sana. Tidak semuanya bisa menemui, mengingat hari ini kita memiliki kesibukan masing-masing. Pada akhirnya aku berkesimpulan, bisa bertemu atau tidak bukanlah hal yang penting. Mendengar kabar kalau mereka sehat tampak lebih penting. Yang lebih penting lagi adalah mendengar jawaban mereka saat aku bertanya, “Apa kamu bahagia?”, dan mereka menjawab, “Ya, aku bahagia”. Setidaknya pertanyaan itu membuat kita sama-sama sadar pada satu hal yang sangat penting. Aku memilih berangkat dengan kereta jam lima pagi. Tepatnya pukul 04:55. Dalam tiketnya, kereta itu akan sampai Stasiu...

Penting Gak Penting

Malam ini masih tetap menulis. melanjutkan ide cerita malam kemarin. Sudah ketemu langkahnya, dan ada tambahan perenungan yang cukup penting. Namun masih ada keraguan untuk menuliskannya. Padahal hanya tinggal menuliskannya, tapi tetap saja tidak percaya diri. Bagaimana orang lain bisa percaya pada ceritamu, jikalau kamu sendiri bersikap seperti itu? Begitu ungkapan dari "sisi lainku" pada diriku sendiri. Dalam moment keraguan itu, ada sebuah pesan yang masuk. sesuatu yang pada akhirnya mengalihkan perhatianku pada fokusku. Pesan itu juga mengganggu moment ketika aku cukup menikmati Album Simfonietta karya Janacek. Komposisi musik yang kutahu dari Novel 1Q48 karya Haruki Murakami. Temanku bernama Minrahadi ini mengomentari status WA yang kubuat tiga jam sebelumnya. Aku pun antusias menanggapinya, sebab kutahu dia orang yang setia dengan ide yang dia tekuni. Aku tak tahu apakah percakapan ini penting untuk dimuat di sini. Namun mengingat ini adalah kamar lain di media sosialku...

Akar

Gambar
"Pertumbuhan yang buruk disebabkan oleh akarnya ." Begitu kalimat dalam anganku ketika menengok pohon-pohon pisang sore tadi. Sambil membersihkan area sekitarnya, pikiranku terus bertanya, kenapa pertumbuhan tanaman ini tidak maksimal? Ada yang sudah tumbuh besar, ada juga yang masih sama ketika pertama kali ditanam, namun tidak mati. Setelah kubersihkan area sekitarnya. Kulihat daerah akarnya terlalu banyak air, yang itu membuat akar basah dan mengalami pembusukan. Samping juga sudah tumbuh banyak rumput di sekitar pohon, sehingga menutupi akar. Akibatnya, daerah akar banyak dihuni oleh semut dan hama pengganggu pertumbuhan. Kedua hal itu membuat akar menjadi tidak sehat, dan tanaman tidak lekas tumbuh. Padahal pohon ini sudah kutanam hampir dua tahun yang lalu, tapi tampaknya masih seperti baru ditanam kemarin. Sesuatu yang hidup tanpa pertumbuhan, terasa seperti mati. Mungkin ini memang salahku, kurang banyak memberikan sesuatu yang diperlukan pada awal penanaman. Mungkin ...

Satukanlah Hati Yang Setia

Sendiri mendengarkan Poppy Mercury. Sendu rasanya perasaan ini. Seperti kembali pada masa kanak-kanak. Juga diwakilinya perasaan oleh lirik lagu itu. Sedikit mendamaikan hati yang terkoyak sepi. Suara jangkrik tak henti-hentinya menghiasi malam. Menambah nuansa sunyi, dan semakin sendu. Berbarengan dengan suara tadarus Al Qur'an dari mushola. Entah sudah berapa batang rokok yang kuhabiskan, sambil membawa pikiran mengawang. Untung saja ada teman yang datang sambil membawakan segelas kopi. Sedikit terasa mengganggu kesendirian ku, tapi juga terasa ada teman berbagi energi. "Kok ngelamun terus to mas?" Sapanya. Aku tersenyum, bingung ingin menanggapinya bagaimana. Aku pasrah saja dengan apa yang akan selanjutnya dia katakan. "Gak pulang mas?" Pada akhirnya dia menentukan topik lain. Persis seperti perkiraanku. Bahkan jika dia tidak lekas memulai, aku yang ada bertanya seperti ini padanya. Meski sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan jawabannya. "Aku sudah...

Suara Hati

Andaikan pada suatu hari aku bangun dari tidurku, dan kudapati diriku tak bisa lagi mendengar suara hati. Aku menjadi bingung. Entah apa yang sudah kulakukan hingga hatiku tak lagi bersuaranya. Mungkin aku tak pernah menggunakannya. Mungkin juga aku tidak pernah menganggap diriku memiliki hati. Yang aku tahu semua yang ada dalam tubuhku ini adalah   wadak. Tak ada satu pun tempat untuk merasa. Untuk memberi sesuatu karena dorongan kasih. Untuk menghindari sesuatu karena rasa takut, atau mendekati sesuatu karena dorongan cinta. Sepertinya aku pasti akan sangat menderita karenanya. Sebab selama ini tak ada yang lebih penting dari suara hatiku. Mulai dari musik kesuakaanku, hobiku, hingga kenapa aku memutuskan untuk tidak bekerja secara formal. Terserah jika memang aku dianggap tidak mapan oleh orang lain. Aku hanya mengikuti suara hatiku, dan dengan begitu aku bahagia. Kebahagiaan itu lebih berharga dari banyak hal. Dari ajakan selera pasar yang tak ada habisnya. Dari pameran pen...