Suara Elvis Presley di Warung Bakso

Radio, someone still love you.

Lirik lagu itu langsung teringat ketika aku makan di warung bakso tadi siang. Saat tengah hari begitu lapar. Sebab belum sarapan, dan sebenarnya juga belum tidur. karena jam delapan kupaksakan diri untuk mengecat jendela yang belum selesai. Di siang yang begitu terik itu, kuputuskan untuk pergi ke warung makan.

Niat awalnya sebenarnya menuju ke warung sayur asem. Namun begitu sampai di sana, kondisinya begitu ramai. Sudah ada dua mobil besar yang parkir di depan. Akhirnya lanjut mencari warung di wilayah yang agak dalam. Karena tampaknya tak ada warung sayur asem lain, berbeloklah aku di warung bakso pinggir jalan. Memarkir motor agak dalam, lalu masuk ke arun rumahan itu untuk memesan semangkok bakso.

Ruang makan di bagian dalam rumah cukup luas, dan masih sepi. Aku duduk lesehan di pojok sambil memainkan ponsel Nokia Flip yang hanya bisa dibuat WA-an. Ponsel itu membantu hasratku untuk lebih sederhana. Membantu untuk berusaha lebih memperhatikan hal lain di luar ‘dunia digital’. Setelah menelefon, sebab rumit untuk membalas pesan yang masuk -Sebab ponsel ini menggunakan keypad model T9. Bukan versi qwerty seperti yang mainstream saat ini.- , aku memperhatikan kondisi ruangan warung tersebut. Warung yang cukup sederhana. Dengan tempat makan di ruang depan rumah, dan gerobak biru sebagai tandanya. Menunya hanya bakso, tapi bakso di sini tidak sama dengan bakso di rumah ku. Di sini bakso juga di tambahi mie kuning, juga kadang ada toping seperti pangsit dari suguhannya. Aku tidak pernah menemukan model bakso yang seperti di Jawa Timur, yang ada toping tahu mentahnya. Padahal aku cukup menyukainya.

Kecap dan sausnya di letakkan dalam wadah sendiri, tidak tampak merek ini dan itu. Ada kerupuk rambak, pilus dan juga lontong daun pisang. Kuputuskan untuk mengambil dua buah lontong itu, sebagai tanda kalau aku cukup lapar. Dalam proses makan bakso, aku mendengarkan radio yang diputar dengan sound. Siarannya berisi iklan obat untuk kesehatan. Khas sebagaimana iklan radio, iklannya berbahasa jelas dan sederhana, sama sekali tidak ada nuansa sastranya. Memang begini jenis iklan untuk masyarakat pinggiran, atau kalau tidak boleh dibilang proletar. Diawali dengan hal-hal yang menakutkan, kemudian menawarkan solusi obat, dan kemudian menjelaskan berbagai khasiatnya. Biasanya juga ada yang menghadirkan testimoni dari masyarakat ‘pinggiran’ tertentu, yang kemudian menjelaskan obat, atau pengobatan yang ditawarkan.

Iklan seperti itu bakal sulit laku untuk masyarakat kelas menengah perkotaan, atau urban. Namun iklan seperti ini masih berlaku hingga saat ini, menandakan kalau model begini masih bisa bekerja, meski hanya untuk segmen kecil tertentu. Sedangkan untuk kelompok masyarakat lain, juga ada referensi dari iklan dalam media mereka. Yang bukan model iklan seperti ini. Di bumi yang satu ini, tampak begitu banyak ‘dunia’ yang memiliki radar berbeda.

Selesai makan bakso, yang ternyata hanya menghabiskan lontong satu buah, aku merokok sembari menikmati es teh yang masih tersisa. Kudengarkan lagu di radio itu, bukan musik koplo, bukan juga lagu solois yang populer saat ini, apa lagi suara musisi cover yang viral, melainkan suara Elvis Presley dengan lagunya yang cukup terkenal. I can’t help...

Wise men say
"Only fools rush in"
But I can't help
Falling in love with you
Shall I stay?
Would it be a sin
If I can't help
Falling in love with you?
Ini mengagetkan. Bagaimana bisa lagu legenda penyanyi Amerika tersebut di putar di sini? Di radio daerah, dalam kondisi siang-siang begini. Padahal lagu itu baru populer lagi setelah di aransemen ulang oleh penyanyi baru, dan jadi soundtrack film Crazy Rich Asia. Tapi ini bukan lagu versi terbaru, ini versi original dari penciptanya langsung. Orang yang kalau kulihat di YouTube, banyak sekali wanita yang ngantri untuk berciuman dengannya saat tampil. Pesonanya memang luar biasa. Saat aku melihat sosok tokok penyanyi Top di film Coco, aku langsung menebak kalau itu adalah citra dari Elvis Presley.

Walau sempat heran, lagu itu benar-benar menambah kenikmatan merokok sehabis makan. Kukira radio sudah bukan hal yang menarik untukku, ternyata tidak. Radio tetaplah hal menarik sebab dia tak terduga yang kita butuh kan. Entah di dalam mobil, di rumah, di warung, atau juga di bengkel, radio bisa memberi informasi yang dibutuhkan orang sekitarnya, dan juga musiknya yang tak terduga. Radio, i still love you, although i don’t like your advertisements some time.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"