Film Perfect Day; Tentang Karakter Dalam Menjalani Hidup

Setalah menonton film Perfecy Day, sudut pandangku berubah dalam menilai kehidupan yang kujalani. Seharusnya hidup dijalani dengan sungguh-sungguh dan penuh martabat, tidak dengan termehek-mehek dan benyak mengharapkan sesuatu yang tidak perlu. Kefokusan dan antusiasme menjadi begitu penting dalam menjalani hari-hari yang sama, yang dianggap penuh dengan kebosanan dan mungkin tidak lazim bagi kebanyakan orang. Sebab ini adalah era di mana validasi social menjadi begitu penting. Tidak hanya dalam dunia  yang dijalani sehari-hari, tapi juga di dunia maya yang penuh dengan ilusi dan kepalsuan.

Kondo wa kondo, ima wa ima. "Nanti ya nanti, sekarang ya sekarang." Inti dari kehidupan bukanlah pencapaian, tapi kesungguhan dalam menjalani peran. Begitulah interpretasiku mengenai prinsip yang di kuatkan dalam pertengahan adegan film ini. Mungkin ini terkesan naif. Apa lagi dalam hidup yang serba terhubung dan tsunami informasi yang melanda. Dalam hal ini, aku sendiri sudah masuk di lautan informasi yang dangkal dan bahkan terlalu banyak hal keruh di dalamnya. Namun rasanya tak ada kata terlambat untuk menjalani hidup dengan antusiasme dan kehusyukan yang terus diupayakan.

Aku pun menjadi begitu tertarik dengan soundtrack dari film ini. Awalnya aku bertanya ke Gemini mengenai daftar lagu dan menjadi pengiring film ini, tapi kemudian aku cukup yakin kalau di spotify bakalan sudah ada yang playlist-nya. Dan sekarang, saat aku tengah merangkai tuliskan ini, aku sedang mendengarkan sepuluh lagu tersebut. Suasana yang kutangkap dari perjalanan film tersebut membuatku bisa menikmati semua lagunya. Aku cukup bisa menangkap keindahan lagu ini hanya dengan mendengarkannya.

Dalam hal buku yang dibaca oleh tokoh utama, Hirayama, aku tidak begitu bisa menangkap. Aku hanya bisa menyangka kalau budaya literasi orang Jepang terlalu lebih baik dari orang Indonesia. Sastra jepang memiliki tokoh-tokoh yang mendunia, dan memang tulisannya juga keren menurutku. Ambil contoh Haruki Murakami, Natsume Soseki, Yasunari Kawabata, dan banyak lagi yang lainnya. Meski hari ini sastra Asia lebih banyak didominasi oleh penulis Koera Selatan, tapi para sastrawan Jepang tetap akan punya tempat di hati banyak orang di dunia, termasuk di Indonesia.

Dari buku yang saat ini hampir selesai kubaca, Shallow, tentang internet yang mendangkalkan, biasa dimengerti bahwa watak manusia dan karakter manusia banyak dipengaruhi oleh teknologi yang berkembang di sekitarnya. Hirayama adalah model generasi X, orang yang tumbuh dan menjalani masa muda dengan teknologi yang serba analog, mulai dari kaset dan selera musiknya, foto hitam putih, ponsel lipat, dan juga selera dia membaca karya tulis. Meski teknologi adalah benda buatan manusia, tapi teknologi juga pada akhirnya membentuk watak kebanyakan para penggunanya.


Hirayama adalah sosok berkarakter kuat bersama teknologi yang berkembang pada era remajanya. Dia menikmati benda-benda itu dan memilih untuk menjalani hidupnya bersama hal-hal istimewa di masa mudanya. Sikap yang tidak mudah untuk dilakukan di dunia nyata, terlebih untuk diriku yang tak sepenuhnya mampu mengisolasi diri dari perkumpulan.

Film ini tidak hanya memberi tekanan pada perjalanan tokoh utamanya, Hirayama, yang cukup misterius dan juga -setidaknya menurutku- cukup sendu. Namun film ini juga memberikan citra tentang bagaimana kualitas fasilitas publik di jepang, terutama mengenai fasilitas toiletnya. Jika film ini begitu populer di dunia, maka sudah tentu akan berefek pada semakin banyaknya orang yang ingin berkunjung wisata ke kota itu, yang pada akhirnya juga akan berefek pada kunjungan ke kota lain di Jepang.

Selian itu, model-model toilet pada film ini juga bisa menjadi daya ajang demonstrasi pada dunia, bahwa Jepang mampu membangun citra toilet yang pada umunya konvensional, alias begitu-begitu saja, menjadi tempat yang menarik untuk dipandang. Sebuah model arsitektur yang belum pernah dipikirkan banyak orang di belahan dunia lain.

Film Perfect Day memberikan gambaran bahwa hidup seperti buah koin dengan sisi mata uang yang berbeda, begitulah menurutku. Dibalik takdir, atau sesuatu yang tak dapat kita pilih dalam hidup, ada hal yang bisa kita pilih dan kita jalani bersama duka-deritanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meniti Jalan

Tak Terjangkau

di balik permukaan