Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2023

Menjelang Fajar Pagi

Gambar
Menjelang Fajar Pagi Aku berharap dengan sepenuh hati Terasa dekat dan terselimuti Damai dan penuh percaya diri Pikiran tumbuh dan bersemi Harapan itu kuat penuh arti Tampak nyata dalam sepi Malu membohongi diri sendiri Selalu engkau pergi dan kembali Aku malah sering lalai dan lari Pada kenyataannya yang tak bisa dihindari Semuanya ada tanpa harus dicari Menjelang fajar pagi Terasa damai dalam harapan sejati Aku berat jika harus ditinggal pergi Menjelang fajar pagi Akankah ini bertahan hingga esok hari Semoga terus kita berjumpa kembali

Menulis Sebagai Sikap, Menulis Sebagai Seni

Gambar
Bingung mau mulai dari mana. Yang jelas aku ingin menulis. Tadi pagi aku menelefon ibuku, tapi tak diangkat. Kemudian aku menelefon mbakku yang saat ini berada di Singapura. Seperti biasa, aku tidak banyak bicara di hadapannya. Hanya menanggapi sedikit. Kebanyakan wanita yang kutemui sama dalam hal bicara, mereka hanya mau didengar. Mulai dari ibu, kakak, tetangga, saudara, bahkan mantan pacar. Aku tidak ingin membantah hal itu. Hanya butuh peduli pada hal-hal yang menurutku benar. Ku pikir mendengar bukanlah hal yang konyol. Walau kadang membosankan, tapi dia mengandung banyak kebijaksanaan. Dari sekian jam aku menelefon dan mendengar omongan mbakku, aku bisa merasa kalau yang dibicarakan adalah kejujuran. Memahami ini terasa lebih baik. Sebab kejujuran dari sebuah kata itulah yang bermakna, bukan pesan yang dia sampaikan. Jika aku yang harus ngomong panjang lebar dengannya, Ku pikir akan lebih banyak kebohongan pada ucapanku. Rasanya beruntung karena lebih banyak mendengar. Mba

Rasa Ingin Dipahami

Gambar
Belakangan ini aku tidak menulis status di- WA. Bahkan tampak tidak pernah. Hanya sekali membagi foto di awal puasa. Ada rasa enggan untuk dilihat orang begini atau begitu. Lebih ingin menyimpan semua perasaan dalam diri. Mencoba menjadi misteri, walau sebenarnya tidak begitu penting. Bahkan sama sekali tidak penting. Diakui atau tidak, ada perasan ingin- atau mungkin- berharap dipahami orang lain saat diri ini mengunggah sesuatu. Apalagi jika itu dilakukan di media sosial yang paling privat dalam ponsel. Perasaan itu membutaku bertanya pada diriku sendiri, benarkan aku ingin dipahami orang lain? Tidak. Kesadaranku menjawab begitu. Aku tak ingin dipahami orang lain. Aku ingin menyelesaikan sengkarut dalam perasaanku sendiri. Tak peduli berapa lama dan berapa susah. Aku memang membuat sedikit cuitan di twitter. Namun hal itu kulakukan dengan sedikit kesadaran. Lebih banyak hasrat untuk menunjukkan bahwa aku masih ada, dan sering membuka media sosial yang satu itu. Untuk melihat info yan