Jumatan Hari Ini

Sampai sekarang aku tidak bisa melupakan kesanku saat shalat Jum'at di masjid tadi siang. Masih begitu terasa bahwa aku terlalu alay dan lemah. Cenderung mengikuti hawa nafsu dan tidak mau berfikir dengan baik. Ayat yang dibacakan abah Ubaid saat rakaat pertama tadi menghanyutkan hatiku. Begitu terasa getarannya sampai aku akan menangis.

Abah membaca Surah Al-Hasyr Ayat 21.

Law anzalnaa haazal quraana 'alaa jabilil lara aytahuu khaashi'am muta saddi'am min khashiyatil laah; wa tilkal amsaalu nadribuhaa linnaasi la'allahum yatafakkaruun

Sekiranya Kami turunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.

Pada saat mendengar ayat itu aku terbawa pada pemaknaan bahwa. Eh, gunung yang begitu besar, tinggi, dan kuat itu tunduk dan takut kepada Allah. Apalagi hanya sekedar masalah-masalah ku. Apalagi cuma persoalan cinta dan aneka masalah hidup yang bahkan aku sendiri tak bisa mensyukurinya. Apalagi hanya hal-hal dalam masa lalu hidupku, yang Allah jauh lebih kuat dari itu semua. 

Kenapa kenapa aku malah membuat jarak dengan Al-Qur'an saat aku sedang goyah? Bukan malah sebaliknya.

Aku sudah pernah mendengar pemaknaan ayat itu dari seorang guru. Tapi aku yang bodoh ini baru menyadarinya kembali setelah abah membacakan ayat itu saat shalat Jum'at tadi.

Saat ini, sambil menunggu sandal yang tengah dipinjam, aku mencari tafsir mengenai ayat tersebut. Kutemukan di sebuah website https://kalam.sindonews.com/ayat/21/59/al-hasyr-ayat-21 tafsir yang seperti ini.

Allah menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan bagi manusia yang menggunakan nalar dan mengikuti hati nurani. Sekiranya Kami turun-kan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung yang diberi akal, pikiran, dan perasaan seperti manusia; pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah, karena gunung-gunung itu akan menggunakan nalar, rasa, dan nuraninya dalam memahami Al-Qur’an dan mengamalkannya. Dan perumpamaan-perumpamaan itu, yakni manusia yang kecil dan lemah dibandingkan dengan gunung yang begitu besar, tinggi dan keras; Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir bahwa gunung bisa menggunakan nalar, rasa dan nurani untuk memahami dan menerapkan Al-Qur’an hingga tunduk dan pecah karena takut kepada Allah. Mengapa manusia yang benar-benar memiliki nalar, rasa dan nurani tidak menggunakannya secara optimal dalam memahami dan menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan ini?


Perasaan mengantuk yang disebabkan karena insomnia semalam berubah menjadi haru untuk diriku. Aku sungguh siap untuk menangis saat itu. Perasaan ingin menangis itu kutahan sebab aku tak mau terlihat orang begitu. Aku tetap merenunginya selama sholat, sambil menahan untuk tidak menangis. Namun kurasa kemudian suasana di masjid itu cukup penuh dengan tangis orang di sekitar. Pada akhirnya aku sendiri menysal kenapa tidak ku lepaskan saja tadi tangisku.

Aku sungguh merasa beruntung sekali hari ini. Aku sudah diingatkan tanpa dengan gerakan semesta. Bukan di ruang obrolan dan curhatan. Sebelum mandi aku ngobrol soal takdir dengan Pikri. Obrolan soal takdir itu mengantarkan pada konsep Ushul fiqh yang berbunyi.

Al ajru bibqodri taab

Hasil itu sesuai dengan tingkat kelelahannya

Konsep itu membuatku menyimpulkan bahwa aku harus berupaya pada apa yang aku yakini. Apa yang sudah aku sesali, dan apa yang ingin aku perjuangkan. Aku harus benar-benar berupaya untuk meraih hasil yang aku inginkan.

Kemudian aku berangkat ke masjid dan bisa mengikuti khutbah awal. Khotib menjelaskan dengan singkat agar kita banyak berbuat baik sekecil apapun, dan jangan pernah menyepelekan amal. Sebab ada ulama besar yang masuk surga hanya karena memberi makan lalat saat menulis. Juga ada kyai yang di hukum Allah karena mencuri sebatang kecil kayu untuk dijadikan tusuk gigi.

Pada akhirnya ayat yang dibacakan Abah Ubaid menggugah kembali untuk memohon yang terbaik kepada Allah.

Pada saat antara khotbah satu dan dua aku benar-benar serius berdoa memohon apa yang aku inginkan. Namun ayat yang dibacakan Abah mengingatkanku untuk meletakkan Allah diatas segalanya. Termasuk diatas apa yang kuminta dalam doaku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"