Serius

Aku yakin hari ini banyak orang merayakan kemerdekaan dengan caranya masing-masing. Juga mungkin merayakan hidupnya dalam kondisi yang membingungkan ini. Entah sebesar apapun masalahnya atau serikat apapun kondisinya, tetap harus ada kemenangan yang dirayakan. Begitu juga aku yang mencoba merayakan keduanya dalam hening. Bagiku ini yang aku pilih untuk saat ini.

Aku sendirian di dalam gubuk yang kubuat. Mendengar teman-teman yang sedang melakukan upacara bendera. Minum obat sehabis sarapan pagi membuat badanku menjadi lemas dan terserang kantuk. Mendengarkan Malaysia Lawas yang dinyanyikan oleh ELLA membuat tubuhku makin nyaman untuk rebahan. Awalnya aku mau menulis sesuatu di kamar, tapi keinginan itu terbuntukan oleh kondisi badan yang kurang enak.

Beruntungnya dua hari lalu aku begadang bersama teman-teman santri. Aku bilang pada mereka kalau bangsa ini dibangun oleh dua elemen penting. Yakni Islam dan Nasionalis. Aku juga menambahkan bahwa sejarah memperlihatkan elemen skunder yang mungkin bisa diperdebatkan. Yakni para priayi. Bahwa dahulu para pelopor itu adalah mereka yang memiliki akses dalam pendidikan, kekuatan material, dan juga posisi sosial, yakni mereka para priayi. Membicarakan priyayi mungkin tidak relevan untuk saat ini, namun dalam sejarah pendirian bangsa hal itu musti diakui. Almarhum Umar Kayam mengapresiasinya dengan menulis novel berjudul Para Priayi.

Dari yang kulihat, pembicaraan itu tadi cukup berpengaruh bagi mereka. Pada saat ini aku masih bertanya-tanya. Apa saja yang sudah kulakukan untuk negaraku? Mungkin memang tidak ada. Bahkan untuk hal-hal yang vital dalam hiduku saja aku masih belum serius, dan ketidak seriusan itu membuatku terus bertanya pada diriku sendiri tanpa aku serius mau menjawabnya.

Bahkan dalan urusan Tuhan pun kita bersikap setengah hati

Begitu ungkapan Cak Nun dalam salah satu puisinya yang fenomenal. Kalimat itu selalu kuingat, mesti sampai saat ini masih belum bisa menubuh dalam diriku.

Keseriusan adalah tonggak utama dalam membangun diri. Barang siapa tidak menjalankannya maka sama saja dengan diam di tempat. Aku ingat saat dimana aku menjalin hubungan dan ternyata dia tidak serius untuk itu. Bahkan untuk bertemu keluargaku saja dia tidak berani. Dari situ aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa perasaanku serius padanya. Aku melepaskannya meski nyatanya aku menikam perasaanku sendiri.

Kini semua itu sudah berlalu, dan masa lalu bukanlah hal yang kita semua bisa kendalikan. Cara paling baik menurutku adalah mengakui setiap dosa yang sudah dilakukan.

Terimakasih atas pengalaman yang kau berikan. Mari kita rayakan setiap keseriusan yang kita jalani.

Salam Seriuas

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"