Hai Kids
Hai Kids
Saat ini bapakmu sedang menulis
perasaannya untuk dirimu. Walau kau belum nampak, tapi kau layak mendapatkan
cerita ini. Ungkapan bapakmu yang belum rampung mengenai hidupnya. Masih
berkutat pada banyak hal di masa lalu. Terpenjara, begitulah istilah
sederhananya.
hidup ini penuh omong kosong.
Banyak orang berduyun-duyun mengikuti arus viral, berusaha menyerahkan
diri untuk hanyut di dalamnya. Padahal itu konyol.
Hari ini dunia banyak menawarkan
mimpi dan imajinasi. Ada berbagai cara yang dijual, atau dibagikan secara
Cuma-Cuma, untuk meraih mimpi dalam waktu cepat. Tidak untuk menjadi manusia,
atau menemukan makna yang sejati, tapi untuk menjadi kaya. Semuanya bermuara ke
sana, mulai dari sekolah dan universitas, kursus-kursus keterampilan, seminar
motivasi, tutorial investasi, pelatihan menjadi kreator, semua itu hanya
landasan untuk kemudian menawarimu kekayaan. Hari ini orang meremehkan kalimat
“uang bukan segalanya”. Bahkan mereka yang kaya dengan tegas membantah itu,
tanpa ada empati pada yang tak punya. Mereka mengaja kita untuk menyembah uang,
mendapatkannya sebanyak mungkin untuk dipamerkan, dan menghalalkan segala cara
untuk itu. Uang, kemewahan dan kenikmatan, tak penting bagaimana
mendapatkannya, tujuan membuat segala cara -seburuk apa pun- menjadi benar.
-
Aku tengah mengupayakan hidup
yang kuinginkan, meraih mimpi, mengerjakan sesuatu yang kusukai. Aku mencoba,
sedikit berusaha, tapi kemudian banyak yang gagal. Namun aku akan terus
mencobanya, akan terus memulai dan berusaha. Jika gagal, aku akan berusaha yang
lain yang kuinginkan. Kurasa ini adalah hal pokok, yakni mengerjakan sesuatu
yang kusukai, walaupun tak ada banyak uang di sana. Sebab ini membuat diriku
lebih nyaman dan ikhlas, tidak merasa berjuang dan berkorban untuk orang lain
dalam mengerjakannya. Bila nanti kamu datang, dan kau bisa merawatmu dengan apa
yang kukerjakan, aku tak terlalu menuntutmu banyak hal atas pengorbanan yang
kukerjakan. Karena aku tidak hanya mencintaimu, sudah pasti aku akan
mencintaimu, tapi aku juga akan mencintai yang kukerjakan untuk hidup kita.
Dengan bisa mencintai pekerjaan, dan sudah pasti mencintaimu, kita akan lebih
mudah mencintai kehidupan, akan lebih terbuka untuk mencintai Tuhan.
Sebelum waktu kita bertemu tiba,
aku ingin memulai semuanya. Entah mana yang akan berhasil dari semua ini, yang
penting aku berani memulai. Mumpung aku masih ada waktu, masih ada keberanian
untuk memulainya. Aku tak mau suatu haru nanti bercerita penyesalan begini
padamu “dahulu aku pernah ingin jadi pelukis nak, ada kesempatan untuk itu,
tapi aku tak punya keberanian untuk memulainya, dan takut dengan risikonya”, atau
“seandainya kau dulu mau sedikit lebih rajin, aku akan mendapatkan kerja
yang baik anak, tapi aku emosi dan menyerah di tengah jalan. Kini semua itu
sudah berlalu”. Lebih baik aku mau semua yang kuinginkan sekarang. Jika
gagal, berarti aku tak benar-benar menginginkannya. Mungkin aku hanya terpesona
dengan mimpi-mimpi yang ditawarkannya.
-
Aku punya cerita kecil padamu.
Dulu di tahun 2004, aku menonton berita. Seorang ibu memakai hitam sedang
berjalan, namanya Suciwati. Dia dikerubungi oleh banyak wartawan, diberitakan
bahwa suaminya bernama Munir dibunuh oleh seseorang saat perjalanan ke negeri
Belanda. Pembunuhnya adalah pilot yang mengantarkannya. Wanita itu tidak
menangis, dia hanya tersenyum di hadapan semua wartawan, tapi mungkin hatinya
meronta-ronta. Pamanku mengatakan, Orang besar tidak menunjukkan kesedihannya
di depan banyak orang.
Aku tak tahu apakah nanti kamu
akan tertarik dengan sejarah. Aku tak akan mau memaksakan itu. Sebab kakekmu,
atau bapakku juga tidak belajar sejarah, tapi aku tertarik sejak SMA. Walau pun
kakekmu juga suka bercerita. Dia pernah mengalami masa ketika sebuah partai
yang saat ini terlarang, mengambil tanah negara yang cukup luas, yang kemudian
dibagikan kepada warganya. Dalam bacaanku, peristiwa itu disebut dengan
reformasi agraria. Entah apakah kamu akan tertarik dengan masa nusantara klasik,
masa Wali Songo, sampai pada peristiwa reformasi. Aku tidak yakin buku
sekolahmu akan menjelaskan itu dengan baik. Aku hanya berharap kamu menjadi
orang baik. Sebab begitu kata dosenku dulu waktu aku bertanya soal mau jadi
apa. Dia bilang.
Petani yang baik dengan pejabat yang baik itu nilainya sama, sama-sama baik. -Pak Fahrudin Faiz.
Pesan ini adalah “hakikat”
pertama yang kudapatkan dosen filsafatku, dan ini cukup penting. Aku tak akan
menuntutmu untuk tertarik atau bahkan memahami filsafat. Tapi aku berharap kamu
mengerti hakikat ini.
Kata Haji Rhoma Irama, raja
dangdut kebanggaan negeri kita, cukup satu kali kehilangan tongkat.
Artinya, orang yang baik bukanlah tidak pernah melakukan kesalahan, tapi yang
menyadari kesalahannya dan memperbaikinya. Ini tak mudah, tapi selalu layak
untuk diupayakan. Seperti prinsip dari kesatria cahaya, Ada pertarungan yang
selalu layak diperjuangkan, walau tak bisa dimenangkan. Pertarungan itu
ialah melawan diri sendiri. Bahkan aku tak pernah merasa menang dengan itu
semua. Tak pernah merasa menjadi orang baik, bahkan merasa sebaliknya, tapi aku
tak akan berhenti bertarung untukmu.
25/12/2023
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya