paper
Nama : muh Arwani
Nim :12510026
Ngaji mocopat di masjid jendral sudirman
- Pengantar
Masjid
adalah tempat yang amat penting baagi umat muslim. Di masjid orang muslim biasa
melakukan ibadah yang disebut sholat. Sebagaimana namanya secara bahasa nama
masjid diambil dari bahasa arab masjidun yang artinya tempat untuk sujud(salah satu
rukun yang ada dalam ibadah sholat yang dimaksutkan untuk menyerahkan diri dan
berdoa kepada Allah SWT). Namun dalam sejarahnya masjid tidak hanya sebagai
tempat untuk melaksanakn ibadah sholat saja, melainkan juga sebagai tempat
untuk melaksakan dakwah agama dan juga tempat dimana Rosulullah berkumpul dan
berdiskusi bersama para sahabat beliau. pada zaman sekarang ini masjid
berfungsi lebih banyak lagi selain sebagai tempat ibadah masjid juga berfungsi
sebagai wahana penyambung ikatan sosial dan juga ukuah islamiyah bagi
masyarakat. Saat ini adalah zaman dimana orang sering sibuk dengan urusan
pekerjaan sehingga terkadang kurang begitu antusiaa dalam hal-hal
kemasyarakatan, masjid adalah tempat yang sangat mudah untuk menyambungkan tali
sosial dalam mansyarakat.
Disini
penulis ingin memberikan hasil pengalamannya tentang ngaji mocopat di Masjid
Jendral Suderman. Masjid ini bertempat di daerah colombo, Gejayan, Kota
Yogyakarta. Mocopat adalah sejenis temabang, ataupun nyanyian dalam bahasa jawa
yang iasa dinyanyikan pada waktu diadakannya acara-acara hiburan budaya,
seperti wayang, lodrok, dan juga acara-acara lainya yang berkaitan dengan
kesenian.
Ada
dua hal yang menurt saya menarik dan menjadi alasan mengapa saya membahas
masalah mocopat ini, pertama adalah pada mas sekarang ini, yakni zaman
globalisasi yang dimana kita sebagai orang timur malah lebih cenderung untuk
meniru budata yang datangnya dari barat tanpa mau berfikir untuk mengembangkan
budaya yang kita punya sendiri, yang Padahal budaya kita lebih bermakna dai
padabudaya mereka. Kedua adalah menurut sejarahnya, mocopat pada dulunya
adalah wahana dari para wali untuk mengajarkan agama Islam ang kegiatannya
dilakukan di masjid. namun nyatanya pada saat ini tidak banyak masjid yang
mengajrkan mengenai kesenian mocopat seprti ini dan kabar yang saya dengar di
yogyakarta ini.
Tulisan
ini dibuatuntuk memenuhi tugas akhir semester ganjil dari mata kulyah
“Sosiologi dan antropologi Agama” yang dibimbing oleh Bpk. Saifudin Zuhri S.sos
MA. Terahir penuli mengucapkan banyak terimakasih atas curahan ilmunya yang
telah diberikan selama ini dan bila ada hal yang kurang berkenan dari saya saya
mohon maaf atas segala kesalahan yang telah saya perbuat.
- Pembahasan
Pertama
disini penulis menerangkan mengenai Ngaji mocopat itu sendiri, kegiatan ini
dilakukan pada malam Rabo di Masjid Jendral Sudirman yang terdapat di daerah
kolombo yogyakarta. Nama acaranya yakni “Mocopatan malem rebon” acara ini di
bimbing oleh Mas Muhammad Bagus Febrianto, alumni dari ISI(institute seni
indonesia) Yogyakarta.disini penulis akan membahas mengenai satu bab dalam
mocopatan tersebut :
SINAU MOCOPAT
Dening : M.L. citro panambang. S.S.
Grambyangan laras pelog: pathet Nem :
Mijil Raramanglung laras Pelog Pathet Nem
Lansamyo
sigro tumungkul sami
Aksama
hyang manom
Lan
nguru mreng swargo kang jembare
Tankiniro
timbang bumi langit
Nggo
bebungah nenggih
Wongkang
taqwa tuhu
Yuku
eong demen sedekah nenggih
Bungah
susah yektos
Lan
wongkang ngampet nesu muringe
Ugo
wongkang lego weh aksami
Allah
remen sami wong becik ing laku
Menurut
mas agus tembang ini mengandung resapan dari surah ali imron ayat 133-134. Yang
kurang lebih artinya demikian :
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa,(133)
(yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(134)
- Kesimpulan
Sebenarnya
banyak yang ingin saya ungkapkan dari sini, namun saya akan lebih
mengedepankannya pada arah nilai. Karna menurut saya keadaan lingkunga saat ini
sudah banya kehilangan nilai-nilai keluhuran dalam budaya. Saya pernah membaca
ungkapan Antropolog dari Amerika yang pernah mengkaji Pulau Jawa yakni.Clifford
Geertz. Beliau mengatakan “analisa kebudayann bukanlah satu ilmu eksperimen
yang mencari sebuah hukum, tapi adalah suatu penafsiran yang mencari makna”.
Dari sini kita dapat menyimpulkan tentang makna dari suatu budaya yang disana
banyak mengandung nilai keluhuran dan juga kearifan. Namun banyak orang
dibutakan oleh bentuk bukan makna.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya