CATATAN HATI UNTUK MAMNU

Entah untuk apa saya membuat tulisan ini, namun ini hanyalah tulisan.

Lima hari yang lalu tepatnya Ahad 3 Agustus 2014 saya mengikuti reuni Ikatan alumni pondok pesantren Nurul Ulum kota Blitar yang terletak di Sutojayan atau lebih tepatnya MAMNU DUA. Reuni ini mungkin bisa dianggap spesial karena diisi langsung oleh Ustad Agus Muadzin selaku direktur perguruan Maarief NU kota Blitar. Namun di satu sisi memang ada banyak kekurangan dari saya dan teman-teman angkatan 2012 selaku panitia penyelenggara.

Pada saat beliau yakni ustad Agus Muadzin mengisi acara, ada beberapa catatan yang saya ingat dari ustad agus, yakni Menjaga dan memperkuat ajaran NU, selalu bersemangat dalam menuntut ilmu untuk berjuang di jalan Allah yang dilandasi dengan lima dasar perjuangan, juga melestarikan apa yang telah diajarkan oleh para wali dan beliau juga berbicara tentang keinginannya untuk membangun perguruan tinggi di lembaga pendidikan ma'arif NU. beliau juga menceritakan tentang pembangunan yang begitu pesat di MAMNU, yang katanya telah terdata secara jelas Akuntabilitasnya dan itu merupakan sesuatu yang menggelitik otak saya, karena menurut saya apalah makna dari pembangunan fisik yang pada prinsipnya itu hanya merupakan sarana?

Sarana yang terus-terusan dibangun supaya cukup dalam menampung kuota santri yang masuk. Padahal Bung Karno pernah berkata, “bahwa untuk menjadi bangsa yang besar dibutuhkan jiwa-jiwa yang besar” karna kita adalah bangsa yang besar, kita adalah bangsa Garuda bukan bangsa Eprit(burung pipit). Jadi pada paragraf kedua ini saya ingin mengatakan bahwa MAMNU perlu dibangun, MAMNU perlu di UPGRADE agar dapat melahirkan generasi muslim yang khaffah alim dan handal yang berkrakter dan akan dapat berkembang seiring berjalannya zaman dan keadaan, Bukan malah untuk mencetak generasi, karna barang cetakan belum tentu jadi ataupun berguna dan mungkin malah akan rapuh dan rusak seiring berjalannya waktu dan keadaan.

Namun ternyata ada hal yang memprihatinkan yang membuat saya merasa terbakar sendirian tadi malam. Ternyata pesatnya pembangunan berbanding terbalik dengan bisaroh(tunjangan) yang diberikan pada tenaga pengajar yang ada. berbanding terbalik juga dengan tausiyah perjuangan yang berulang kali di dengungkan dalam setiap rapat pertemuan. Dan mungkin tidak pernah ditemukan letak Akuntabilitasnya, antara jam sekolah, mengaji dan jam tambahan, baru tadi malam saya berfikir berapa utang uang bensin yang dimiliki seorang ustad hanya untuk memenuhi kehadirannya di jalan ciliwung nomer 56 dan juga tentang keluhan seorang ibu yang waktu untuk keluarga, bermasyarakat dan sawahnya banyak tersita namun tak juga dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Kemudian saya teringat kata-kata seorang teman yang ada di Jogja, bahwa Logika tanpa logistik nggak bisa jalan. Kata-kata itu mungkin bisa dijadikan sebuah pertimbangan dalam meniti sebuah perjuangan.

Sebagai seorang pemuda saya punya emosi besar untuk bertanya, namun saya tak punya nyali berbenturan dengan besarnya wibawa yang bagi saya kurang mengerti dengan urusan realitas. Tetapi ketika MAMNU dipandang sebagai sebuah lembaga yang terstruktur secara BOTTOM UP, saya malah jadi bingung harus bertanya pada siapa. jadi daripada saya harus merasa terbakar sendirian maka dengan mengharap izin dari yang maha kuasa tulisan ini saya haturkan dan apabila terjadi kesalahan dari saya mohon untuk diingatkan. Terimakasih

TAHUKAH ANDAA !!!

Sewaktu jadi presiden, Gu Dur menaikkan gaji PNS 50% dari gaji sebelumnya, yang kemudian itu membuka mata masyarakat Indonesia bahwa guru telah terlupakan.

“Jadi guru jujur berbakti memang makan hati” -GURU OMAR BAKRI (VIRGIAWAN LISTANTO)
Muhammad arwani. KADEMANGAN (08/08/2014)


Komentar