Kopi di pojokan perempatan balaikota
Ada dua hal yang aku benci waktu
kecil, yang pertama adalah Es lilin, entah kenapa aku tidak menyukainya, yang
pasti waktu itu rasanya tidak enak sekali. Aku sering menangis karena dijejali
es lilin oleh kakakku, yang memang waktu itu satu-satunya tempat peraduanku
adalah tangisan. Menangis hampir merupakan jajan harianku waktu itu, waktu aku
ber-umur sekitar tuju tahun, dan waktu itulah aku memiliki sebuah dunia
imajiner dengan persahabatan imejiner pula. Dan yang kedua adalah kopi, di
desaku kopi merupakan minuman orang-orang tua.
Anak-anak dianggap tabu jika
meminumnya, waktu umur 10 tahun aku menjadi orang yang tidak suka minum kopi
disaat teman-temanku mulai terbiasa meminumnya, karna ketika ada rumah yang
punya hajatan. Maka diasana anak-anak berkumpul untuk bermain bersama, dan
minuman utamanya adalah kopi. Aku masih belum berani minum kopi waktu itu, dan
sama sekali tak punya imajinasi tentangnya. Hingga aku sekarang menjadi lupa,
kapan saat pertama kali aku minum kopi.
Itu mungkin cerita singkat di masa
lalu untuk mengawali cerita saat ini, saat setelah diajak temanku minum kopi
bakar yang teste-nya terdiri dari varian
robusta dan arabika. Temanku memesan kopi exelsa rasa nangka. Kopi yang saat
tumbuhnya di dekat pohon kelapa, yang akhirnya mengandung sari-sari nangka dan
bau nangkanya menyengat sekali. Kalo boleh jujur sebenarnya aku sama sekali
tidak paham soal kopi, karna selama jadi mahasiswa aku adalah penikmat kopi
pragmatis.
Yang kerjanya menikmati kopi sambil nongkrong di warkop, atau pergi
ke warung kopi dengan tujuan pengen internet-an yang ujung-ujungnya juga pesan
kopi. Jadi singkat ceritanya ialah aku bengong di warung kopi, sembari merokok
aku mencoba untuk menerka-nerka apa sebenarnya kenikmatan kopi ini. Hanya
minuman hitam, pahit dan beraroma sedap. Meski tidak faham banyak soal kopi aku
diam saja dan bergaya tahu soal kopi di depan barista Nya. Meski dalam fikirku
dia sudah tau kalau aku orang yang awam soal kopi.
Biar bagaimanapun juga, setidaknya ada
dua hal yang aku dapatkan waktu itu. Yang pertama aku menjadi tahu empat jenis
kopi secara umum dan juga tingkatannya, mulai dari arabika, kemudian robusta, lalu liberika dan yang terahir excersa.
Pelajaran yang kedua adalah, jika kopi dinikmati sambil merokok maka sebenarnya
rasa kopi itu sendiri sudah tertutupi oleh nikotin dan hal itu dikatakan
ditengah aku sedang dalam kindisi pusing memikirkan nikmatnya kopi sambil
merokok. Tapi ada hikmah yang aku dapatkan sendiri akhirnya, satu kesimpulan
bahwa kenikmatan mungkin adalah urusan rasa dan jiwa yang tak bisa tak ada
dalam kamus logika.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya