menikah
Angin malam begitu dingin dan tak
kuasa rasanya diriku untuk menghindar darinya. Tubuhku yang tidak begitu
terbiasa dengan hawa dingin ini mulai terbiasa dengan hawa dingin, yang setiap
malam menyapa dan rasanya tak pernah mau untuk memberontak, pada alur musim
yang memang sudah waktunya.
Besok adalah hari dimana aku harus
mulai melakukan petualangan baru. Hari dimana aku akan melangsungkan hal
istimewa dalam hidupku. Yah, hari pernikahanku, hari yang sebagian besar orang
mengakuinya sebagai hari bahagia. Meski beberapa kejadian yang kulihat banyak
orang yang menangis saat pernikahaannya, namun menurutku setiap
airmata yang jatuh adalah tetes kebahagiaan dan rasa syukur.
Sudah hampir dua jam dan aku belum
juga bosan duduk di kursi sambil berkaca dengan baju pengantin yang tengah
kugunakan. Padahal waktu sudah menunjukkan jam duabelas siang dan aku sama
sekali belum makan apa-apa dari tadi pagi, namun sepertinya rasa bahagia ini
tidak memberiku kesempatan untuk sekedar merasa lapar dan membuatku ingin
makan. Saat ini aku hanya membayangkan suatu masa ketika aku memiliki keluarga,
menikmati hari-hari bersama istri dan anak, kita akan menjadi keluarga kecil
yang bahagia dan kita akan memberiakn yang terbaik untuk anak kita nanti.
Sehari sebelum pernikahan ini aku ingin mencoba menuliskan rencana rumah tangga
selama dua tahu dan yang terutama adalah membangun rumah sendiri saat setelah
anakku menjelang tiga sampai 3 tahun. Karna memang seperti itulah biasanya
masyarakat di desaku, kalau terus-terusan tinggal dirumah mertua atau orang tua
hanya akan menjadi gunjingan tetangga dan malah menjadi beban mental untukku
dan istriku kelak.
Selang beberapa menit saat aku aku
masih akan berencana berganti pakaian dan mulai memikirkan tentnag rencana
rumahtanggaku, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar.
“mas, mas irvan”
“iya, ada apa zak”
“ada surat mas, dari semarang untuk
sampean, gak tau dari siapa tapi ada inisialnya DV, tapi mungkin surat ucapan
selamat”
Karna
aku masih juga belum mengganti baju maka aku suruh saja adikku “si rozaki”
untuk memasuk kannya dari bawah pintu.
“masukkan aja dari bawah pintu zak,
entar tak ambil aku lagi sibuk ini soalnya”
“lah-lah, sibuk apa to mas-mas,
sampean dari tadi pagi juga belum makan low, kata ibuk sampean disuruh makan
dulu”
“ya, bentar lagi aku tak keluar dan
makan”
Setelah kufikir-fikir sepertinya memang
aku perlu unutk makan dulu karna aku butuh untuk menjaga kesehatan dan mungkin
nanti akan bertemu inspirasi yang cemerlang untuk menyusun agendaku, karna aku
kemarin telah direrima menjadi guru SMP Negri 1.
Saat ingin keluar dari kamar aku baru
teringat kalau adekku tadi mengantarkan surat, ku ambil surat itu lalukubuka
amplopnya.
Untuk orang
yang dulu begitu istimewa
Dari orang
yang katanya dulu dianggao istimewa
Maaf jika aku lancang mengirim surat, namun kurasa
kau perlu mengerti mengenai apa yang dirasakan seorang wanita ketika harapan
yang telah mengisi hatinya hilang entah kemana.
Pertama kali kutuliskan surat ini aku hanya ingin
kamu mengingat ketika dulu kau pernah berkata mengenai ketulusan cinta yang kau
nyatakan padaku. Kata-kata yang dulu kau ucapkan untuk menghiburku, kini telah
menjadi sampah dalam hatiku dan menyisakan rasa sakit hati yang begitu sulit untuk
kuobati. Setelah mendengar bahwa kau akan menikah dengan seorang putri di
desamu.
Aku ingin memberi tahu dirimu saat setelah kau
pulang kerumahmu dan nomormu sudah tidak dapat dihubungi lagi. sekarang aku
ingin bilang bahwa dirimu tak akan mengerti betapa bingungnya seorang wanita
yang telah ditinggalkan oleh harapan, cinta dan rayuan masadepannya sendiri.
kemudian seorang teman memberitahuku bahwa kau akan menikah dalam beberaoa hari
ini.
Maaf jika aku tak bisa mendoakanmu agar kau
bahagia, karna luka yang kurasakan karnamu masih saja menyiksa. Kau
meninggalkanku setelah hari wisuda dulu, kau seakan menghilang ditelan bumi
tanpa bisa aku hubungi, namun saat itu aku masih percaya akan janjimu. Karna
kau tetap berada di hati dan fikiranku, sampai saat aku menuliskan surat ini.
Kau tenang saja, aku tak akan bunuh diri. Walau
sampai saat in aku tak bisa membunuh perasaanku. Aku cukup diam saja disini dan
mencoba untuk sendiri dulu. Barabgkali ini memang luka hidup yang perlu aku
jalani. Di ujung surat ini aku ingin mengucapkan trimakasih padamu atas
semuanya. Dan tunggulah saat karma akan membalas sakit hati ini pada dirimu
atau mungkin anakmu,,
Surat
itu perlahan jatuh, dan rasa bersalahku tumbuh kembali. Dan aku tetap meyakini
apa yang membuatku membenarkan diri meninggalkannya.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya