Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2015

22/03/2015

Saat aku mulai ingin menulis, aku bingung sekali mengenai apa yang akan aku buat. Ada banyak tuntutan dan juga jenis tulisan yang ingin aku tulis, namun tak satupun dari jenis tulisan itu aku hasilkan. Entah karena aku kurang begitu punya inspurasi, atau mungkin aku memang tak punya bakat untuk hal ini. Bahkan semakin lama aku merasa isi kepalaku ini kosong. Walaupun sejak tadi aku tengah memikirkan banyak hal. Sesungguhnya aku awam sekali dalam hal menulis, jangankan merancang tulisan, mengenai sistematika dalam menulis saja aku masih berantakan. Aku jadi bertanya, apakah aku memang orang yang terlalu memperhitungkan teori?, atau memang aku terlalu malas untuk memulai sesuatu yang kadang dengan optimis telah aku rencanakan?. Dan semua itu bukan karna masalah keadaan atau karna adanya gangguan, tapi memang karna diriku tak pernah mau untuk melakukan perubahan secara mendasar. Aku masih saja seperti yang dulu, yang selalu berjalan mengalir mengikuti keadaan dan tidak pernah mau un

H

Setiap perkataan yang menjatuhkan, tak lagi kudengar dengan sungguh. Juga utur kata yang mencela, tak lagi kucerna dalam jiwa. Aku bukanlah seorang yang mengerti tentang kelihaian membaca hati, Kuhanya pemimpi kecil yang berangan, tuk merupah nasipnya. Lagu itu mengawali winam yang tersimpan dalam notebook milikku sore ini. Senja yang begitu berharga untuk dilewatkan dengan secangkir kopi dan rokok Gudang Garam Internasional yang akhir-akhir ini akrab dengan diriku. Saat dimana hari-hariku tak begitu berharga dan aku sendiri tak pernah yakin dengan masa depan yang telah menungguku disana. Impian yang sederhana namun tak pernah hilang dari ingatanku sampai saat ini. Sore ini mengantarkan ingatanku pada sosok tua di ujung timur pulau jawa. Seorang yang akan tetap tersimpan dalam bagasi sejarah yang terletak di ubun-ubun kepala. Meski saat ini aku tak pernah merindukannya namun aku tahu di hatinya masih ada harapan besar padaku, dan kau juga masih tetap mengingatnya dala

suprijadi

Kau pergi tanpa meninggalkan batu nisan Kau wariskan pada kami sebuah kemerdekaan Kau mengajariku tentang jiwa seorang pahlawan Hilangmu telah menjadi misteri Tingkahmu juga tak banyak dimengerti Jasamu juga tak menjadi mitos dan kefanatikan di saat ini Perangmu adalah amal suci Cintamu pada negri ini merupakan pengorbanan Semangatmu adalah nasehat utama para kiyai Dan kepemimpinanmu merupakan nilai keagungan Kau meninggalkan nama dan cerita Tak peduli dengan jabatan dan juga tahta Kau terus maju untuk kemerdekaan indonesia Tak perlu ritual untuk mengenangmu Tak perlu disebarluaskan mengenai nama dan jasamu Tak perlu diperdebatkan lagi tentang ada dan tiadamu Dan tak kuasa aku mencerutakan lagi apa yang telah kau berikan Bagiku kau mewakilo saudara-saudara kami Yang berperang karna cinta pada negri Yang maju membawa bambu dengan semangat yang berapi-api Kau seperti anak buahmu Yang tak perlu dituliskan namanya dalam lembar s

cinta hatiku

Tiga hari ini kulihat dirimu banyak merenung, dan aku juga tak kuasa menanyakan alasannya. Entah kenapa kau terlihat tak berdaya, akankah aku tidak cukup memberi perhatian padamu selama ini. Padahal kita sudah tiga tahun menikah, dan putri kita yang hebat itu telah menjadi bukti dari ketulusan cinta. Namun selama tiga masa itu kau sama sekali tak pernah menyatakan isi perasaanmu padaku, Dan aku juga tak pernah berani untuk menanyakan itu padamu.   Mungkinkah hubungan yang kita asumsikan untuk saling mengerti dan saling memahami dapat terwujud, jika hal itu terus kita asumsikan dalam benak kita masing-masing. Diammu adalah pertanyaan yang tak dapat aku jawab. Jangankan menjawab, mengasumsikannya saja aku tak mampu. Bagaimana mungkin aku dapat menjelaskan hati, yang dia sendiri seribu kali lebih luas dari pandangan-pandanga yang sampai saat ini aku terima. Menjelaskan isi hatiku sendiripun sampai saat ini aku masih belum mampu. Karna hati tidak seperti otak yang kata filosof di

sore hari

Adzan sudah berkumandang Tapi hatiku tak kunjung tenang Fikiran terus saja melayang Rasanya aku tak ingin untuk segera pulang Aku masih saja mendesah disini Mengobati aneka bekas luka yang sebenarnya tak bisa pulih kembali Semua ini layaknya lubang bekas paku Di ujung sore itu Kulihat anak-anak sedang asyik berlari Semuanya menggunakan sarung dan peci Hanya senyum kecil yang dapat kuberikan pada mereka Sambil merasa bahwa aku bukan bagian dari golongannya