17/04/2017
Malam ini emosiku tergerak untuk
menulis. Entah apa yang bisa kutuliskan, namun daripada menghabiskan waktu
untuk hanya merokok dan menonton hal yang gak penting aku paksakan diriku untuk
membuat sebuah tulisan.
Ingatanku terbawa pada masa
dimana aku menjalani sekolah menengah pertama. Aku seklah di MTs. Salafiah,
tempatnya kurang lebih hanya sepuluh menit dari rumahku jika di tuju dengan
menggunakan sepeda. Sekolahku masuk siang, jam masuknya mulai dari jam 13:00
sampai jam 17:00. Terus terang aku tidak begitu tertarik untuk mengikuti
pelajaran sekolah dulu, karna rasanya begitu membosankan. Entah kenapa?, barang
kali memang suasananya sangat tidak ideal untukku. Sebenarnya tidak hanya
sekolah, Pondokku pun juga begitu membosankan. Ada wacana yang berbenturan
antara aku bersekolah dan juga saat aku berada di pondok salaf waktu itu. Satu sisi
waktu itu pondok salaf terlalu mengkritisi sekolah umum dan disisi lain juga sekolahku
waktu itu juga bersifat Ill Feel dengan
pondok salaf. Dengan pengalaman yang seperti itu setiap hari rasanya bagiku
sekolah dan mengaji adalah sesuatu yang sama-sama membosankan untuk dijalani. Hal
yang menarik bagiku waktu itu adalah menonton TV dan juga mencari tahu soal musik.
Namun yang aku ingat pada masa itu adalah satu kejadian yang secara sadar
membentuk refleksi hingga malam ini. Meskipun ceritanya hanya merupakan
kejadian sederhana.
Setiap kali aku berangkan sekolah
selalu kusempatkan waktu untuk berpamitan kepada bapakku. Sembari mencium
tangannya dan berharap berhasil berkat doanya. Pada suatu hari aku tengah
berpamitan dengan bapakku seperti biasanya. Bapakku sedang berada di kamar
untuk tidur siang, aku pergi ke kamar dan di dalam kamar aku melihat beliau
sedang tidur dengan posisi berbaring.awalnya aku tak enak hati untuk mengganggu
bapak yang sedang tidur, jadi aku pandangi saja beliau tidur berbaring selama
hampir dau menit. Namun karena rasanya bakal kurang afdol jika tidak berpamitan dan mencium tangan bapak, maka aku
sempatkan untuk mengucapkan pamit kesekolah dan mencium tangannya kemudian
berangkat ke sekolah.
Dalam perjalanan ke sekolah
fikiranku tak bisa lepas dari saat mengamati saat belau tertidur tadi. Rasanya ada
ketakutan yang sangat tinggi jika tiba-tiba saja bapakku harus tiada lagi di
dunia ini. Aku bahkan belum membuatnya bangga. Ada banyak hal yang malah hanya
membuatnya kecewa dan marah padaku. Dari pengalaman itulah aku mulai dengan
sadar berusaha untuk menyempatkan diri mendoakan bapak dan ibu. Yah, meski pada
akhirnya kesadaran itu terlemahkan oleh banyaknnya kenakalan yang aku lakukan. Namun
entah mengapa malam ini aku mengingat kembali akan kejadian itu, disaat aku tengah
mengalami kenyataan yang begitu nista sebagai anak?.
Semoga bapak dan emak selalu kau
kasihi, aku yang nista iaani memang pantas kau benci.
Aku juga sayang mbakku, semoga mbak
Ria yang dalam minggu ini munkin melahirkan akan sehat-sehat selalu. Semoga akan
hadir tuan putri dirumah.
Rasanya sedih karna aku tak bisa
membantu banyak.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya