17/6/2017


Pada suatu hari saya bertemu dengan orang yang tak saya harapkan.  Dia adalah orang yang pernah mengisi hari-hari dalam impian masa lalu saya.  Dia adalah motivasi subjektif di saat itu,  saat saya berjalan meniti hidup dan masa depan yang belum juga jelas.  Dia sepertinya sudah berubah.  Kenapa saya bilang sepertinya?,  karena saya masih saja belum bisa melupakan dirinya dimasa lalu. Hal yang bagi saya begitu tidak mudah.

Saya hari ini masih eksis,  artinya saya masih ada dan bergerak dalam ruang pekat saya. Namun di sini saya sebenarnya tengah tenggelam oleh masa lalu saya. Masa lalu itu adalah akibat dari kesalahan dari sikap saya sendiri dalam menanggapi keadaan. Dia terlihat kuat,  saya tak tahu benar apakah masih ada gejolak dalam hatinya mengenai saya. Saya berharap hatinya lebih luas dari yang dulu.

Dia yang menganggap dirinya sebagai pelangi, sesuatu yang disukai banyak orang dan diharapkan ada. Sebuah uraian dari warna matahari yang dihasilkan dari bertemunya cahaya dengan titik-titik air. Kadang pelangi itu hadir setelah hujan.  Kadang pula di sebuah pagi yang ramai dengan embun. Namun aku pernah melihat pelangi itu tampak dalam titik-titik air pada ombak di lautan.

Saya sering merindukannya. Atau mungkin malah selalu merindukanmu. Tapi akal sehat tak begitu saja membiarkanku terus menantimu di sanalah aku rasakan kebimbangan luar biasa. Kita bisa pergi begitu saja, saling meninggalkan dan memutuskan membenci. Namun semua yang sudah terlewati bersama tak bisa begitu saja dihapus. Bisa jadi akan terhapus oleh waktu yang lama, tapi tetap rentan untuk muncul kembali, kita bisa mencatat apa dan ke mana kita menuju. Tapi itu tetap bukan takdir yang akan kita jalani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"