18/11/2017


Akhir-akhir ini rasanya tubuh dan fikiranku kacau. Kufikir hanya fikiranku saja yang semula kacau. Ternyata tubuhku pun juga. Hampir setiap malam aku merasa masuk angin dan ada waktu dimana aku mual dan ingin muntah. Aku menjadi orang yang tak sekuat biasanya. Fikiranku bertanya, inikah bagian dari tantangan yang harus kulalui untuk menyelesaikan masalah yang saat ini harus kuhadapi?, apakah harus seperti ini?, adakah ini menjadi pembatas antara masalaluku dan yang akan datang?.
Dari novel yang tadi selesai aku baca, aku menyadari bahwa banyak orang juga mengalami masa kacau dalam hidupnya. Masa dimana setiap hari dan setiap kegiatan adalah kebodohan dan ke-sia-siaan. Dan kemudian mereka dengan tekun bisa bangkit dan mulai bisa dipandang sebagai orang. Kini aku mengalaminya, masa kelam yang begitu buruk dalam perasaanku. Tak ada lagi semangat, tak ada lagi harga diri, tak punya reputasi dan tak mendapat kepercayaan. Semuanya itu mengitari keadaanku. Aku menyesali apa yang telah aku lakukan meski kadang secara malu-malu aku masih menginginkannya. Akal sehatku rasanya tak mampu berbicara dengan tegas. Ego dan luka dalam diriku hanya akan membuatku sakit dalam melangkah. Aku kehilangan pegangan, aku tengah kehilanga tujuan, aku tak bisa menentukan kemana langkahku esok hari, atau bahkan satu jam kedepan. Aku kehilangan diriku atau malah sama sekali belum bisa menentukan siapa diriku. Aku adalah seorang “senja” yang kehilangan pagi. Padahal aku tahu “pagi” begitu berarti. Pagi adalah semangat hidup, pagi adalah jalan menjalani kehidupan, pagi merupakan perwujudan dari hidupnya dunia dan gairah untuk menghidupi kematian. Aku merasa pagiku telah hilang dan yang tersisa hanyalah senja yang malas, bersama dengan kenangan yang masih saling berpelukan.
Aku berusaha melepaskan pelukan kenangan itu. Berusaha meng-ikhlaskan semuanya. Tapi nyatanya sampai saat ini aku masih membawa barang rampasanku atasnya. Ini sebuah pilihan yang sulit. Keadaanku akan makin kacau tanpa alat ketik ini. Meski beigtu aku akan berusaha menjaganya, tak akan aku biarkan apa yang dia titipkan padaku selama ini sia-sia. Aku sungguh bingung sekali saat harus bebicara mengenai dia.  Awal dari semua kesalahan yang terjadi antara aku dan dia adalah kebodohan dari sikapku. Aku tak memiliki keberanian yang murni dan kuat untuk menjalani apa yang telah aku putuskan. Akupun tak mampu untuk mengontrol diriku untuk berfikir lebih jauh mengenai yang sebaiknya. Aku akui saja kalau saat itu aku masih menghamba pada gengsi, nafsu, ego dan juga omongan orang lain. Aku tak bisa menghadapi ujian atas sikapku di medan itu. Hingga saat semuanya kacau, aku malah mencari pembenaran atas diriku. Aku tak mampu teguh pada sikap dan keputusan yang aku buat sejak awal. Itu satu hal yang membuatku terlihat belum dewasa sebagi manusia.
Semua ini memang soal aku dan diriku. Ini bukan lagi soal pengaruh masa lalu keluargaku hingga menjadi aku. Aku bisa memahami mereka dan mengerti akan sikap dan situasi mereka. Kini memang masaku untuk bisa berfikir, bersikap dan bertindak dengan diriku yang merdeka. Tapi ternyat yang kulakukan adalah kesalahan besar dan malah merepotkan mereka. Aku baru menyadari, benar bahwa hartaku yang paling berharga adalah mereka, keluargaku. Maka dengan itu aku musti menjaganya dari akibat kesalahanku. Aku harus menghadapi semuanya yang harus kuselesaikan. Menjawab persoalan yang selama ini menjadi masalah atas dirku. Akan ku korbankan diriku untuk semua itu. Hingga tak ada satu titik pun yang akan menjadi dampak untuk keluargaku. Ehm........

Komentar