Berdamai dengan diri

Terkadang aku bertanya pada diri. Apakah aku sudah bisa mengikhlaskan dan memaafkan apa yang sudah terjadi? Jawabannya terasa tidak, tetapi terkadang bisa iya. Namun apapun yang terjadi kita memang tidak akan sanggup memutar waktu. Kenyataan yang buruk di masa lalu sangat bisa menghentikan langkah kita. Bergerak maju tidak begitu saja mengindarkan kita dari masa lalu. Kurasa benar bahwa “hidup bukanlah soal masa depan, tetapi soal hari ini yang harus lebih baik dari hari kemarin”[1].

Pada akhirnya semua ini bukan soalapa yang kau tanam akan kau tuai. Kesetiaan yang kau tanam ternyata tidak berbuah manis. Loyalitas yang kau berikan juga sudah tidak berarti apa-apa. Bahkan “kawan” yang kau jaga malah menertawakanmu di belakang. Mungkin ada dua hal yang seharusnya kau perhatikan selama ini.

Pertama. Kau terlalu sombong dengan apa yang kau anggap milikmu. Seharusnya kau sadar bahwa kesombongan adalah api. Api bisa menghanguskan materi, api bisa membuat air menguap dan api juga mampu membuyarkan ketenangan. Saat ketenangan sudah buyar, maka hanya ada nafsu dan juga ego. Kedua hal itu bisa merusak apa saja.

Kedua. Kau kurang bisa menerima. Tentunya ada beberapa atau banyak hal di dunia ini yang cukup hanya kau terima. Seberapapun berat dan sakit saranya, itu terganung kekuatan hatimu. Ingatlah, temanmu pernah mengatakan, hari ini perlu dilewati, sembari berharap besok akan ada cerita yang berbeda. Jika hari ini kau merasa tidak bahagia, itu bukan karena masa lalu. Tetapi karna kau tidak berusaha lebih baik dari masa lalu. Atau kau tidak sedang menyapkan diri untuk mesok. Kau hanya meratapinya saja.

Sebaikanya memang kau berdamai. Bukan dengan mereka atau dengan apapun di sekitarmu. Melainkan dengan dirimu sendiri. Terkadang dendam yang terus ada bukan karena rasa sakitnya, melainkan karena dirimu sendiri memanglah pendendam. Begitu juga dengan perasaan lain seperti bosan, benci dan juga sakit. Kali ini mungkin kau hanya perlu menerima semuanya, biarkan sejarah meniali siapa yang salah dan yang paling salah. Kesalahan akan tetap menjadi kesalahan, meski dihias dengan intan. Ingat-ingat saja dalam dirimu, bahwa senja itu fana.

Senja itu fana
Yang kekal adalah cahaya
Masih saja kau genggam kata
Sedang lalu tertawa di balik lentera
 Ketidak damaianmu dengan masa lalu dan dengan yang diluar dirimu adalah subproblem
Problem utamanya adalah, “dirimu” yang tidak damai



[1] Ungkapan Pidi Baiq

Komentar