Dendam Yang Terus Mengendap


Kamu pasti tau rasanya disakiti seseorang. Seseorang yang kamu harapkan bisa ber-cemistry dengamu. Tapi ternyata dia berkhianat. Pada awalnya persoalannya cukup sederhana. Mungkin karna ketidakpuasan pribadi, atau ego yang terlalu tinggi. Tapi kemudian egomu juga ikut memperkeruh keadaan, kamu juga tak bisa mengontrol emosi. Terkadang kemarahanmu meluap tidak pada waktunya, terkadang pula emosimu mengendap hingga kemudian meledak tak karuan. Hingga tiba pada masanya, kamu tidak bisa bilang bahwa kamu adalah korban dan tidak ikut bersalah. Karna saat kamu menganggap dirimu begitu, itu berarti kamu munafik.

Mungkin kamu berusaha untuk tenang. Tetapi ketenangan sembari membawa rasa benci adalah kesalahan. Tampak dalam hati kecilmu kamu mengharapkan dia bakal merasakan rasa sakit yang sama, sebagaimana kamu dikhianatinya. Kamu meyakinkan dirimu dengan teori “karma”, bahwa dia yang menabur pasti akan menuai. Dalam egomu pula kamu ingin sekali melihat diahancur di depan matamu. Itu semua membuatmu lupa kalau “Tuhan maha asik

Mungkin sebaiknya kamu mawas diri. Berusaha menengok kedalam dirimu sebelum berucap. Dalam dirimu juga ada banyak kenaifan dan dendam. Benih-benih kebencian tumbuh subur di hatimu. Kau bukan orang baik dan selamanya tidak akan pantas dianggap baik. Seharusnya kau bertanya, mengapa semuanya menjadi begini? Dan jawabannya ada pada evaluasi dari setiap kesalahannmu.
Semoga saja kamu lekas mengerti dan mau berindak. Karna percuma saja dengan setiap makna yang kau dapat jika tak dijalankan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"