18/04/2018
Selamat malam.
Malam ini aku tak tahu harus melakukan apa? Seharusnya aku focus
belajar untuk ujian Munaqosah besok, tapi aku tak tahu harus kuawali
dari belajar dari mana. Hingga akhirnya aku putuskan untuk menuliskan sesuatu. Entah
hal ini akan cukup membantu atau tidak, aku juga tak yakin bahwa semuanya akan
berjalan lancar besok.
Kini sepertinya aku hanya ingin bicara soal diriku. Aku mulai
dari ingatanku saat kecil. Aku bukan anak yang baik sejak kecil bahkan sampai
sekarang. Semua karena aku yang tidak begitu pandai dalam berlajar dan
bersikap. Tapi bisa jadi karena keluargaku yang salah mendidik. Aku tumbuh
dengan ketiadaan sosok ibu. Bahkan sejak aku belum bias berjalan. Aku tidak bisa
bilang kalau itu salah ibuku. Mungkin saat itu memeng tekanan begitu kuat
mendorongnya terbang ke malaisya. Tapi itu seperti menjadi masalah utama dalam
hidupku. Karena dari situ sepertinya aku hanya hidup bersma makan dan perintah.
Bahkan saat itu tak ada yang mengingatkan untuk makan. Karna makan sudah menjadi
kebiasaan dan kebutuhan yang harus dilakukan sendiri. Bahkan jika makan terlalu
banyak, maka hanya akan jadi bualan. Mungkin bagi orang lain itu hal sepele,
tapi bagiku hal seperti itu cukup berharga.
Ada yang bilang bahwa pendidikan utama dalam hidup adalah
keluarga. Aku sepakat dengan hal itu meski hal itu tak terjadi padaku. Dalam keluarga
aku hanya tahu disalahkan, bahkan saat aku harus pulang dengan menangis aku juga
tetap disalahkan. Terkadang aku merasa diriku tak pernah ada, karna sedari
kecil karakterku sudah mati. Aku tak pernah kenal siapa aku dan siapa yang
harus aku contoh. Apakah ibuku atau ayahku? Aku para saudaraku? Semua sama
saja.
Ada banyak hal tidak menyenangkan yang kuingat. Terkadang hal
itu terlintas begitu kuat di fikiran dan menyulut emosi. Mungkin bagi sebagian
orang hal itu tak pantas untuk diingat. Tapi bagiku hal itu tak layak untuk
dilupakan. Karena aku merasa dari sanalah aku terbentuk. Aku banyak mengalami
kegagalan selama ini. Hal itu teradi karena kesalahan sikapku, namun sikapku
terbentuk karena semua yang kualami dahulu. Orang bisa menganggap aku hanya
mengungkit, tapi tanpa itu, semua ini takkan pernah jelas. Meski semua takan
bisa di selesaikan hanya dengan mengungkit masa lalu.
Sampai detik ini memnag aku tak pernah berhenti mengungkit
masa lalu. Hal itu membuat aku lupa untuk bersyukur dan berfikir maju. Ini menjadi
problem tersendiri dalam hidupku saat ini. Di tengah keadaanku yang belum
sepenuhnya mandiri, aku terjebak dalam kubangan fikiran masalalu itu. Jujur aku
tidak begitu menikmatinya, namun untuk keluar darinya. Rasanya bukan hanya soal
ikhlas dan melupakan. Akupun juga belum banyak belajar dari semua itu. Aku tahu
saat aku menyalahkan yang lain maka yang lain juga akan menyalahkan lainnya
juga. Sedikit banyak aku mengerti dengan
kompleksitas masa lalu itu. Aku bahkan menyangkan bahwa ini adalah sebuah karma
yang musti dibayar oleh semuanya. Tidak hanya aku.
Dalam masalah karma yang ada hanyalah soal menabur dan
menuai. Entah siapa yang menabur benih kekacauan di masa lalu itu, dia pasti
menuai. Mereka semua berurusan dengan apa yang mereka tabur, begitu juga dengan
aku. Dengan begitu aku sedikit mengerti bahwa semua ini bukan hanya tentang
aku. Jika mereka menuai dengan apa yang merka tabur dahulu, aku juga akan
berurusan dengan apa yang aku tabur.
Entahlah, saat ini yang tinggal hanya nafas. Dari sana aku
merasa bahwa aku masih diberi hidup. Entah untuk apa? Entah untuk siapa? Jika aku
tak bisa meninggalkan masa lalu itu, maka sepertinya aku musti membuat diriku
lebih besar darinya, sehingga aku mampu berjalan sembari memikulnya. Tapi itu
mungkin hanya sebatas omong kosong belaka.
Memang benar ini hanya omong kosong belaka. Sebuah ungkapan
pengalihan karna aku tak tahu harus belajar apa untuk Ujian Munaqosah besok.
Mirip seperti anak SMA yang belajar saat malam sebelum ujian. WHAT THE FUCK
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya