Tidak Ada Kesimpulan
Beberapa saat menjelang terbit fajar, tiba-tiba saja aku
terbangun dari tidur. Entah karena alasan apa? Bisa jadi karena ingin ke kamar
mandi. Kemudian kuputuskan untuk ke kamar mandi dan setelah itu kembali tidur
lagi. Namun kesadaran tak kunjung hilang,
entah karena memang sudah cukup waktu untuk beristirahat atau memang pikiran
sedang tak tenang. Akhinya kuputuskan saja untuk duduk dan melihat sekitar
rungan. Kulihat kembali buku-buku yang tertata rapi, beberapa pakaian yang
belum dicuci dan kertas-kertas yang tengah berserakan di sekitar lemari. Ada
cukuo banyak kertas disana, ada kertas amplop, struk belanja, kwitansi dan juga
undangan pernikahan dari teman. Secara tidak sadar tangan ini meraba kasur
untuk menemukan SmartPhone namun ternyata batrenya sudah habis.
Jadi pada
akhinya yang dilakukan adalah mengambil salah satu buku dan membukanya.
Tidak seberapa lama membaca buku ternyata perut terasa
lapar. Ketika fikiran sudah berbicara pada diri bahwa ia butuh makan, maka
kondisi diri akan menyesuaikan menjadi lapar. Hingga akhirnya konsentrasi dalam
membaca buku pun lama-lama terkurangi. Kemudian kuputuskan untuk keluar di
warung terdekat yang buka 24 jam. Memesan menu yang baru saja dibuat di etalase
warung. Kondisinya masih hangat dan sepertinya segar. Pada saat makanan tengah
disiapkan, fikiranku terbawa pada banyak pertanyaan dalam diriku sendiri. “apa
yang selama ini kulakukan? sudahkah aku bersiap hidup untuk masa depan? apakah
selama ini ada kemajuan dalam hidupku untuk lebih baik?” pertanyaan itu seperti
mengintrogasi disiku bahkan saat tengah makan. Disana mungkin aku tidak sadar
aku tengah makan dengan begitu pelan, karena dilakukan sambil melamun.
Perlahan-lahan aku coba teliti kembali apa yang sudah kudapatkan dari apa yang
pernah kujalani. Rasanya aku hanya mendapatkan sesuatu yang setengahnya hilang.
Mugnkin karena tak ada totalitas, masih hanya mengikuti arus dan tentu saja
penyakit yang tak pernah aku sungguh-sungguh hadapi, yakni malas.
Perlahan aku sadari disana, bahwa selama ini aku tak ada
ekspektasi, tak berusaha meraih mimpi dan itu berarti aku tak ada arah dan
tujuan. Aku hanya seperti menanti kebetulan yang kuanggap akan menguntungkan
tanpa perlu diupayakan. Situasi yang kujalani saat ini adalah hasil dari
perjalananku di tahun-tahun kemarin, namun terasa semunya kosong tanpa ada rasa
mendapatkan sesuatu. Aku hanya mendapatkan konsekuensi dari perjalanan itu dan
tidak mendapatkan apa yang berguna dalam ukuran saat ini. Ini mungkin efek dari
ketidak sadaran, atau mungkin juga aku mulai berfikir oportunis. Ah, sepertinya
ini bukan soal oportunisme, ini adalah perkara hidupku yang tak tertata dari
dulu. Kesalahanku yang hanya anhyut dalam keadaan, tidak mau meluangkan waktu
untuk membaca diri sendiri.
Makanan sudah habis dan saatnya untuk melengkapi dengan
sebatang rokok. Ada rasa berandai-andai mengenai masa lalu yang seharusnya
kulakukan, namun segera aku hilangkan perasaan itu. Sepertinya tak ada gunanya berandai
pada sesuatu yang sudah jauh tertinggal. Karna pada dasarnya, yang terasa
adalah penyesalan dan rasa dendam. Yah, bagiku mangingat masa lalu tidak hanya
menghasilkan sesal, namun juga menumbuhkan kembali rasa dendam.
Rokok tinggal setengah batang. kuputuskan untuk membayar
makan dan kembali ke kamar. Aku berjalan sambil melamun, juga sambil merasakan
hawa sepoi-sepoi angin pagi. Ternyata cukup lama aku tidak hadapan dengan angin
subuh. Seperti harus berkenalan kembali. Barang kali kita sudah saling lupa,
atau mungkin aku yang terlalu mudah lupa. Bisa jadi kita memang tidak pernah
saling kenal namun selalu merasa familiar satu sama lain. Tapi kenapa seolah
dia menghadangku. Membrondongku dengan berbagai pertanyaan. “kemana saja kau
selama ini? Bagaimana keadaanmu? Apakah kau terlalu sibuk? Hingga kau alihkan
aku dari fikiranmu. Atau kau hanya pura-pura tak mengerti bahwa kita pernah
saling kenal, atau setidaknya sempat sama-sama merasa familiar”
Perasaanku semakin kalut. Rasanya tak ada yang akan berakhir
dengan baik-baik saja dalam hidupku ini. Ada waktu diamana sebuah kebiasaan
tidak berjalan dengan semestinya bukan. Aku lanjutkan langkahku menuju kamarku
yang pengap itu. Sampai dikamar aku hanya diam. Kupandangi buku-buku dikamarku
dengan fikiran yang kosong. Tak tahu apa yang harus kulakukan padanya. Tapi kemudian
buku-buku itu juga malah memberondongku dengan banyak pertanmyaan.
“hey kau pemalas. Dasar manusia tak berguna”
Fikiranku yang kosong kembali terisi dengan pertanyaan. Mengapa
buku-buku itu mengungkapkan hal itu kepadaku? Padahal meraka sudah aku baca
satu-persatu.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya