Selera Musik Kita Tak Lagi Sama
Laras hari, berkelana iris janji
Menghuni bisikan, hisikan memacu hasrat
Desir-desir mimpi, isyaratkan legit dunia
Aku kembali memutar lagu itu. Lagu yang dulu sering kita nyanyikan bersama. Juga grup band yang sama-sama kita idolakan. Aku yakin kau juga masih mengingatnya. Musiknya bagus, terkadang liriknya mampu mewakili perasaan kita di waktu muda.
Kita pernah sama-sama berlomba untuk membeli koasnya. Atau saling bertukar kaset album terbarunya. Saat era album Pandawa Lima sudah selesai, kemudian Ahmad Dhani dan Andra Ramadhan bikin Ahmad Band, kau mulai kehilangan ketertarikan untuk mengidolakan. Aku pun mengikuti mengikuti pendapatmu dan kita masih konsisten mendengarkan album Pandawa Lima juga album Bintang Lima.
Namun saat mereka bangkit lagi bersama Once, kamu bersikap pesimis. Akupun begitu, karena bagi kita, musik DEWA 19 yang syahdu tak akan lengkap jika bukan dinyanyikan oleh Ari Lasso. Namun setahun kemudian kita menemui kenyataan berbeda.
Band idola kita itu makin sering muncul di televisi. Kabarnya kasetnya pun terjual jutaan kopi. Diam-diam kita ingin membeli kaset terbarunya. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk membeli dahulu kaset album Laskar Cinta. Perasaanku pun berubah akhirnya. Dewa 19 jadi lebih rock dan suara Once cocok dengan musik Dewa yang sekarang. Hingga pada suatu hari kita bicara mengenai hal itu.
Aku bertanya padamu
"Bro, menurutmu bagus mana antara dewa jaman Ari Lasso sama Once?"
"Yaa, keduanya sih sama-sama bagus. Cuman rasanya, makin kesini dewa makin berasa rock musiknya. Lagu yang melow sepert cintailah cinta atau hidup ini indah memang bagus sih, tapi rasanya kurang greget aja menurutku"
"Ya mungkin memang sekarang eranya musik rock. Atau memang karena lagu-lagu yang sekarang disesuaikan sama karakter vokalnya Once"
"Bisa jadi sih begitu"
"La kalau menurutmu gimana Dewa yang sekarang?"
"Ya bagus sih. Tapi rasanya harus dipilah-pilah kalau Dewa yang sekarang. Ada yang aku suka dan ada lagu-lagu yang aku kurang suka dengernya. Beda sama jaman Ari Lasso dulu. Rasanya hampir semua lagu jaman Ari Lasso aku suka. Eh, kamu ngikutin gak? Kan si Ahmad Dhani kabarnya mau cerai dengan Maya Ahmad istrinya itu?"
"Wah, aku gak tau kalo saol itu. Ngapain juga ngurusin rumahtangganya. Kita kan taunya Dewa 19 dan lagu-lagunya. Kalo lagunya bagus ya kita suka, kalo jelek ya gak usah di dengerin. Gitu aja kog repot."
"Wah. Kamu kog bijak to bro" sahutku.
"Bijak mbahmu. Wong aku cuman gak suka update gosip yang kayak gitu kog"
Setahun kemudian kita lulus SMA. Kau melanjutkan kuliah ke luar kota. Sejak saat itu kita jarang sekali berkomunikasi. Wajar saja, anak muda seusia kita waktu itu lebih suka menghabiskan pulsa untuk SMS cewek dan memakai telepon gratisan buat PDKT sama gebetan.
Tanpa terasa waktu sudah berjalan empat tahun dan kau kabarnya belum lulus juga di sana. Terakhir kali bertemu denganmu kita ngobrol di warung Mie Ayam di samping Pasar. Kita tak banyak membicarakan mengenai band idola kita itu. Kau terlihat lebih suka musik indie. Menuruku sebenarnya kau cuma terkesan dengan idealisme penulisnya saja.
Aku pun kau ajak mendengarkan lagu-lagu koleksimu. Sebenarnya aku juga suka mendengarkannya. Tapi entah kenapa kesan sukaku hanya ada pada saat kau yang memutarkan lagu itu. Kemudian kau mulau bercerita tentang isi dan semangat "pemberontakan" pada lagu itu. Namun saat kau tak disini, aku akan kembali menyukai musik yang ada pada umumnya, yang menurutku lingkungan sekitarku juga menyukainya. Aku bisa mengerti disana aku berada dalam ekosistem yang berbeda dengan apa yang ada disini. Kabarnya kau disana aktif dalam organisasi di luar kampus.
Kini, Sosial Media membuat kita bisa bertukar kabar tanpa harus saling bicara. Kau terlihat menjadi sosok yang kritis dalam melihat perpolitikan nasional. Suatu kali aku melihat kau me-retweet sebuah portal berita. kau tuliskan komentarmu disana "setiap tindakan pasti ada konsekuensinya". Berita itu adalah mengenai personil band idola kita yang dipenjara. Dari sana aku melihat kau sudah berbeda. Kau tak lagi orang biasa yang punya idola pada karyanya.
Sebenarnya dalam tweet itu aku ingin berkomentar "Ngapain kamu ngurusin pribadi orang yang jauh brow, mendingan urusi saja pribadi tetangga sebelah atau temen-temen ngopi mu" tetapi aku tak mau merusak semangatmu waktu itu. Kubiarkan saja. Mungkin selera musik kita memang sudah berbeda.
Kulanjutkan memikirkan dirimu saat itu sambil mutar lagu yang dari dulu aku suka.
Kamulah satu-satunya, yang ternyata mengerti aku
Maafkan aku selama ini, yang sedikit melupakanmu
Cerpen ini ditulis saat saya sedang dalam pengangguran
Bingung mau ngapain
Sambil malas dan mendengarkan lagi Dewa 19
Menghuni bisikan, hisikan memacu hasrat
Desir-desir mimpi, isyaratkan legit dunia
Aku kembali memutar lagu itu. Lagu yang dulu sering kita nyanyikan bersama. Juga grup band yang sama-sama kita idolakan. Aku yakin kau juga masih mengingatnya. Musiknya bagus, terkadang liriknya mampu mewakili perasaan kita di waktu muda.
Kita pernah sama-sama berlomba untuk membeli koasnya. Atau saling bertukar kaset album terbarunya. Saat era album Pandawa Lima sudah selesai, kemudian Ahmad Dhani dan Andra Ramadhan bikin Ahmad Band, kau mulai kehilangan ketertarikan untuk mengidolakan. Aku pun mengikuti mengikuti pendapatmu dan kita masih konsisten mendengarkan album Pandawa Lima juga album Bintang Lima.
Namun saat mereka bangkit lagi bersama Once, kamu bersikap pesimis. Akupun begitu, karena bagi kita, musik DEWA 19 yang syahdu tak akan lengkap jika bukan dinyanyikan oleh Ari Lasso. Namun setahun kemudian kita menemui kenyataan berbeda.
Band idola kita itu makin sering muncul di televisi. Kabarnya kasetnya pun terjual jutaan kopi. Diam-diam kita ingin membeli kaset terbarunya. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk membeli dahulu kaset album Laskar Cinta. Perasaanku pun berubah akhirnya. Dewa 19 jadi lebih rock dan suara Once cocok dengan musik Dewa yang sekarang. Hingga pada suatu hari kita bicara mengenai hal itu.
Aku bertanya padamu
"Bro, menurutmu bagus mana antara dewa jaman Ari Lasso sama Once?"
"Yaa, keduanya sih sama-sama bagus. Cuman rasanya, makin kesini dewa makin berasa rock musiknya. Lagu yang melow sepert cintailah cinta atau hidup ini indah memang bagus sih, tapi rasanya kurang greget aja menurutku"
"Ya mungkin memang sekarang eranya musik rock. Atau memang karena lagu-lagu yang sekarang disesuaikan sama karakter vokalnya Once"
"Bisa jadi sih begitu"
"La kalau menurutmu gimana Dewa yang sekarang?"
"Ya bagus sih. Tapi rasanya harus dipilah-pilah kalau Dewa yang sekarang. Ada yang aku suka dan ada lagu-lagu yang aku kurang suka dengernya. Beda sama jaman Ari Lasso dulu. Rasanya hampir semua lagu jaman Ari Lasso aku suka. Eh, kamu ngikutin gak? Kan si Ahmad Dhani kabarnya mau cerai dengan Maya Ahmad istrinya itu?"
"Wah, aku gak tau kalo saol itu. Ngapain juga ngurusin rumahtangganya. Kita kan taunya Dewa 19 dan lagu-lagunya. Kalo lagunya bagus ya kita suka, kalo jelek ya gak usah di dengerin. Gitu aja kog repot."
"Wah. Kamu kog bijak to bro" sahutku.
"Bijak mbahmu. Wong aku cuman gak suka update gosip yang kayak gitu kog"
Setahun kemudian kita lulus SMA. Kau melanjutkan kuliah ke luar kota. Sejak saat itu kita jarang sekali berkomunikasi. Wajar saja, anak muda seusia kita waktu itu lebih suka menghabiskan pulsa untuk SMS cewek dan memakai telepon gratisan buat PDKT sama gebetan.
Tanpa terasa waktu sudah berjalan empat tahun dan kau kabarnya belum lulus juga di sana. Terakhir kali bertemu denganmu kita ngobrol di warung Mie Ayam di samping Pasar. Kita tak banyak membicarakan mengenai band idola kita itu. Kau terlihat lebih suka musik indie. Menuruku sebenarnya kau cuma terkesan dengan idealisme penulisnya saja.
Aku pun kau ajak mendengarkan lagu-lagu koleksimu. Sebenarnya aku juga suka mendengarkannya. Tapi entah kenapa kesan sukaku hanya ada pada saat kau yang memutarkan lagu itu. Kemudian kau mulau bercerita tentang isi dan semangat "pemberontakan" pada lagu itu. Namun saat kau tak disini, aku akan kembali menyukai musik yang ada pada umumnya, yang menurutku lingkungan sekitarku juga menyukainya. Aku bisa mengerti disana aku berada dalam ekosistem yang berbeda dengan apa yang ada disini. Kabarnya kau disana aktif dalam organisasi di luar kampus.
Kini, Sosial Media membuat kita bisa bertukar kabar tanpa harus saling bicara. Kau terlihat menjadi sosok yang kritis dalam melihat perpolitikan nasional. Suatu kali aku melihat kau me-retweet sebuah portal berita. kau tuliskan komentarmu disana "setiap tindakan pasti ada konsekuensinya". Berita itu adalah mengenai personil band idola kita yang dipenjara. Dari sana aku melihat kau sudah berbeda. Kau tak lagi orang biasa yang punya idola pada karyanya.
Sebenarnya dalam tweet itu aku ingin berkomentar "Ngapain kamu ngurusin pribadi orang yang jauh brow, mendingan urusi saja pribadi tetangga sebelah atau temen-temen ngopi mu" tetapi aku tak mau merusak semangatmu waktu itu. Kubiarkan saja. Mungkin selera musik kita memang sudah berbeda.
Kulanjutkan memikirkan dirimu saat itu sambil mutar lagu yang dari dulu aku suka.
Kamulah satu-satunya, yang ternyata mengerti aku
Maafkan aku selama ini, yang sedikit melupakanmu
Cerpen ini ditulis saat saya sedang dalam pengangguran
Bingung mau ngapain
Sambil malas dan mendengarkan lagi Dewa 19
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya