Di Warung Kopi

Pagi ini aku bangun jam 12 siang. Menuju toilet hanya untuk buang air, tanpa cuci muka. Langsung ikut nongkrong sambil ngopi dan merokok. Ngobrol bersama dua orang yang baru punya anak. Membicarakan mengenai nama anak. Ternyata nama anak hadir dari kecenderungan orangtuanya. Anak mereka laki-laki. Namanya "aneh" menurutku. Aneh yang konotasinya bagus.

Satu jam kemudian mereka mau pergi dan aku ikut numpang ke warung kopi menemui teman. Sampai di warung kopi aku sarapan dan ngopi lagi, sambil membaca buku puisi yang kemarin kudapat. Aku hanya bisa bilang buku ini bagus. Mungkin akan ku review pada kesempatan mendatang. Ngomong-ngomong soal  review, rasanya aku sudah jarang melakukannya. Rasanya hal itu menunjukkan bahwa aku tidak mau lagi memikirkan buku yang baru kubaca atau film yang baru di lihat. Ah, dasar malas.

Kemudian kuletakkan buku di sampingku dan menyulut rokok. Ternyata pemandangan si warung kopi cukup "indah" saat ini. Keadaannya tidak ramai, namun tidak monoton. Tidak hanya berisi orang-orang yang nimbrung sibuk main smartphone, entah model game (hp miring) atau buka-buka sosial media. Ada juga yang ngobrol bertiga, main catur dua kubu dan juga sendiri utak-atik laptop. Namun beberapa saat kemudian aku merasa bingung dan seperti ada keresahan dalam diriku.

"Aku ngapain disini? Seperti tak ada hal lain yang lebih baik untuk dikerjakan. Ketimbang cuma duduk dan linglung kayak orang gak jelas."

Manusia memang tidak pernah sepenuhnya ber-evolusi (saya beri strip agar tidak dianggap kata revolusi, tapi evolusi). Ada yang yang sejak dulu sampai sekarang tetap dia miliki dan akan terus ada, yakni kegelisahan. Siapapun ia, dari manapun asal dan usulnya, pasti ada waktu dia gelisah akan pencarian diri sendiri. Dan hasilnya tidak selalu "diri yang ditemukan", bisa juga sebuah pencapaian, atau malah kemalangan. Namun, diri yang dipertanyaan lebih baik ketimbang hanya tubuh yang berjalan tanpa berfikir dan merasa. 




Barangkali, ngopi sambil "mempertanyakan diri" cukup bermakna

Komentar