Namanya Juga Hidup

Akhir-akhir ini aku sering mendengarkan lagu karya Ahmad Dhani yang judulnya "Bebaskan". Lagu itu pernah jadi salah satu soundtrack iklan minuman. Kata kunci ini pasti mudah dalam menebak Lagu itu, mengenai lirik dan nadanya. Menurutku lagu itu bisa meberi energi untuk membuat diri menjadi lebih tegar dalam menghadapi masalah. Tentu masalah perlu di selesaikan dan mendengarkan saja sebuah lagu tidak akan bisa menyelesaikan malsalahnya. Namun ketika mendengar lirik lagu itu diputar bersama nadanya, bisa menjadi salah satu media untuk menyiapkan diri dan akhirnya berlanjut untuk menguatkan diri. Diri yang siap dan kuat dengan keadaan akan lebih mampu untuk melangkah, karena itulah hal pertama yang dibutuhkan oleh orang yang merasakan masalah. Salah satu masalah hidupku adalah, aku tak tahu mau ngapain. Bahkan untuk sekedar menuliskan masalahku saja aku tidak bisa. Mungkin karena itu akhir-akhir ini aku jarang menulis di blog. Untuk sekedar berceloteh dan ngatain orang.

Jujur. Aku sudah jarang sekali membuat tulisan. Bukan karena sibuk, bukan karena gak ada yang ingin ditulis, jelas persoalan karena malas dan tidak tahu harus bagaimana menuliskannya. Mungkin juga karna aku berfikir bahwa "menulis bukan satu kegiatan yang penting". 

Persoalan malas masih saja relevan dalam umurku yang sudah 26 tahun ini. Kemalasan itu seperti anak kecil yang merengek minta sesuatu pada ibunya di pasar, semakin dituruti semakin tambah parah maunya. Tapi itu anak kecil bung. Setidaknya dapat dimaafkan. Beda sekali dengan aku yang sudah pantas menikah dan punya anak ini. Haduuuuuh, dasar pemalas aku ini memang.

Yang lebih serius dari itu adalah, aku bingung mau menulis bagaimana. Diakui atau tidak, menulis itu bukan soal yang mudah saudara-saudara. Kalau Mendiang Arswendo Atmowiloto bilang "mengarang itu gampang", bagiku itu lebih seperti kata mutiara yang numpang lewat saja. Mudah untuk diterima, tapi sulit untuk dijalankan. Menulis itu tidak hanya sekedar mengungkapkan sesuatu lewat kata menjadi kalimat dan sampai jadi satu paragraf. Tapi dia seperti kerja dari seluruh pikiran dengan metode dan pembatasannya sendiri. Karena kalau ada orang ngomong ngalor-ngidul seenaknya sendiri kadang masih bisa diterima. Tapi kalau ada tulisan yang seperti itu, aku yakin pasti tulisan itu dianggap sampah dan tulisan yang sampah tidak didaur ulang.

Kemalasan Berfikir

Sepertinya ada kemalasan yang lebih serius dari sekedar kemalasan menulis itu sendiri, yakni kemalasan berfikir. Kemalasan untuk benar-benar memikirkan apa yang akan ditulis. Saat hal itu terjadi, maka keputusan akhirnya adalah tidak menulis. Kesadaran bahwa menulis itu tidak gampang ditambah dengan kemalasan berfikir untuk hal yang rumit, akhirnya menjadi tidak menulis. 
Tidak menulis bukan berarti tidak berfikir, tapi cuma berfikir seadanya.
Eh, kog jadi melebar begini tulisanku. Seperti terlepas jauh dari judul dan pembahasan pertama. Ah, entahlah.  Semua yang ada di fikiranku memang tidak jelas ujungpangkalnya.



Komentar