Aku Ada Dan Sekaligus Tiada
Apakah aku “ada”?
Ini merupakan persoalan pelik. Bahkan sampai saat ini aku
masih saja tidak mengerti tentang makna “ada” yang sesungguhnya. Jika memang
aku dianggap ada, tentu aku akan meniadakan yang lainnya. Sebab yang ada adalah
diriku sendiri dan yang lain adalah apa yang aku lihat dalam/dari diriku. Karena
pusat dari semuanya yang kulihat adalah diriku sendiri.
Saat aku melihat orang lain sedang tidur, sebenarnya hanyalah
persepsiku yang menganggap orang itu tidur. Mugkin bagi orang yang tidur itu,
dirinya sedang belajar. Sedangkan aku yang mengamati orang itu, menganggap dia
sedang tertidur. Orang yang tidur itu ada karena aku mengamatinya, yang dalam
pandanganku dia tidur. Sedangkan dia yang tidur itu tidak menganggapku ada,
karena dia tidak mengamatiku.
Jadi pada dasarnya, orang itu kuanggap ada karena aku
mengamatinya, dan aku hanya bisa mengamati dan mempersepsi dia dalam pemahamanku.
Aku pun ternyata dianggap ada karena dipersepsi dan diamati. Dari itu,
pandanganku mengenai diriku sendiri menjadi tidak bermakna. Karena keberadaanku
yang sebenarnya adalah aku yang juga diamati. Bila aku tidak ada yang mengamati,
maka aku tidak mungkin ada.
Sejak kapan aku “ada”?
Ini soal yang lebih pelik. Aku adalah manusia yang
dilahirkan oleh manusia lain, sedang orang tuaku yang melahirkanku juga
dilahirkan oleh orang lain, dan entah sampai di mana ujungnya. Pemikiran ini
menunjukkan bahwa secara biologis pun aku bukan sesuatu yang ‘ada”, tapi
merupakan sesuatu yang “diadakan”. Adaku adalah karena diadakan, dan yang
sesungguhnya ada adalah yang mengadakanku.
Maka bisa dibilang, adaku adalah bagian dari kehendaknya
untuk mengadakan aku. Bila “Dia” tidak berkehendak untuk mengadakanku, maka aku
jelas tidak akan ada. Jadi sesungguhnya, “Dia” adalah yang mutlak ada,
sedangkan adaku hanyalah bagian dari kemungkinan dalam kehendak kemengadaannya.
“Dia” yang mutlak ada, adalah yang ada sebab dan untuk
dirinya sendiri. Sedangkan aku yang mungkin ada, hanya bisa dianggap ada bila ‘Dia”
berkehendak untuk mengadakanku. Maka sebenarnya tidak penting apakah aku ada
atau tidak ada, karena aku hanyalah zat yang bisa dianggap ada dan sekaligus
tiada.
Ada dan tiadaku semata-mata hanyalah miliknya
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya