H-1/H-2 LEBARAN

Mengingat belum adanya pengumuman dari Sidang Isbat, maka aku tidak tahu hari ini H-1 atau H-2.  Firasatku mengatakan sabtu besok sudah lebaran, namun bisa jadi lebarannya miggu. Yang jelas, aku ingin berceloteh sebelum lebaran ini.

Lebaran ini aku tak pulang ke rumah, tidak juga berada di Blitar. Aku berada di kota yang tak pernah kufikirkan aku bakal di sini saat lebaran. Ketidakpulanganku mungkin di sebabkan karena kondisi CIVID-19 ini. Namun jauh di dasar jiwaku, aku juga ingin sesekali tidak di rumah saat lebaran. Bahkan aku juga tidak membawa HP, karena HP-q hilang dua minggu kemarin di sini.aku kini sudah merelakan hilangnya alat komunikasi tersebut. Kufikir bakal ada gantinya yang lebih baik, jika memang hidupku membutuhkannya.

Sudah lama aku terlepas dari rasa rindu terhadap tempat kelahiranku. Termasuk dengan orang-orang yang pernah berdialektika denganku di sana. Karena sudah lama pula yang dapat aku ingat dari sana adalah rasa sakit hati. Rasa kecewa dengan perlakukan mereka terhadapku yang semena-mena. Sampai saat ini perasaan itu belum bisa untuk kudamaikan dalam jiwaku. Awalnya aku berusaha melupakan setiap kejadian yang menyakitkan di masa kecilku. Namun kenyataannya ingatan itu datang tanpa pernah bisa kuduga dan kutolak. Kemudian aku baru mengerti bahwa, mengobati perasaan ini memang tedak dengan cara dilupakan. Tapi dengan berusaha untuk berdamai dengan dengannya. Berdamai dengan masa lalu.

Aku masih belum tahu, apa kongkritnya dari usaha untuk berdamai dengan masa lalu? Apa mugkin berusaha meneladani ilmu yang ada di film Kungfu Panda 2, yakni menggunakan ilmu inner peace(kedamaian jiwa). Ini mungkin lebih sebagai sebuah olah spiritual untuk melapangkan hati. Jika hati telah lapang, maka segala hal yang menyakitkan akan dengan mudah diterima sebagai sebuah peristiwa yang berlalu. Ini hanyalah definisi sederhana dariku tentang berdamai dengan diri. Namun bukan berarti aku mampu untuk menjalankan apa yang aku definisikan sendiri. Begitulah, aku baru merasa bahwa kondisi spiritualku sangat tidak baik.

Kufikir ini sebuah kemajuan, bahwa aku menyadari kalau kondisi spiritualku sedang sedang tidak baik. Dibandingkan dengan kemarin-kemarin saat aku bahkan sama sekali tidak peduli dengan persolan ini. Mungkin ini juga hikmah dari puasa, yang selama bulan ini aku jadi cukup tertib salat fardu. Dari itu aku mulai bisa merasa mengenai kegersangan perasaanku sendiri. Ternyata memang ada banyak tahapan untuk mengenal diri sendiri. Usaha untuk mengenal diri sendiri ternyata tidak hanya pikiran yang bertanya pada diri sendiri. Pikiran yang selalu mencari dan menerkan-nerka. Tapi juga dengan mengakui apa-apa yang ada dalam hati, termasuk kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan.

 

Ingin Menulis

Kesadaan mengenai kondisi spiritual itu membuatku ingin menulis setiap hari. Rasanya dan juga cukup mudah untuk mendapatkan materi untuk ditulis. Entah itu film, kejadian, music, dan apa yang kuanggap menarik. Hal ini cukup menyenangkan, karena selama ini aku terobsesi untuk menulis(bukan terobsesi jadi penulis), tapi tidak tahu apa yang akan aku tuliskan. Kadang aku mencoba berfikir keras, namun hasilnya hanya bisa satu paragrap saja, itupun jelek sekali saat kubaca kembali. Menulis serasa cukup bisa mengobati berbagai persoalan hatiku, entah itu kesunyian, kebingungan, sakit hati dan lain sebagainya.

Namun akhir-akhir ini aku cukup jarang membaca. Satu buku yang kubaca pada bulan puasa ini adalah buku sejarah kelahiran Nabi Muhammad. Buku itu ditulis oleh seorang muslim dari cina. Buku ini cukup memberikan prespektif baru dalam diriku mengenai belajar tarih. Perspektif yang tidak bisa kudapatkan dari penulis muslim Arab, muslim Indonesia, atau pun para Orientalis. Lebih banyak waktu aku mencari bacaan di internet. Tentunya bacaan yang menurutku bagus dan kompeten. Karena di internet banyak tulisan tidak menarik. Bahkan cerpen-cerpen koran yang disalin di internet pun kini kurang menarik menurutku. Aku sendiri jadi bertanya, apakah memang karena tulisannya gak menarik, atau minat bacaku yang memang saat ini sudah anjlok?

Paling banyak aku membaca tulisan Habib Anis di website Panji Masyarakat. Kemudian tulisan tokoh idolaku, Pak Prie GS yang ada di internet - Dalam hal ini aku cukup merasa bersalah. Karena tulisan itu illegal. Baru satu dari sekian buku pak Prie yang bisa ku beli-,kemudian tulisan Cak Nun di website beliau, dan yang terahir tulisannya Goenawan Mohammad di Facebook-nya, sebagaimana aku dulu juga penggemar Catatan Pinggir miliknya. Yang aku suka dari mereka adalah, tulisannya selalu nyaman untuk dibaca dan juga reflektif. Rasanya aku kurang nyaman untuk membaca opini ilmiah yang berisi data dan kemudian opini, meski pun tulisan itu cukup penting sebenarnya.

Membaca tulisan tokoh-tokoh itu membuatku ingin menulis seperti mereka di blogku. Mengingat saat ini sebenarnya banyak penulis, terlebih di internet. Jadi sebenarnya dunia literasi tidak amat menderita. Namun memang tidak banyak penulis yang bagus di internet. Apalagi tulisan yang luwes, menarik dan reflektif. Kebanyaakn tulisan masih tampak egois dan kaku, termasuk juga tulisanku. Jika aku ditanya apakah kamu ingin jadi penulis professional? Jawabannya memang iya. Namun sebenarnya, menulis hanyalah dorongan atas rasa kesepian dalam diriku.

Komentar