Hari-hari

Beberapa hari ini aku jarang menulis. Sepetinya memang tidak ada hal yang begitu terasa pontensial untuk ditulis. Bukan karena aku enggan memaksa diri untuk benar-benar menulis dengan baik. Mungkin karena menulis juga butuh isi dan aku belum tahu apa yang akan aku tulis. Aku merasa kosong secara pengalaman dan juga wawasan akhir-akhir ini. Mau nulis soal politik yang lagi rame, tapi ternyata aku tidak cukup tahu. Begitu juga dengan menulis soal nilai-nilai yang menarik. Ternyata aku sendiri juga belum banyak mendalami nilai-nilai. Sebagaimana mana puisi mbah Emha yang menghentak itu Kita tidak pernah serius dengan nilai-nilai, bahkan terhadap Tuhan pun kita bersikap setengah hati.

Dalam hati sebenarnya aku agak terpenjara oleh paradigma teori dan praktik. Namun setelah aku hayati cukup lama, ternyata ini bukan soal terori atau praktik. Ini adalah soal bagaimana aku memilih jalan hidup dan menjalaninya. Itulah persoalan pribadi yang aku hadapi selama ini.
Jika dalam hal pribadi saja kita tak bisa selesai, maka bagaimana dengan persoalan diluar yang lebih seriua. Bukanlah banyak dari konflik hari ini dimulai dari pribadi yang tidak selesai dengan dirinya sendiri. Sehingga dia butuh untuk mengeruk alam dan memakan banyak hal yang menjadi hak orang lain. Mungkin memang kita harus bisa selelai dengan diri sendiri dahulu sebelum bisa melanglang buana kedalam banyak wawasan dan wacana. 

Aku pernah baca quote dari KH. Mustofa Bisri, “begitu banyak persoalan yang ada di negeri ini, dan cara megatasinya adalah dimulai dari diri sendiri”. Entah ini sebuah klise atau sebuah kata yang tulus. Namu pada awal membaca kalimat ini terasa bahwa kalimat ini begitu tulus dan memiliki kekuatan. Sedangkan saat ini kalimat ini lebih terasa sebagai klise. Entah apakah aku sudah begitu tahu mengenai komleksitas persoalan negeri ini, atau memang kualitas batiniyah dalam diriku sudah berkurang cukup banyak dari yang dulu. Rasanya kesimpulan kedua ini yang sepatutnya aku renungkan.

Namun entah bagaimana aku selama ini membawa diri. Kenapa begitu rumit untuk mencari diri yang sebenarnya. Aku bahkan tidak memiliki satu tulisanpun yang pantas dibanggakan untuk ada di media ternama. Semua tulisan yang kubuat kebanyakan hanya akan muncul di blog pribadiku. Paling banter akan berada di website teman. 

Rasanya tidak ada sama sekali tulisan yang kurasa cukup mengesankan. Apakah mungkin secara pribadi aku sendiri memang tidak cukup mengesankan. Sehingga dari pribadi yang tidak cukup mengensankan itu terbit karya yang juga tidak mengesankan. Begitulah faktanya berjalan.
Sebenarnya aku juga tengah curiga dengan apa yang kulakukan selama inj. Rasanya aku menjadi orang yang banyak ribut dengan konsep dan juga terori. Aku kurang praktis dalam melakukan banyak hal yang itu membuat diriku tidak cukup berkembang. Sebagaimana banyak orang di sekitar menyindirku terlalu banyak ngomongin teori. Sebenarnya aku tersinggung ketika ada yang bilang begitu. Namun aku tetap pada pilihanku karena aku merasa memiliki duniaku sendiri, ran orang lain tidak perlu mengerti dengan apa yang aku mengerti.

Kupikir Cuma orang bodoh dan atau sinis yang memperdebatkan masalah terori dan praktik. Karena dunia berita jalan lebih baik dengan adanya ide, ide harus diuji dan diterapkan untuk bisa dingap layak. Kompleksitas pendidikan dan ekonomi politik di negeri ini membuat sebagian orang memperbandingkan antara soal ide dan praktik. Andai manusia tak punya ide maka dia tidak akan ada bedanya dengan simpanse.

Komentar