Ketika Santri Membicarakan Hari Santri Nasional


himaprodiesystais.wordpress.com

Sore itu Ahmad berangkat ke ruang pengurus. Di sana Ahmad dan beberapa  lain akan rapat mengisi hari santri nasional. Acara itu akan diadakan tepat pada tanggal 22 Oktober nanti. Pertemuan ini bertujuan untuk menuliskan konsep acaranya dan juga rangkaian teknis acara tersebut. 

“Assalamualaikum” Ahmad masuk dalam forum pengurus yang sedang berpencar.

“Waalaikumsalam” jawab sebagian santri di dalam.

“Wah, Ahmad belum telat ternyata” ucapku sambil menceri tempat duduk.

“Gak apa-apa kang, wong acaranya juga belum dimulai kog. La memang sampean dari mana?” Tanya Fikri, sang ketua pondok.

“Habis baca buku kang, tadi keren banget isinya.” Jawabku

“Buku apa emange?” sahut fikri

“Novel Harry Poter. Meskipun bukunya tebal tapi petualangannya bagus sekali. Ahmad heran, kog bisa ya, orang membuat cerita sepanjang itu dan sekeren itu? Bayangin coba, masak ada yang namanya permen rasa ‘kotoran telinga'. Itu kan gak terbayang gimana rasanya”

Fikri menjawab sederhana saja. “Ya namanya juga imajinasi. Imajinasi kan bebas mau apa saja”

“Tapi kan gak semua orang punya imajinasi yang seperti itu. Kalaupun ada orang yang membayangkan, belum tentu dia bisa menuliskannya dengan baik. Mungkin itu yang dinamakan dengan kemerdekaan dalam berkarya. Seniman kan bebas biasanya.”

“Iya mungkin. Eh, sudah pada kumpul semua ini. Ayo mulai rapat.”

Rapat mala ini dimulai dengan ucapan salam dari ketua pondok.

“Assalamualaikum, terimakasih buat teman-teman yang sudah datang. Dalam pertemuan kali ini kita akan membahas soal acara di hari santri pada tanggal 22 Oktober besok. Sebelum ada usulan mengenai secaranya apa. Ini ada surat dari pusat untuk membuat acara dengan tema kedaulatan. Di sini konsepnya tidak disebutkan. Jadi terserah kita, yang penting temannya mengenai kedaulatan.” 

Fikri berhenti sejenak. “Oke, silahkan kalau yang mu ada usulan?”

Ahmad langsung bertanya “ Kang, kenapa temannya harus kedaulatan?”

“Ya karena hari santri untuk mengenang jasa para santri berjuang untuk mempertahankan kota Surabaya dari sekutu. Para santri berjuang agar kita tetap merdeka dan tidak dijajah lagi oleh tentara Inggris” jawab fikri.

“Oh, begitu ya. Terus hubungan antara merdeka sama berdaulat apa?” kemudian kang ma'sum ikut bertanya.

“Merdeka berarti dia sudah tidak terbelenggu lagi dengan oleh hal lain. Ibarat burung, dia sudah lepas dari kandang dan bebas terbang kemana saja. Kalau kedaulatan itu ya kebebasan menentukan nasib sendiri. Tidak diatur-atur oleh yang lain.” Fikri menjawab lagi.

“La berarti selama ini para santri tidak merdeka. Kan mereka diberi aturan. Lalu bagaimana kita akan membuat tema kedaulatan” sergah kang ma'sum.

“La ini kan konteksnya negara. Bangsa kita dulu dijajah sama Belanda, kemudian Jepang. Sekarang kita berperan untuk mengisi kemerdekaan yang sudah diperjuangkan juga oleh para santri jaman dulu” jawab fikri agak kesal. Dia kemudian menambahi “yasudah, ayo diobrolkan acaranya saja, kelamaan kalau harus membahas soal ini”.
Kemudian Ahmad menanggapi. “Loh, tidak bisa. Menurut ku harus jelas dulu bagaimana kita memaknai kemerdekaan dan kedaulatan ini. Kalo tidak begitu ini nanti cuma jadi acara biasa saja. Tidak ada maknanya”

Forum kemudian hening sejenak. Semua yang hadir disitu pada bingung mau menanggapi bagaimana. Setiap orang tampak menengok kiri dan ke kanan mencari siapa yang akan menanggapi hal tersebut.

“EHHHMM…” terdengar suara dehem gus fahrul yang dari tadi ternyata datang dan menyimak di belakang kang fikri. Kemudian dia berkata “serius sekali ini sepertinya, sampek pada binggung dan diam”

“Iya kang Fahrul. Ini masih binggung tentang makna kedaulatan itu apa sebenarnya. Sampean pasti lebih ngerti”. Kang ma'sum berusaha mengarahkan pertanyaan tadi pada gus Fahrul. 

“Kalo menurut saya, kedaulatan merupakan imajinasi yang datang dari orang atau kelompok yang merasa dirinya terjajah”. Jawab kang Fahrul santai.

“Loh, kog imajinasi kang. Maksudnya bagaimana?” lagi-lagi Ahmad bertanya.

“Ya ketika negara kita dulu sedang dijajah, orang-orang pada membayangkan hidup merdeka tanpa penjajahan. Kita bisa mengatur tanah air kita untuk kehidupan bangsa kita sendiri. Itu kan imajinasi bersama yang kemudian diperjuangkan bersama”

Sejenak kang Fahrul minum, kemudian dia menambahi. “Ingat lo ya, orang yang melAhmadkan sesuatu tidak karena keinginannya sendiri atau karena terpaksa, maka dia masih belum berdaulat. Maka kita juga harus menjadi orang yang berdaulat.”

“Kalo begitu, berarti kita bebas melakukan apa saja, semau-maunya. Ya kan gak bisa begitu kang. Lawong di setiap tempat ada aturannya kog” kang Ma'sum menyanggah. 

“Ya memang tidak seperti itu. Semakin orang itu punya kebebasan, dia malah harus semakin mengerti batas. Dia tidak bisa hanya mengikuti keinginannya sendiri. Dia juga harus peduli dengan orang lain. Peduli dengan lingkungan. Tidak bisa seenaknya sendiri. Karena, perjuangan yang sesungguhnya adalah perang melawan diri sendiri” Jawab kang Fahrul dengan bersemangat.

“Perang melawan diri sendiri maksudnya gimana kang?” Ahmad kembali bertanya.

“Ya, perang melawan keinginan kita yang bakal merugikan yang lain. Orang yang benar-benar berdaulat adalah dia yang menang melawan dirinya sendiri” jawab kang Fahrul yang masih bersemangat.

“Lalu gimana caranya agar kita kita menang melawan diri sendiri kang?” Ahmad bertanya lagi.

“Ya itu tidak mudah, bahkan saya sendiri juga masih kesulitan. Semua itu butuh banyak belajar dan proses waktu. Tidak bisa langsung ujuk-ujuk hebat dalam hal itu.” Jawab kang Fahrul agak santai.

“Kalau untuk kita sebagai santri, kita harus bagaimana kang, agar kita jadi orang yang berdaulat?” tanya kang ma'sum.

“Kita musti tekun mencari ilmu untuk bekal hidup kedepan agar berdaulat. Kalau kita tekun belajar, kita akan bisa mencapai apa yang kita inginkan. Kita juga akan lebih siap dengan apa yang akan terjadi pada diri kira kalau kita memiliki banyak ilmu. Oke, saya ke kamar mandi dulu ya sebentar”  jawab kang Fahrul.  Sambil bergegas keluar ruangan.

Kemudian tiba-tiba kang Fikri nyeletuk. “Nah, sekarang sudah paham kan apa itu kedaulatan. Saran saya, tema kita besok adalah, 'tekun belajar, untuk masa depan yang berdaulat'. Bagaimana, 'masuk' kan?”

Ahmad menganguk-angukkan kepala, dan kemudian berkata. “ya betul itu, sepakat saya”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"