Apa kabar


Aku bingung harus bilang apa pada awalnya. Ada banyak hal yang ingin kuucapkan namun tidak bisa kujelaskan secara rinci. Mungkin beginilah jika kita kurang aktif berpikir. Terlalu banyak mempertimbangkan hal yang sebenarnya malah menghambat aliran pikiran itu sendiri. Mungkin memang lebih baik jika hal ini dijadikan sebagai aktifitas. Dengan begitu aku akan semakin lancar dalam mengolah ide.

Motivasi aku menulis di Blog lagi adalah soal keterasingan. Kali ini aku terlalu sibuk untuk membawa diri pada hal-hal yang tidak penting. Lebih sering malah membunuh waktu yang berharga dengan memainkan HP. Meski sebenarnya hal ini merupakan pekerjaan yang sia-sia. Handphone begitu banyak menghabiskan waktu tanpa terasa. Menghabiskan ruang-ruang produktif dan sangat mengganggu dalam proses menjalankan sesuatu yang lebih penting. Tapi mengerti tentang hal ini tidak berarti bisa dengan mudah menghindari dan mengendalikan diri dalam soal memainkan ponsel.

mungkin lebih baik jika kita tidak memegang Handphone sama sekali. Namun rasanya ini sesuatu yang cukup sulit. Ada banyak ketakutan kalau diri kita bakal jauh dari konektivitas. Padahal konektivitas dan keramaian yang terlalu sering juga tidak menghasilkan sebuah ketenangan. Semakin sering kita terhubung dengan banyak orang, malah membuat lupa pada keterhubungan kita dengan diri sendiri. Padahal ini adalah waktu yang cukup penting untuk berkomunikasi dengan diri sendiri.

Motivasi selanjutnya adalah tentang kerinduan yang terngiang-ngiang di kepala saat. Entah kenapa kerinduan begitu saja mengisi diri tanpa pernah peduli aku mengizinkannya atau tidak. Padahal kerinduan ini juga hadir bersama benci yang belum hilang. Entah begitu paradoksnya hidup ini. Kenapa masih ada saja rasa rindu di tengah kebencian yang belum sepenuhnya terhapus. Dan kenangan mengenai alasan kebencian itu juga belum bisa hilang sampai saat ini. Mungkin inilah masalahnya ketika kita berhubungan dengan penghianat berwajah malaikat.

Andai aku dahulu tidak pernah berhubungan dengannya, mungkin hidupku tidak akan seperti ini. Rasanya alam bawah sadarku sulit dikontrol dalam masalah ini. Tidak mudah merelakan hal-hal yang telah hilang dari diriku, apalagi memperbaikinya. Namun semua yang terjadi hanya butuh untuk di terima, memang tidak mudah, tapi itulah pilihan satu-satunya. Mungkin memang butuh waktu sangat lama untuk melakukannya dan juga mencari pengganti. Dalam masa itu mungkin kita hanya butuh  mengalihkan energi pada hal lain. Bahkan juga utuh memaksa diri pada hal-hal yang rasanya enggan untuk dilakukan.

Ngomong-ngomong soal memaksa diri, rasanya aku masih lemah dalam hal itu. Kemalasan masih menjadi momok utama dalam diriku. Apalagi ketikan didukung oleh keadaan yang mengondisikan kita untuk tidak melakukan apa-apa. Hujan dan mendung setiap hari rasanya membuat diri lebih memilih untuk melakukan hibernasi. Jangankan untuk melakukan pekerjaan yang produktif, untuk mandi dan mengonsumsi air putih saja rasanya juga malas. Musim hujan ternyata tidak hanya membuat enggan untuk bekerja, namun juga menjaga kesehatan raga.

Menunggu sampai musim hujan berakhir rasanya itu bukan pilihan yang baik. Karena belum tentu juga saat musim kemarau nanti kita juga tidak malas melakukan sesuatu. Masalah utamanya memang tidak jauh dari soal diri sendiri. Kalo memang pada dasarnya malas, berarti kemalasan itu yang harus diatasi. Orang malas memang cenderung akan sulit berkembang, mudah menyerah, dan cukup aktif untuk membuat alasan.

Tidak ada obat yang mujarab dalam mengobati masalah seperti ini, kecuali memang tekat untuk benar-benar berubah. 

“menuliskan apa yang di kerjakan, dan mengerjakan apa yang sudah ditulis”. 

Begitulah moto bapak dosen pembimbingku dahulu.

Begitulah kabar dariku saat ini. Kuharap kabarmu baik-baik saja. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"