Mengontrol Keinginan dan Berdoa
Hai blog
Tiga hari ini sebenarnya aku juga menulis, tapi tidak di sini. Aku menulis di buku yang sudah aku beli. Aku berusaha membuat tulisan di sana oleh karena aku sudah membeli buku itu. Tampak bodoh sekali rasanya kalau aku membiarkannya tanpa diisi dengan tulisan. Meski rasanya yang kutulis masih tetap seperti sampah.
Kata temanku, "jangan pernah mengharapkan tulisan pertama kita akan jadi mahakarya". Menurutnya banyak orang tidak mau menulis karena merasa tulisannya jelek. Akhirnya mereka malah menjadi tidak menulis sama sekali. Begitulah curhatan dia soal website-nya yang saat ini mati. Dia bilang persoalannya adalah banyak dari anggotanya komunitas tidak mengirimkan tulisan. Dia sendiri yang cukup rajin menulis, dan juga memegang admin website dan media sosial lainnya. Dengan cukup rasa bersalah aku pun meminta maaf padanya. Sebab selama ini aku juga sudah lama sekali tidak mengirim tulisan untuk web-nya.
Namun dia bilang bisa memaklumi kalau aku jarang mengirimkan tulisan. Sebab aku tidak memiliki laptop. Dia hanya menyesalkan mereka yang memiliki laptop tapi tetap enggan untuk menulis. Dalam hati aku langsung berkata padahal selama ini aku manulis menggunakan HP. Saat ini pun aku menulis langsung pada beranda di aplikasi Blogger. Sepertinya masalah utamanya memang tidak pada alat, tapi pada kesadaran. Kurasa kalimat temanku tadi cukup bisa menyirami motifasi orang dalam menulis. Begitulah yang kurasakan.
Menulis itu tidak sulit, tetapi menulis itu rumit. Masalahnya tinggal apakah kita bisa tekun mengurangi kerumitan itu atau tidak. Bahkan sampai saat ini pun aku masih gagap soal menulis. Aku masih merasa tulisanku "melompat-lompat" dan tidak runut. Namun apa boleh buat. Memang baru sampai disinilah yang aku bisa.
Mungkin sebaiknya aku bercerita saja sekarang.
Tiga hari ini aku begitu ingin memiliki sepeda. Aku merasa bersepeda akan menyenangkan. Selain aku ingin sebagai alat olahraga, bersepeda juga membuatku mengenang masa ketika kemana-mana menggunakan sepeda. Waktu itu bukan karena suka, tapi karena itulah kendaraan yang aku miliki.
Aku menghubungi temanku yang cukup tahu soal dunia persepedaan. Kemudian aku juga browsing mengenai berbagai jenis-jenis sepeda. Hingga akhirnya aku bisa mengkonstruksi bentuk sepeda yang kuinginkan. Aku menginginkan sepeda tipe MTB(Mountain Bike) Ukuran 27,5, dengan rangka berbahan alumunium aloy berukuran S. Sebab model itu bentuknya keren, gagah dan elegan. Tapi kemudian sepeda itu akan aku modifikasi ke dalam bentuk Hybird. Stang-nya akan aku buat lebih panjang dan tidak membuat bandan membungkuk. Bannya akan aku ganti dengan yang lebih kecil dan yang lebih halus agar lebih ringan dan cocok buat jalan aspal. Sadelnya akan aku ganti dengan yang lebih nyaman, dan gir depan akan aku ganti dengan yang single gear saja agar lebih simpel.
Mungkin jika ada rezeki, aku juga akan meng-upgrade gir belakang dengan yang 11 ring, dan juga aku akan upgrade rem-nya(terutama yang belakang) memakai mode hidrolik. Lalu untuk kebutuhan touring aku akan pasangkan stan dan ransel di bagian belakang sepeda.
Dari keinginan tadi kira-kira akan menghabiskan anggaran antara 2 sampai 2,5 juta. Jumlah tersebut bisa lebih dan tidak mungkin kurang. Padahal yang kuinginkan itu versi yang cukup rendah di kelasi. Tapi begitulah yang menjadi keinginanku selama tiga hari ini. Aku tahu ini keinginan sesaat, tapi aku juga tidak ingin menolaknya.
Masalahnya adalah saat ini aku tidak punya uang. Memalukan sekali kalau aku meminjam uang untuk menuruti keinginan itu. Beruntunglah tadi malam aku diingatkan oleh Pak Fahrudin Faiz. Saat kebetulan aku menonton video YouTube tentang Filsafat Stoikisme yang ada di channel MJS Colombo. Salah satu pelajaran penting dari pengajian itu adalah tentang mengontrol keinginan.
Keinginan menang sudah menjadi fitroh kita sebagai manusia dan kebahagiaan itu berada pada terwujudnya keinginan kita. Tapi tidak semua keinginan dapat terwujudkan. Pikiran kita memang bebas menginginkan apa saja, tapi realitas hidup dan diri kita memiliki batasan. Maka pilihlah keinginan yang berada dalam jangkauan kita. Jika ada keinginan yang itu tidak berada dalam jangkauan kita, maka berdoalah supaya semesta mendekatkan kita dengan apa yang kita inginkan.
Begitulah yang tangkapanku mengenai 'cara mengendalikan keinginan' dari ngaji semalam.
Sekarang aku ingin berdoa terus agar keinginanku untuk memiliki sepeda itu bisa didekatkan yang maha kuasa. Bila aku ternyata tidak konsisten dalam berdoa tentang itu, berarti ini semua hanya keinginan sesaat.
Mungkin cukup sekian dulu. Semoga kamu yang membaca ini juga oleh Tuhan didekatkan dengan keinginan yang saat ini jauh.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya