Buku Berkesan Di Tahun 2021

Jika diakumulasi dalam satu tahun, kukira jumlah buku yang aku baca cukup banyak. Namun ketika dipikir bahwa setahun itu 12 bulan atau 365 hari, maka jumlah buku yang ku baca ini sangat sedikit. Yang lebih mengesankan adalah tentang bagaimana aku memilih buku untuk tahun ini. Saat aku sendiri sudah tidak kuliah dan tidak banyak peduli dengan persoalan tugas akademik. Namun aku tetap ingin membaca buku, sebagai teman, hobi dan juga jenis eksistensi.

Tidak melulu buku filsafat, meski sebagian besar mengarah ke situ. Semua buku pilihan ini karena pengaruh media sosial teman-teman dan juga keinginan pribadi untuk belajar dari pandangan tokoh-tokoh yang ada. Pilihan buku itu banyak jatuh pada bacaan ringan. Ada juga buku filsafat yang agak ringan, tidak filsafat yang berisi konsep yang cukup rumit. Sebenarnya aku ingin membaca buku filsafat yang cukup tinggi seperti Frijcof Capra, Noam Chomscy dan lain-lain.

Buku yang aku pilih lebih pada filsafat kelas menengah seperti Eric form dan Amin Mallouf. Kenapa aku menganggapnya kelas menengah? Sebab aku merasa cukup ringan membacanya. Mungkin ini semacam reduksiku secara pribadi. Tapi kupikir teman diskusiku juga sepakat dengan hal itu.

Sang Alkemis karya Paulo Coelho



Ini adalah buku yang membuat aku jatuh cinta dengan semua bacaannya. Sebab tulisannya penuh Quote dan juga memiliki banyak motifasi. Setelah membaca Sang Alkemis, aku juga jadi percaya bahwa buku ini adalah karya paling spektakuler dari sang penulis. Di sana kita akan belajar banyak mengenai pandangan kehidupan dan bagaimana menyikapi hidup ini.

Kupikir buku ini harus menjadi bacaan wajib bagi remaja atau generasi milenial, khususnya mereka yang akan mulai masuk ke perguruan tinggi. Atau jika aku ditanya oleh orang yang menyukai buku, “Buku apa yang harus dibaca sebelum mati?” Salah satu buku yang aku rekomendasikan adalah buku ini. Buku ini juga mengantarkan ku pada aneka tulisan Paulo Coelho lainnya yang juga keren. Seperti novel Ziarah, Brida, Di Tepi Sungai Peidra, Matahari, Sebelas Menit dan yang lainnya.

Trilogi Ipung karya Alm. Prie GS



Pak Prie GS adalah penulis idolaku setelah lama bergelut dengan buku filsafat. Sebab dari tulisannya aku merasa bisa merasakan filsafat dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan hanya dari memelihara ikan koi, atau dari sebuah pertemuan tak sengaja dengan seseorang, ternyata hal itu bisa direnungkan dan dituliskan menjadi hikmah yang bernilai.

Buku ini sebenarnya adalah cerita bersambung pada koran beliau bekerja dulu, yakni Suara Merdeka. Membeli buku ini dalam rangka meneladani nilai yang pernah digali oleh sang idola dari karyanya. Membacanya karyanya di tahun-tahun belakangan memang tidak bisa disamakan dengan membaca karyanya yang terbaru. Tapi membaca buku ini bisa membuatku lebih dekat dengan beliau. Aku jadi bisa menyadari bahwa memang beliau adalah pribadi yang cukup memperhitungkan banyak nilai, bahkan saat menulis cerita bersambung untuk kalangan remaja.

PBNU Perjuangan Besar NAHDLOTUL ULAMA karya Gus Yahya Cholil Staquf(Gus Yahya)



Aku terpesona dengan sosok beliau saat melihat kiprahnya di NU dan juga sebagai juru bicaranya Gus Dur saat jadi Presiden. Pada saat puasa tahun 2020 aku sering mengikuti ngaji beliau streaming di chanel YouTube GusMus Chanel. Dari YouTube pula aku tahu kalau beliau menulis buku ini. Bahkan waktu itu aku memprediksi dan setengah berharap bahwa beliau lah sosok PBNU di masa depan. Hari ini aku cukup bangga dengan diriku sendiri sebab harapan dan prediksiku benar.

Sebenarnya aku ingin membahas secara rinci nilai-nilai yang ada di buku ini. Namun ternyata nasib berkata lain. Buku itu hilang entah dipinjam oleh siapa. Namaku dan juga catatanku dalam buku itu sama sekali tidak berpengaruh bagi sang pengambil untuk mengembalikannya. Meski aku mendapatkan banyak kesan dari buku ini, aku masih belum bisa menceritakan secara detail mengenai isinya.

Yang cukup aku ingat adalah, buku ini diawali dengan membahas NU secara historis. Historisme pembahasannya tidak hanya dari sisi lokal, tapi juga Global dan Spiritual. Kesimpulan dari pembahasan historis itu adalah, Nahdlotul Ulama merupakan organisasi ulama yang didirikan dalam rangka menyambut dinamika zaman baru. Zaman yang tengah mencari pijakan yang tepat untuk menyongsong peradaban dunia. Hal itu tampak dari jatuhnya ke khalifahan Turky Utsmani dan direbutnya Hijaz oleh keluarga Ibnu Saud.

Kemudian buku ini bicara oto-kritik terhadap NU selama kiprahnya dalam perjalanan bangsa Indonesia. Lalu dilanjutkan dengan gagasan Gus Yahya mengenai bagaimana NU ke depannya. Sistem yang layak di terapkan dalam Organisasi Islam terbesar di dunia ini dalam rangka ber-Islam, bernegara dan juga menyongsong peradaban dunia. Dari buku inilah saya menjadi semakin yakin dan berharap Gus Yahya untuk menjadi PBNU. Setelah menyaksikan hasil mukhtamar NU ke-33 di Lampung kemarin, aku juga menjadi tidak salah prediksi dan harapan.

Rapijali karya Dewi Lestari



Aku bukan seorang adiction sebagaimana orang yang mengidolakan Mak Suri pada umumnya. Namun saat dia mengeluarkan skuel novel terbarunya ini, aku tertarik untuk membacanya sebagai teman perjalanan saat di kereta. Aku merasa belum menemukan sesuatu yang menarik dalam seri pertamanya ini. Dalam kecurigaanku, sisi konflik menariknya memang akan di simpan di bagian ke dua dan ke tiga yang sudah terbit sekarang. Namun aku beluam membelinya, sebab aku masih tertarik untuk membaca buku yang lebih terasa filsafat meskipun itu dalam bentuk sastra.

Alasan yang paling tepat adalah, aku masih belum memiliki uang untuk membeli seri ke dua dan ke tiga. Hari ini aku lebih banyak mengeluarkan uang untuk membeli buku Original bekas. Mungkin masih ini yang bisa kulakukan untuk menghormati penulisnya. Jika nanti aku punya cukup uang dan mudah dalam soal rejeki, aku akan lebih memilih buku original cetakan yang baru. Sebab hal itu juga akan berkontribusi dalam soal keuangan penulisnya jika dibandingkan dengan membeli buku bekas.

Frank Sinatra Kena Salesma



Buku ini merupakan rekomendasi dari Isma. Isinya cukup biasa pada bagian awal. Pada bagian itu membahas mengenai kehidupan sang penyanyi populer pada tahun 60-an bernama Frank Sinatara. Sosok selebrtity yang perfeksionis dan gagah seperti kepala mafia. Namun di sini diceritakan bahwa dia memiliki sisi lain yang cukup arogan namun rapuh. Bahkan saat dia terkena penyakit salesma (semacam Flu), dia berupaya keras menutupinya dari publik. Dari kisah yang pertama di buku ini aku cukup tahu kalau “selebritis mapan” dia zaman itu mengkritik kehadiran The Beatles yang tengah mendunia. Frank Sinata bahkan bilang bahwa The Beatles adalah model pemusik urakan yang gaya rambutnya seperti handuk toilet.

Cerita kedua membahas mengenai evolusi serangga yang aku lupa entah apa. Yang menaruk justru cerita yang ke tiga, yakni mengenai kehidupan akhir Muhammad Ali. Ia merupakan sosok Atlet Tinju legendaris dengan banyak kemenangan dan juga fenomena. Di sana diceritakan mengenai kepribadian Muhammad Ali di akhir hidupnya dan juga penyakit di kakinya. Penyakit di kakinya itu sebenarnya sudah dia alami sejak dia menjadi petinju. Namun dia mengabaikannya dan lebih fokus untuk bertinju untuk mengungkapkan pesan yang dia bawa. Aku menangkap sesuatu yang menyentuh dalam beberapa kalimat akhir buku ini.

“jika kau ingin mencari makna hidup, maka memberilah”


Dunia Yang Dilipat Karya Yasraf Amir Piliang



Saat kulaih filsafat dulu, mata kuliah yang sukar dipahami namun sebenarnya menarik adalah cultur studies, atau kajian budaya. Terutama budaya pop. Di dalamnya ada konsep filosof yang bukunya tebal dan butuh energi lebih untuk membacanya. Namun materi itu terasa lebih enak dan menarik saat materi itu dijelaskan dengan bahasa yang puitis oleh pak Yasraf dalam bukunya. Dia mampu menjelaskan konsep dan realitas budaya populer dengan bahasa yang puitis, sebagai mana esai para budayawan.

Dalam buku ini pak Yasraf menulis soal dunia yang begitu cepat dan sekaligus begitu sempit. Kedua hal itu membentuk manusia dengan mental instan dan dangkal. Manusia yang jiwanya direnggut oleh narasi musik rock, vidio game, acara televisi dan media internet. Sedangkan kepribadiannya dikendalikan oleh gaya hidup modern yang kapitalistik dan industrial. Di mana identitas seseorang ditunjukkan oleh apa yang dia konsumsi. Orang berlomba-lomba untuk mengejar trend tanpa mereka sadar bahwa itu hanyalah mitos. Ketika kecepatan produksi berbanding lurus dengan konsumsi, maka produk terbaru juga akan menjadi kuno dalam waktu sesaat.

Cadas Tanios Karya Amin Mallouf



Awal aku berkenalan dengan karya Amin Mallouf adalah buku The Name Of Idrntity. Dari buku itu aku kagum dengan bagaimana dia menjelaskan penalaran soal identitas dengan sederhana. Lalu kemarin ada orang yang bercerita mengenai karyanya yang berjudul Cadas Tanios. Aku langsung mencari di googel mengenai buku itu, dan beruntung menemukan cetakan pertamanya dengan harga yang cukup murah.

Saat pertama membaca buku ini terasa seperti cerita yang ditulis oleh Leo Tolstoy berjudul Hadji Murat. Namun semakin aku melanjutkan membacanya, terkesan lebih seru dan menarik. Buku ini memotret perseteruan kerajaan besar, yakni kerajaan mesir dan juga kesultanan turki dari sudut pandang desa kecil di Lebanon. Di desa itu pun juga sudah tampak pengaruh inggris dan prancis dalam membayang-bayangi kekuatan dunia dan model pemerintahan. Dalam soal ide, buku ini membahas mengenai baik-buruk model pemerintahan monarki absolut. Hal itu tampak dalam bagaimana sikap raja diceritakan dan juga karakter masyarakatnya. Buku ini membuatku berkesimpulan bahwa, pemerintahan demokrasi tidak akan benar-benar terjadi jika kondisi objektif masyarakatnya belum siap.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"