Kata-Kata Terbaik Adalah Doa

Hai blog

Sudah lama sejak dua minggu kemarin aku belum bercerita lagi. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin kukatakan. Tapi pertimbangan lain mengharuskanku untuk tidak menceritakannya. Sebab itu terlalu sensitif untuk dibahas. Pada akhirnya aku berusaha untuk menulis sesuatu yang "ringan" saja, namun ternyata tidak bisa. Mungkin memang lebih baik jujur dengan diriku sendiri.




Kita mulai saja dengan perjalanan Kamis kamis lusa. Saat aku sudah meniatkan diri untuk menemui cinta dan cinta menyambut dengan ramah. Sayangnya cinta enggan untuk jujur dengan perasaannya yang asli.

Entahlah. Mungkin masih ada dendam diantara kita. Aku ingin membuat puisi begini:

Atas nama cinta aku menemuinya
Atas nama cinta dia menghubungiku
Atas nama cinta aku memohon kasihnya

Pada cinta aku mengemis
Demi cinta aku rela tidak jadi apa-apa
Dari cinta dia berpaling
Karena cinta kita terhubung

Cukup absurd memang kata-kata di atas. Semoga saja masih layak dianggap puisi. Namun dari persoalan ini aku sungguh untuk memperjuangkan cinta dari hati dan dengan doa. Sebab doa selalu bisa menguatkan banyak hal.

Hidup memang aneh. Kita dipertemukan dengan banyak orang, banyak karakter. Kadang ada yang satu frekuensi, kadang-kadang tidak. Namun nyatanya hal itu hanya membuat kita sedikit berbeda. Hanya sedikit. Sebab pada kenyataannya kita masih menjadi orang yang sama. Mungkin alam memang tidak bisa mengizinkan kita untuk berpaling dari apa yang harus kita terima.

Pada akhirnya aku merasa bahwa hidup adalah penerimaan atas anugrah tuhan. Hanya saja terkadang kita sombong. Kita merasa seolah-olah kita punya pilihan, padahal tidak. Apa yang kita pilih, apa yang ada di benak kita, apa yang menjadi kecenderungan kita, semua itu sesuatu yang terkontrol dan memang dihadirkan oleh alam untuk kita.

Seorang ulama pernah mencontohkan ketentuan hidup seperti sebagai mana gelas yang jatuh. Gelas yang jatuh dari ketinggian itu pasti akan pecah. Namun bagaimana nanti kadar pecahnya, itu soap lain. Ada yang hancur berkeping-keping, ada yang terbelah jadi dua, ada yang menjadi pecahan tidak beraturan. Kadar itulah mungkin yang kita bisa bilang sebagai pilihan untuk sedikit berbeda, meski mungkin tidak mutlak. Sebab dimana pun kondisinya, kita tidak bisa lepas dari campur tangan tuhan.

Pada suatu hari mungkin kita mengalami krisis secara eksistensial. Kemudian hal itu membuat kita menjadi over thinking. Namun akan ada masa di mana semua tampak jelas. Termasuk kejelasan dari kegagalan kita sendiri.

Kemarin aku bertemu dengan temanku yang bernama Aqib. Orang yang bahkan aku melihatnya tak pernah tampak memiliki masalah. Padahal hidup adalah persahabatan kita dengan masalah. Jadi pastinya dia juga memiliki masalah. Namun aku lebih melihat dia sebagai orang yang tidak banyak Over Thinking. Sebuah masa yang pastinya juga dilewati banyak orang.




Dia tenang menjalani apa yang menjadi pekerjaannya. Menikmati hobi dan kecenderungannya. Dia orangnya tidak mudah tersinggung meski kadang guyonanku pedas. Jika harus mengakui, maka dia jauh lebih hebat dariku.

Entah kemana lagi aku mau menulis. Rasanya aku sudah melantur agak jauh ..

Kita Bicara Perenungan Sederhana Saja


Saat aku ngopi sendiri, maka akan ada dua hal yang kulakukan. Antara melamun dan juga main Catur di hp(hanya itu game di hp q). Keduanya menghasilkan kebosanan. Yang pertama bosan karena pada akhirnya menemui ruang kosong. Yang kedua bosan karena kalah terus-menerus. Yang tidak membosankan dari hp adalah melihat reel di Instagram. Sebab isinya cewek cantik dan beberapa dagangan digital yang aku tak kuat membelinya.

Melamun adalah kegiatan yang banyak kulakukan akhir-akhir ini. Entah saat ngopi sendiri atau bersama teman. Dengannya aku merasa bertemu banyak hal, dan kadang aku tampak ngomong sendiri di hadapan teman-teman.

Suatu ketika aku ngopi dengan kopi yang rencananya akan aku edarkan sendiri dari sini. Secara pribadi aku menganggap kopi itu nikmat. Sebagian orang juga berpendapat begitu. Rasanya seperti kopi lelet Pantura pada umumnya. Hanya saja tidak terlalu pahit dibandingkan yang lain.



Dari kenikmatan kopi itu, muncul kesenangan untuk menawarkan kepada orang lain. Dengan harapan orang lain juga bisa merasakan kenikmatan tersebut. Meskipun secara pribadi ini adalah entitas bisnis.

Lamunan seperti ini membangkitkan apresiasiku pada warung-warung di pinggir jalan. Pada usaha-usaha makanan kecil, dan mereka yang masih bekerja dalam konsep itu meskipun mereka tidak menyadarinya. Mereka yang memproduksi sesuatu yang sehat, baik dan indah bagi dirinya, kemudian menawarkannya pada orang lain. Dengan harapan orang lain juga akan merasakan kenikmatan yang sama.

Kukira seniman itu hanyalah pelukis, pematung, penyanyi, dan penulis. Tapi ternyata tidak. Seniman adalah orang yang bekerja dengan konsep cinta pada dirinya dan orang lain.

Hal seperti ini bisa terasa ketika pikiranku membandingkan dengan gaya produksi industrial. Sebuah tempat yang memproduksi sesuatu dengan konsep kepentingan pasar, perbandingan harga, dan kualitas. Hal itu kemudian menjadikan sebagian orang berbondong-bondong untuk membeli produk tertentu, agar layak masuk pada kelas sosial tertentu.

Ah, pada akhirnya aku masih saja sentimen pada kapitalisme.

Aku sering berupaya untuk diam. Tapi jarang bisa. Apalagi untuk hal-hal yang tidak sepenuhnya aku mengerti. Namun terkadang aku cukup menggebu-gebu untuk bicara dan bahkan meyakinkan orang. Atau kalau bisa dikatakan dengan bahasa awam adalah memaksa.

Pada akhirnya aku juga sadar akan kelemahan kata-kata. Dan kata-kata terbaik adalah doa.

Terimakasih semuanya...
Salam sehat dan bahagia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"