Ruang Kosong

Ada rasa untuk menampakkan sesuatu, sedang aku tak tahu mengapa harus begitu


status gus wajih
Pada akhirnya kamu merasa banyak mengumpulkan informasi, namun kamu sendiri tak bisa memanfaatkannya. Jika apa yang kamu dapatkan tak bisa bermanfaat untuk dirimu sendiri, bagaimana bisa kamu berharap hal itu akan bermanfaat bagi orang lain?

Mungkin akan lebih baik jika menepi. Menjaga jarak dari aneka hal yang biasa melekat pada dirimu. Juga pada banyak informasi yang sudah kau kumpulkan.

Tak ada yang salah dengan informasi itu. Hanya saja kau tak bisa mengolahnya, dan menjadikannya menubuh dalam dirimu. Kau butuh ruang kosong. Tempat di mana kau merasa bukan siapa-siapa. Ingat, kau memang bukan siapa-siapa, dan jangan pernah meragukan itu. Sebab nyatanya memang begitu.

Dari kekosongan itulah kau mulai bertanya "siapa aku?".

Dari kekosongan kau bisa membedakan mana yang kebutuhan dan keinginan. Kau mampu melihat mana yang nyata dan yang ilusi. Dari kekosongan itu pula cinta tak perlu menanggung rasa kecewa. Sebab tak ada alasan lain selain cinta itu sendiri.

Kekosongan itu akan bisa membantumu jujur. Jujur pada dirimu sendiri. Jujur untuk menuliskan apa yang kau rasakan, dan merasakan apa yang kau tuliskan. Sebagaimana kata seorang penulis yang mengatakan bahwa, rahasia kreatifnya dalam menulis novel Ialah membaca, menulis, dan kemudian melamun.

Dalam melamun kita akan sampai pada titik kejenuhan, hingga akhirnya menemui kekosongan. Setelah melewati titik kekosongan itulah dia mengungkapkan sesuatu lewat tulisan. Sayangnya hal itu terjadi saat belum banyak media yang menyerap perhatian kita.

Kekosongan di sini bukan lantas membuang semua informasi. Namun hanya menjaga jarak darinya. Semua ini dilakukan dalam rangka melihat otentiknya diri.

Diri yang otentik membuat kita jauh dari aneka kenaifan. Terlebih pada kenaifan yang membelenggu, dan menyiksa pada akhirnya.

Dan yang paling penting dari kekosongan adalah, kemurnian doa dan kekuatan rasa menerima.

Dari sisi lainku -untuk diriku

Komentar