Makan

Tiga jam tadi, setelah shalat isya, aku pergi ke dapur untuk makan. Aku berjalan sambil merokok. Sampai di dapur, yang kulihat di samping kompor hanyalah soup tadi siang, dan sisa soto. Sekilas bagiku tampak tidak menggairahkan untuk makan. Jadi aku kembali ke kamar sambil terus merokok.

Sambil merokok, aku jadi bertanya pada diriku. Kenapa aku tadi tidak langsung makan saja? Kenapa aku masih peduli soal selera makan di sini? Padahal aku bukan siapa-siapa. Entah kenapa, sampai saat ini aku masih membedakan diri soal selera makan. Padahal seharusnya hal itu sudah tidak penting lagi.

Jika secara refleks aku masih bergulat soal selera makan. Mungkin dalam skala yang lebih kompleks juga akan lebih parah. Aku mungkin akan selalu kalut dalam rasa penderitaan, dan terlena pada kesenangan. Mungkin aku juga akan manja, menunggu sesuatu terpenuhi untuk bertindak. Bahkan untuk sebuah inspirasi. Padahal aku ingin suwung. Sebagaimana yang pernah dikatakan Rendra dalam puisinya.

Kemarin dan esok adalah hari ini
Bencana dan kebahagiaan sama saja

Aku ingin mengosongkan diri. Aku mau sunyi dan damai. Aku tak ingin mencintai apa-apa kecuali diriku sendiri. Aku ingin mengasihani diri ku sendiri. Aku ingin mengharapkan diriku sendiri.

Sambil terus merokok, aku membayangkan aneka penderitaan yang mungkin akan kujalani. Tak ingin lagi aku membayangkan bahagia. Aku ingin terbiasa dengan penderitaan ini. Aku ingin mensykuri pahit dan hambar yang ada. Aku ingin bunuh diri...

Rokokku sudah habis sebatang. Sebelum melakukan batang berikutnya, kembali ke dapur untuk makan apa yang ada. Untuk hidup ku. Terimakasih untuk banyak hal ...

Komentar