Mengalir

Hatiku terasa sesak dengan banyak hal yang mengusik. Banyak hal yang tak bisa ku jelaskan dengan sederhana. Tentang harapan, kekecewaan, penyesalan, dan juga dendam. Mungkin memang sebaiknya aku mengosongkan hati. Menyerahkan diri pada rahmat yang kuasa.

Barangkali aku yang masih terlalu sombong. Menganggap diri bisa mengatasi semua persoalan. Mengabaikan orang-orang yang seharusnya diakrabi sepenuh hati. Sebab waktu tidak akan bisa merubah semua perasaan itu. Waktu hanya merubah suasana, manusialah yang mengambil keputusan pada akhirnya.


Berkali-kali aku mendengarkan lagu Damai Bersamamu yang pernah dinyanyikan oleh almarhum Chrisye. Melekat sekali lirik yang berbunyi.

Hanya padamu Tuhan

Tempat ku berlindung

Dari semua kepalsuan, dunia

Sesaat kupikirkan bawah, seharusnya kita memohon kepada Tuhan untuk melindungi kita dari kepalsuan, bukan hanya mengkritik aneka kepalsuan, dan -entah secara sadar, atau tidak sadar- tenggelam dalam kepalsuan kita sendiri. Kepalsuan merasa diri baik-baik saja, padahal tidak. Juga bermacam-macam perasaan yang enggan untuk dijelaskan, namun tak pernah terselesaikan.


Temanku pernah berkata, "keikhlasan tertinggi adalah memaafkan". Ungkapan itu hadir saat aku jengah dengan ungkapan "mohon maaf lahir dan batin" saat lebaran. Sebab setelah kupikirkan, makna dari ungkapan itu tidak semudah dan sepopuler kata-katanya. Meminta maaf secara lahir dan batin butuh kekuatan jiwa, kerendahan ego, dan juga kerelaan yang tulus. Bukan hanya sekedar bicara untuk pantas-pantas saja.


Dalam perjalanan ini, aku bisa menyimpulkan bahwa, "memaafkan bukan berarti melupakan, dan melupakan bukan berarti memaafkan". Jika harus memilih, aku lebih memilih untuk memaafkan meski tak bisa melupakan. Kurasa memaafkan dapat mendamaikan banyak hal yang berkecamuk dalam diriku. Aku memang bukan siapa-siapa, namun dengan memaafkan, ada rasa damai dengan siapa saja.


Aku memaafkan saudara-saudaraku yang dulu selalu egois, aku memaafkan tetanggaku yang tak pernah mengerti, teman-teman sekolah yang pernah mem-bully, orang-orang yang sudah menghianatiku, dan entah siapa saja yang pernah menghinaku. Sebab -setidaknya yang kurasakan selama ini- tak ada gunanya hidup dengan menggenggam itu semua.


Seperti sungai tempatku melamun tadi malam, yang airnya mengalir deras, membawa anganku pada rumah -yang belum pernah kubayangkan sebelumnya-. Terimakasih atas banyak hal. Segala puji hanya bagimu.

Komentar