Berkah

Setelah berupaya untuk menuliskan sebuah bap mengenai “Cerita Cinta Pertama”, aku kehabisan ide untuk melanjutkannya. Tak ada sesuatu yang menurutku akan menarik untuk melanjutkan ceritanya. Bahkan aku memang tak tahu untuk melanjutkannya bagaimana. Hanya ada beberapa ide yang pada akhirnya buntu, dan aku mengurungkan niat untuk menuliskannya. Sepertinya aku membutuhkan inspirasi, atau aku lebih butuh menata pikiranku dalam menuliskan cerita ini.

Aku ragu apakah akan bisa menyelesaikan cerita ini tepat waktu. Sebab pencapaianku tidak begitu konsisten pada saat ini. Namun aku akan tetap yakin kalau cerita ini akan berlanjut dan selesai. Semoga saat itu adalah waktu yang tepat untuk segalanya.

Ada beberapa hal yang ingin kuceritakan, yang sebenarnya bukan cerita mengenai WritersBlock di atas. Yakni mengenai motorku yang kemarin kubawa ke bengkel, dan menghabiskan banyak uang. Memperbaikinya membuatku merasa sedikit bertanggungjawab pada apa yang sudah dianugerahkan kepadaku. Meski hal itu membuatku menghabiskan seluruh isi rekeningku. Juga memakai uang yang diberikan temanku untuk membayar hutang yang sebenarnya tak perlu.

Temanku bernama Rozi, atau biasa dipanggil Pekcun yang saat ini bekerja di Jepang, tiba-tiba mengirim DM padaku, dan mengabari bahwa dia telah mengirim uang di rekeningku sebesar tuju ratus ribu. Dia bilang uang itu untuk membayar hutangnya yang dia pakai dulu untuk membayar semester, yang nominalnya sebenarnya adalah enam ratus ribu. Kemudian aku membalas DM-nya, bahwa hutang itu sebenarnya sudah kuanggap lunas, karena dia juga pernah membantuku. Tapi dia membalas dengan kata “wes gpp brow”, dan aku berhenti membalasnya. Kurencanakan saja uang itu sebagai tambahan untuk memperbaiki motor, kuanggap sebagai pinjaman yang suatu saat nanti akan kubayar, entah dengan bentuk yang sama, atau dengan bentuk lain.

Peristiwa ketika dia mengirim uang ke Rekeningku itu membuatku berkesimpulan, bahwa persahabatan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dituliskan, tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Barangkali, setiap hubungan yang berlandaskan pada perasaan yang baik juga akan berujung baik. Hal itu mungkin ada hubungannya dengan niat, sesuatu yang minggu kemarin begitu kurenungkan.

Merenungkan soal niat membuat me-refresh kembali apa yang ingin kucari, termasuk dalam hal mengaji dan membantu. Hal itu membawaku pada istilah yang bernama Berkah. Sebuah istilah yang sedari kecil aku tahu, tapi pernah tak kuyakini pada masa tertentu. Ketidakyakinanku terjadi karena aku merasa ada orang yang memanipulasi ungkapan berkah untuk kepentingannya sendiri. Atau pada sanggahan bahwa berkah adalah istilah yang tak benar-benar bisa dikonkretkan.

Kemudian aku teringat pada ungkapan guru yang mengatakan bahwa, berkah itu Ziadatul Khoir, bertambahnya kebaikan. Apabila dengan menjalaninya kebaikanmu menjadi bertambah, maka itu berarti dirimu dilimpahi keberkahan. KEBAIKAN, bukankah itu yang selama ini kita butuhkah?

Pastinya kebaikan itu sama dengan hal-hal yang positif, sama dengan kemuliaan, dan ketika belajar filsafat, aku diberitahu kalau kebaikan berada di atas kebenaran. Kebaikan mungkin adalah istilah lain dari kebijaksanaan itu sendiri. Dari itu aku mulai memantapkan diri untuk mengharap banyak berkah.

Kesimpulan yang bisa kuungkapkan adalah, apabila kebaikanmu semakin bertambah, itulah yang dinamakan berkah.

Komentar