Pengertian Jiwa
Sudah dua hari ini aku membaca buku dari Ki Ageng Suryomentaram. KAWRUH JIWA. Buku yang kudapat 3 tahun lalu, dari teman yang menawarkan lewat status WA. Dia malah menjualnya padaku dengan memberi banyak diskon. Aku sudah membacanya dua tahun lalu, namun membaca buku yang sama dua kali adalah keistimewaan pribadi. Membaca buku yang sama dua kali dapat memperbaiki kesalahan pembacaan kita sebelumnya, bukan mengulang kesalahan yang sama.
Buku berbahasa Jawa kromo, dan juga ditulis dengan nuansa
tutur dari Ki Ageng Suryomentaram ini tidak hanya menarik, tapi juga cukup
menggugah -setidaknya menurutku-. Buku ini ditulis dengan istilah yang umum
dalam masyarakat desa. Juga membahas mengenai kebiasaan masyarakat desa pada umumnya.
Masyarakat yang masih main domino, juga manusia dalam hubungannya dengan
keluarga dan sosial. Buku ini menjelaskan persoalan jiwa manusia dengan sangat
sederhana, dibandingkan dengan buku psikologi yang pernah kubaca sebelumnya. Buku
ini menjadi teman yang solid dalam menjalankan kegiatan warung kopi akhir-akhir
ini.
Pada akhirnya pun aku juga mengerti, bahwa kesukaan membuat kopi dan kenikmatannya berbeda dengan menjalankan bisnis warung kopi. Menjalankan bisnis warung kopi butuh perhitungan bisnis yang baik, subtitusi yang matang dengan produk lain, dan juga berhubungan dengan orang-orang yang datang dan berada di sekitarnya. Di titik inilah aku mesti belajar dengan hal baru. Hal yang belum pernah aku pelajari secara langsung, tidak hanya mengenai teori. Mungkin ini juga menjadi media untuk diriku mengelola diri lebih baik, tidak hanya asal-asalan, atau bahkan cuma sekedar mengalir.
Dari sejak bulan kemarin aku juga diberi tahu sial akan
adanya acara Halaqoh Peradaban dari PBNU. Sebuah acara yang bagiku tidak hanya
seperti seminar dan ceremonial, tapi juga menyangkut ide dan pemikiran dunia
baru. Aku sudah mengumpulkan banyak referensi yang mesti dipersiapkan, melihat
contoh acara yang sudah ada, dan juga mempersiapkan rundown acara yang
akan dilaksanakan. Dalam hal teknis yang lebih detail memang belum ada
persiapan. Namun akan lebih baik jika semuanya sudah cukup mapan dalam ide dan
pemikiran. Aneka kegiatan inilah yang membuatku mendapat alasan untuk belum
juga melanjutkan tulisan pribadiku. Bukan karena kegiatan-kegiatan itu mengganggu,
tapi karena aku yang tidak serius dalam menggarap proyek pribadiku sendiri. Atau
mungkin karena tidak adanya partner untuk sharing dan bertukar ide. Bisa
jadi begitu. Hmm.
Kedamaian dan Kemajuan, apakah itu?
Tampaknya tulisan ini harus melompat pada persoalan
lain, tapi sebenarnya hal ini berhubungan dengan diriku saat ini? Tentang kedamaian
dan kemajuan. Kedua hal ini layak untuk diberi tanda kutip masing-masing. Sebab
aku perlu mendefinisikannya secara tersendiri. Namun tidak perlu, sebab akan
lebih nyaman jika aku mengalir menjelaskannya.
Ada masanya ketika kita mengalami kemajuan, namun tidak
mengalami kedamaian. Begitu pun sebaliknya, ada kedamaian walau tanpa kemajuan.
Keduanya menjadi persoalan ketika tidak mampu berjalan bersama. Dalam kondisi
yang damai, aku merasa harus melangkah maju. Namun dalam perjalanan maju, perasaan
ini menjadi tidak sedamai sebelumnya. Boleh jadi ini adalah ujian sebuah
perjalanan, atau sebenarnya ada yang salah dengan tindakan dan langkah yang dipilih.
Keduanya belum juga dapat diteliti dan dikoreksi. Yang tampak terasa saat ini ialah,
adanya suasana hening dalam hati yang sulit untuk diuraikan. Apa yang menjadi
kegiatanku hari ini tidak membuatku merasakan apa-apa.
Aneka kejadian yang tidak menyenangkan sudah menjadi hal
biasa. Perlahan hal itu kusadari sebagai tantangan, bahkan mungkin juga alasan
mengurangi dosa. Bertahan pada hal yang tidak menyenangkan memang bukan hal
mudah. Tekanan bisa bertahan dalam banyak waktu. Hanya saja ada satu kalimat
untuk diri sendiri, “bila semua ini tidak diperjuangkan, maka hidup hanya akan
makin sia-sia”. Agar hidup tak sia-sia, harus ada keyakinan, dan bertahan untuk
itu. Mungkin keyakinan itu salah. Mungkin juga tidak setepat yang kupikirkan. Namun
keyakinan kecil ini bisa membantu menuju yang absolut.
Keyakinan Menuju Kesadaran
Keyakinan adalah kunci, sedang rasa cenderung mudah untuk
berpindah. Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Mbah Suryomentaram dalam soal
mulur-mungkret. Perasaan manusia itu mudah sekali berubah. Rasa senang
bisa berganti susah dalam waktu yang tidak lama. Sebab tidak ada kesenangan
yang absolut, begitu juga sebaliknya. Kita bisa berpendapat bahwa kita akan
bahagia, jika bisa menikah dengan orang yang kita inginkan. Andaipun yang kita
inginkan itu terjadi, kebahagiaannya hanya akan hadir pada saat itu. Setelah itu
akan ada hal yang kita susahkan untuk selanjutnya. Mungkin tentang kebutuhan
keluarga, atau mungkin soal ego yang tidak mampu terwadahi.
Atau kita merasa menderita jika yang kita inginkan menjadi
milik orang lain. Perasaan memang akan ada, tapi juga tidak akan selamanya. Sebab
akan ada teman yang membuat kita merasa ada yang peduli. Atau hal-hal menarik
lain yang membuat kita terlupa dari masalah yang terjadi. Hal-hal yang terasa
menyenangkan meski tidak tampak begitu. Perasaan manusia akan selalu
beradaptasi dengan apa yang terjadi, pada kemampuan dan kekurangan pemiliknya,
juga pada situasi dan alasan yang menyertainya. Sedangkan orang yang berjiwa
murni akan menyadari diri dan perasaannya. Orang seperti itu mampu membedakan
antara “aku” dan apa yang terjadi dengan perasaanku. Menjaga jarak dengan
perasaan yang sedang dialami, dan kemudian mengatur atau menasehatinya.
Sudah tentu aku belum berada dalam tahapan ini. Bahkan terasa jauh. Yang masih terasa menjadi usaha adalah, membaca dan menanamkan pemahaman dalam hati.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya