Kembali-Pulang

 Hai blog

Aku tidak melanjutkan tulisanku malam ini. Namun kuputuskan menulis untuk diriku sendiri, yang kutempelkan lewat media ini. Tentang jiwa yang selama ini tak menentu. Entah akan ke mana? Semakin kurenungkan, semakin aku mengalami kebuntuan. Hingga pada akhirnya kucoba mengenali diriku. Bertanya dengan sungguh tentang banyak hal, kepada diri sendiri. Hingga kemudian aku tahu dari mana aku berasal, dan ke mana akan menuju?

Innalillahi Wa Inna Ialihirojiuun

...Sesungguhnya semua berasal dari Allah, dan hanya kepadanyalah semua akan kembali. Begitulah maknanya -yang kurang lebih aku tahu-. Perjalanan ini akan menuju ke Tuhan, sebab memang semua berasal darinya. Tentu lewat kedua orang tua kita, di daerah tempat lahir kita, dan juga bersama mereka yang banyak memberi pada kita.

Kukira urusan kita dengan Tuhan itu bukan soal asal dan kembali. Tapi lebih pada kesatuan. Perasaan sadar bahwa aku hidup, sadar, dan melakukan sesuatu bersama kehendaknya. Namun bisa jadi kita ditakdirkan hadir untuk, agar kemudian kembali kepadanya. Sedang untuk saat ini berada di tengah, sebuah tempat di antara asal dan kembali. Untuk bisa kembali kepadanya dengan selamat, kita perlu arahan dan bimbingan darinya. Dari itulah kita butuh keterhubungan dengannya. Butuh Integrasi, yakni keterhubungan dalam kesetiaannya dengan peran masing-masing. Dalam hal ini aku tertunduk malu. Aku belum menjalankan peranku dengan benar, dan jauh dari baik. Bahkan malah belum berusaha sungguh-sungguh. Tak akan layak untuk diterima untuk kembali, atau bahkan kehilangan arah untuk kembali. Begitu ungkapan dalam benakku.

Berpikir untuk kembali. Untuk layak dan pantas kembali. Mungkin dengan ini sebaiknya aku hidup. Untuk berpikir dan menjalani semua yang ada dalam konsep kembali. Tidak perlu membuang waktu untuk mengejar yang tak pasti, atau menginginkan yang tidak perlu. Hanya berkonsentrasi pada satu hal, Pulang.

Pulang atas nama hakikat, dan juga kerinduan.

Sebuah kepulangan membutuhkan jiwa yang tenang. Butuh mendamaikan diri dengan orang yang sudah melahirkan dan membesarkanku, butuh ilmu sebagai bekal perjalanan, dan juga butuh cinta sebagai bahan bakar. Tanpa itu semua, sepertinya hanya akan berjalan di tempat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"