IKAN DALAM KOLAM(Jiwa Yang Tenang)

aquarium, animal and fishbowl by kazuend (@kazuend)

Belakangan ini sering sekali terdengar lagu ikan dalam kolam. Aku tidak menyukai lagu itu. Tidak suka bukan berarti membenci, begitu yang kupelajari dari kisah Dilan, selain dari kalimat, “jangan rindu, rindu itu berat. Kamu gak akan kuat, biar aku saja.” Tapi lagu itu begitu dekat dengan budaya kita. Nuansa melayu dan juga kasidah yang khas. Kasidah dalam benakku adalah jenis musik populer di bumi Padang Pasir, bukan soal agama. Walau tak suka, aku tak pernah keberatan untuk mendengarkannya. Hanya saja aku tak pernah secara pribadi memutarnya. Aku tak menganggap lagu itu jelek, hanya bukan termasuk top of mind di kepalaku.

Rasanya jiwa ini masih terpaut pada budaya lama. Jika aku ingin mendengarkan musik dangdut, yang muncul di kepalaku H. Rhoma Irama dan Evi Tamala. Begitu juga dengan musik kasidah, yang ada di benakku masihlah Nasida ria atau album Cinta Rosul volume 1 sampai 7, atau album Pondok Langitan. Begitulah pikiranku mengelompokkannya.

Saat di warung kopi kemarin, aku mendengarkan album Cinta Rosul volume 1 sampai 7. Tidak hanya soal lirik sholawatnya, aku merasa masuk pada perubahan komposisi musiknya, juga perubahan suara Sulis dari kecil hingga dewasa. Perjalanan album itu seperti perjalanan kualitas musik pada album Cinta Rosul. Album volume 7 adalah pencapaian terbaiknya. Suara Sulis terdengar begitu merdu, suara Hada Alwi sudah pasti bagus, dan yang luar biasa adalah komposisi musiknya. Suara musik modern yang jernih dan tetap memiliki nuansa gambus. Ada beberapa lagu juga yang memiliki nuansa Kitaro. Bagiku album volume 7 ini adalah mahakarya dari Cinta Rosul. Aku pernah mendengar kalau album terakhir ini di mixing-mastering di Australia. Bila ini benar, aku jadi bisa mengerti kenapa album ini bagus. Sebab band bagus zaman itu, seperti DEWA dan Padi pun melakukan rekaman di sana.

Semakin sering mendengar lagu(ikan dalam kolam) itu, aku bahkan sedikit hafal liriknya. Kupikir lagu itu memang menjadi selera semua kalangan, entah tua atau pun muda. Bahkan pernah kudengar lagu itu di Toa Mushola, dalam acara sholawatan. Dinyanyikan oleh ibu-ibu yang sudah berumur, dan aku tak merasa terganggu dengan suaranya.

Lagu itu bicara mengenai cara mempesonakan diri dan meraih simpati dari perempuan pendiam. Seperti metode untuk tebar-pesona secara diam-diam. Usaha untuk stay cool sebagai lelaki. Tapi apakah benar seperti itu maknanya? Aku sendiri tidak tahu.

Tidak semua karya populer sesuai dengan maksud pengarangnya. Mungkin sebenarnya lagu itu bermakna spiritual, yang dibungkus dengan nuansa populer, agar bisa diterima oleh banyak pihak. Seperti lagu-lagu Ahmad Dhani yang bermakna cinta spiritual, diambil dari puisi Jalaluddin Rumi dan Kahlil Gibran, dan diramu dengan nuansa populer.

Lagu ikan dalam kolam ini memang bagus, dan sudah mengawali kebingunganku saat menulis. Saat tadi pikiranku berputar-putar, emosiku juga amburadul. Ada kesadaran untuk bersikap tenang. Sebab menulis adalah pekerjaan hati dan pikiran. Menulis adalah pekerjaan jiwa yang tenang.

Saat diri sudah cukup tenang, aku jadi semakin memikirkan apa itu jiwa yang tenang. Jiwa yang menjadi dasar orang mengkreasikan sesuatu, untuk menggambar, untuk menulis, juga untuk membuat lagu.

Ingatanku berjalan lebih jauh. Dalam kitab suci, jiwa-jiwa yang tenang lah yang mendapat panggilan Tuhan. Jiwa dari manusia yang sanggup mengalahkan nafsunya. Jiwa-jiwa yang dipanggil untuk kembali pada hakikatnya. Jiwa-jiwa yang dikaruniai ibadah dan juga surga. Sungguhlah mulia para jiwa yang tenang itu.

Dalam petualangan pikiranku mengenai jiwa yang tenang itu, dan juga rasa ingin menulis, aku teringat pada lagu ini. Lirik awalnya mengingatkanku bahwa, untuk melihat kebenaran -dengan “K” besar-, jiwamu harus tenang. Biarlah yang keruh dan kemrungsung mengendap lebih dahulu. Kalau bisa sampai airnya sebening kaca, lalu kebenaran akan menampakkan dirinya. Bukan nafsumu yang menilai, tapi kebenaran itu yang akan nampak padamu.

“Bila masih kau biarkan nafsumu menilai sesuatu, berarti kau tidak termasuk jiwa-jiwa yang tenang”.

 Begitu pesan yang akhirnya kudapatkan.

aquarium Gus Wajih



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Berlalu

Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

SEKILAS "MAMNU"