Setalah menonton film Perfecy Day , sudut pandangku berubah dalam menilai kehidupan yang kujalani. Seharusnya hidup dijalani dengan sungguh-sungguh dan penuh martabat, tidak dengan termehek-mehek dan benyak mengharapkan sesuatu yang tidak perlu. Kefokusan dan antusiasme menjadi begitu penting dalam menjalani hari-hari yang sama, yang dianggap penuh dengan kebosanan dan mungkin tidak lazim bagi kebanyakan orang. Sebab ini adalah era di mana validasi social menjadi begitu penting. Tidak hanya dalam dunia yang dijalani sehari-hari, tapi juga di dunia maya yang penuh dengan ilusi dan kepalsuan. Kondo wa kondo, ima wa ima . "Nanti ya nanti, sekarang ya sekarang." Inti dari kehidupan bukanlah pencapaian, tapi kesungguhan dalam menjalani peran. Begitulah interpretasiku mengenai prinsip yang di kuatkan dalam pertengahan adegan film ini. Mungkin ini terkesan naif. Apa lagi dalam hidup yang serba terhubung dan tsunami informasi yang melanda. Dalam hal ini, aku sendiri suda...
Sudah terlalu banyak aku menulis harapan-harapanku dalam hidup. Namun tampaknya masih sedikit tekat untuk melakukannya. Tak ada gairah untuk mewujudkannya. Membuatku bingung apakah aku benar-benar menginginkannya. Padahal harapan perlu diwujudkan. Perlu dikerjakan untuk mewujudkannya. Harapan tanpa amal hanyalah angan-angan. Kini aku seperti harus memilih antara berada di ranah ide atau di ranah praktis. Ada banyak hal sistemik yang bisa kukerjakan. Juga banyak hal praktis yang bis dilakukan. Namun aku masih enggan untuk fokus dengan salah satunya. Masih ingin bisa merangkul keduanya. Padahal jelas tidak bisa. Satu hal saja belum tentu. Masih berkutat di persimpangan. Masalah utama saat ini adalah, tidak bisa tidur sebelum jam dua belas malam. Jam sepuluh apa lagi. Tadi malam aku berencana untuk tidur sebelum jam tengah malam. Setelah mengerjakan rekap data, aku mematikan lampu dan memutar Ngaji Filsafat dari Pak Faiz. Entah sampai berapa episode, ternyata aku masih terjaga. Kuputu...
Obrolan dengan Isma kemarin membuka halaman kedua untuk youtube ku. Entah bagaimana pun apresiasinya, dan berapa banyak yang menonton, aku sendiri kurang peduli. Audionya memang masih jelek. Tidak begitu nyaman untuk didengarkan. Tapi dalam obrolan mengenai buku itu, kita berbicara banyak hal. Mulai dari cover buku yang bagus, dan itu membuat kecewa saat membaca isinya, tentang kesehatan mental, dan juga hal-hal yang menjadi kontrak kita dengan Tuhan. Dari pembahasan yang terakhir itulah hal yang menarik didapatkan dari buku itu. Bahwa setiap kita memiliki kontrak pribadi dengan Tuhan. Tentang siapa kita dan apa yang mesti kita jalani di dunia ini. Bila mengenal kontrak itu, kita akan bisa dengan damai menjalani hidup. kita lahir dalam kondisi sepi. Sendiri di dalam perut seorang ibu. Kita bertumbuh dan dibesarkan oleh keluarga dan lingkungan. Pada saatnya nanti, kita akan menghadapi kesendirian lagi, di dalam fase kematian. Ada banyak hal yang bisa ditanyakan, atau dibahas dal...
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya