Bahagia Terasa Mudah Dengan Itu

Hai Blog

Ini sudah jam enam pagi. Aku beranjak ke kantor untuk menulis entah apa. Sebab sedari malam aku tak bisa tidur. Padahal waktu tidurku tidak banyak kemarin. Aku hanya tidur jam satu siang sampai jam empat sore. Kemudian kesirep beberapa menit pada jam 8 malam. Setelah itu malah tak ada rasa mengantuk. Sudah kucoba untuk rebahan, mematikan lampu dan terus memejamkan mata, tapi tetap ada kesadaran. Pada akhirnya membuka ponsel lagi, dan meliat video sampai pagi.

Mungkin karena aku tak disiplin sejak awal. Tak mau meninggalkan gawai saat mau tidur. terus berpikir untuk menonton sampai bosan, dan berharap kebosanan itu akan membuatku tertidur. Pada kenyataannya tidak. Kebosananku malah banyak termanipulasi oleh gawai tersebut. Semakin lama aku menonton, semakin aku penasaran untuk menonton lagi, dan lagi. Dengan pasrah, aku menawarkan diri untuk menjadi komoditas aplikasi media yang menjual tempat iklan. Ah, bodoh sekali.

Padahal masih ada beberapa buku yang belum kuselesaikan. Aku berminat untuk membelinya, tapi malah mengabaikannya saat sudah di tangan. Ternyata keinginan untuk membeli buku tak berbanding lurus dengan keinginan membaca. Tampak tidak layak jika aku dibilang orang yang suka membaca. Malah lebih betah untuk menonton video di gawai. Namun suka sekali berkeinginan untuk membeli buku. Sama saja dengan kebanyakan orang, hanya mengikuti hasrat untuk memiliki. Kebetulan saja benda itu buku.

Mungkin sebaiknya memang berpikir untuk mengelola hasrat. Tidak semua yang kita inginkan harus dipenuhi. Berpikir dahulu sebelum memutuskan untuk memiliki sesuatu. Jangan-jangan itu hanyalah hasrat sesaat. Sepertinya hal ini bisa dicoba untuk menentukan resolusi dua tahun baru. Mungkin sudah banyak yang tak percaya dengan bentuk resolusi. Banyak orang yang sinis kalau itu hanya semangat momentuman. Namun aku perlu memandang sebaliknya.

Kenapa banyak yang sini dengan resolusi tahun baru? Sebab banyak yang tidak berjalan. Entah karena salah memutuskan, atau karena gagal mengeksekusi. Kedua hal ini tak boleh disepelekan. Terkadang kita membuat resolusi dari hasrat-sesaat kita, atau kita tak tahan dengan rutinitas dari hasil resolusi kita. kita tidak konsisten. Jika harus menentukan resolusi, aku hanya aku hanya akan membuat satu, dan itu harus hal yang aku butuhkah, kuinginkan, dan aku akan menyukainya. Mungkin ini naif, tapi beginilah yang ada di kepalaku.

Aku tidak akan beresolusi untuk menikah, tidak juga memiliki ini dan itu, termasuk buku. Berpikir untuk berlimpah uang juga tidak. Hanya satu hal untuk diriku, tak ada hubungannya dengan materi, ataupun orang lain.

Satu hal yang penting adalah mendamaikan masa lalu. Sebab aku masih terjebak dengannya. Awalnya aku tak menyadarinya, namun ada yang bilang begitu, dan aku mengakuinya. Tentang masa lalu yang sulit dimengerti, diterima, dan didamaikan. Sebab itu menyakitkan, dan sebagian memalukan.

Terkadang aku harus marah pada diriku karena hal itu. Di waktu yang lain aku melakukannya pada kekosongan, dan aku masih merasa kalau sendiri terasa lebih baik. Lebih baik untukku, dan lebih baik untuk semuanya.

Namun ada momentum ketika masa lalu terasa lebih ringan. Saat seperti itu membuat diri fokus pada sekarang. Lupa pada kesedihan, dan tak peduli pada kebahagiaan.

Aku jadi mengerti, bahwa mengingat rasa sakit dan kesedihan sama saja dengan melipatgandakannya , sedang berusaha untuk bahagia berarti tidak memilikinya. Hanya terobsesi padanya. Terobsesi pada kebahagiaan, sama halnya dengan penderitaan. Momentum itu mengajarkan menerima dan bersyukur. Bahagia terasa mudah dengan itu.

Tahun ini akan berganti, umurku bertampang kemarin, dan entah apalagi yang bertambah dalam hidupnya. Yang jelas, aku senang dengan perasaan yang sedikit berubah.

Alhamdulillah dengan berlimpahnya kesehatan di tahun ini



Komentar