SUSAN SONTAG; PENYAKIT SEBAGAI METAFORA
Apakah sebuah penyakit adalah gejala tubuh dengan alam? Atau ia merupakan bencana, hukuman dan bahkan sebuah tanda akan adanya kiamat?
Kanker adalah penyakit mematikan. Begitu pun penyakit tuberkulosis. Tetapi cara pandang orang mengenai dua penyakit ini berbeda. Kanker diidentikkan sebagai penyakit yang membatasi hasrat dalam diri, sisi lain dalam diri yang menyerang, menghancurkan dan pada akhirnya membunuh. Berbeda dengan tuberkulosis, penyakit yang dipersepsikan sebagai akibat dari hasrat yang meluap-luap dalam diri manusia, yang kadang si pemilik “diri” pun tak sanggup mengendalikannya. Penyakit yang banyak diidap oleh seniman. Buku ini mencontohkannya dengan memoar yang ditulis oleh Franz Kafka, penulis hebat sepanjang masa. Aku pun jadi teringat dengan Chairil Anwar, penyair hebat kita yang mati muda karena TBC.
Ada banyak metafora mengenai
kanker, hal ini berlangsung dari masa klasik, pertengahan hingga modern.
Tertulis dalam berbagai karya fiksi, dan juga menjadi bahan perumpamaan para
tokoh untuk tujuan propaganda. Kanker sebagai penyakit adalah satu hal,
sedangkan metafora dari kanker itu sendiri adalah hal yang banyak diekplorasi,
yang kadang terlalu jauh dari substansi kanker itu sendiri.
Pernah seorang pejabat publik mengatakan kalau sebuah
organisasi tertentu adalah “kanker” untuk Demokrasi dan Ideologi Bangsa.
Pernyataan seperti ini membenarkan apa yang dikatakan Susan Sontag, bahwa;
Melambangkan sebuah fenomena
sebagai kanker, adalah hasutan untuk melakukan kekerasan. Pemanfaatan kanker
dalam wacana politik mendorong fatalisme dan membenarkan tindakan-tindakan
“berat” – serta memperkuat anggapan luas bahwa penyakit itu pasti menimbulkan
bencana.
Begitu juga pada awal tahun 2020,
ketika begitu gencarnya isu corona, aku makan di warung mbok Danang sambil
menonton berita nasional tentang Virus Corona. Tiba-tiba orang di dalam ruangan
dengan percaya diri berucap, “Ini sudah mau kiamat !, sudah jelas
tanda-tandanya”
Pikiranku jengkel mendengarnya, tahu
apa orang ini soal kiamat? Ngaji di mana dia soal tanda-tandanya? Seenaknya
ngomong, seolah dia panitia akhirat. Sebagian orang, atau mungkin banyak,
menilai suatu fakta dengan banyak asumsi yang asal-asalan, bahkan dengan
metafora yang seolah dia tahu maknanya.
Selang beberapa minggu suasana
gaduh dan mengharuskan Lockdown. Teori konspirasi banyak bermunculan.
Fakta-fakta kecil, yang kadang bahkan tidak terferifikasi, dibumbui dengan
asumsi dan opini untuk menyalahkan satu “dalang tunggal” yang entah-berentah,
semakin menambah keruh keadaan. Ini adalah fenomena yang dekat dan sudah
berlalu. Opini dan asumsi mengenai Covid pun hari ini sudah mulai
memudar.
Hal-hal seperti ini bisa terjadi
karena orang terburu-buru untuk menyimpulkan sesuatu, tanpa mengerti konteks
persoalan dan kompleksitas masalah. Sebagaimana yang ditulis Susan Sontag;
Dan metafora kanker sangatlah
kasar. Itu selalu merupakan upaya untuk menyederhanakan apa yang kompleks dan
alasan untuk membenarkan diri sendiri, jika bukan untuk mengusung fanatisme.
Dengan membahas beberapa penyakit fisik yang berat, buku ini berupaya untuk membantah banyak metafora yang digunakan pada penyakit tertentu. Beberapa karena adanya latar politik, budaya, dan juga kecilnya tingkat kesadaran manusia. Narasinya terperinci layaknya sebuah reportase, dan juga banyak memberikan telaah kritis pada hal umum dan detail. Buku ini mengajak untuk bernalar kritis pada fenomena umum di masyarakat. Buku ini mengajak berfilsafat.
Simpulan
Secara umum, buku ini mengaja
untuk berpikir secara fenomenologis, gagasan di mana kita perlu melihat
penyakit sebagai fakta. Serta membatasi diri dari asumsi, persepsi dan aneka
metafora yang terbawa, atau kadang ditimbulkan oleh fakta tersebut.
Fokus buku ini bukanlah pada
penyakit fisik itu sendiri, melainkan penggunaan penyakit sebagai metafora.
Buku ini hendak memurnikan cara pandang akan fenomena alam, yang tidak perlu
dilihat dalam kerangka imajinasi fiksi-ilmiah, hingga menimbulkan fantasi-fantasi
dan kegaduhan yang tak berdasar.
Komentar
Posting Komentar
terimakasih atas perhatiannya