Tanpa Lagu "Legenda", Gus Dur Tetap Idola

Masih bulan Desember, berarti masih bulan Gus Dur. Masih bisa mengenang beliau lewat lagu ini. Baru tadi malam aku membaca dari membuka akun Instagram Arbain Rambey, meliat koleksi foto berserta ceritanya, dan aku melihat salah satu fotonya dijadikan isi video klip. Itu adalah video klip lagu berjudul "Legenda", dinyanyikan oleh Bunga Citra Lestari. Langsung aku beranjak untuk menontonnya di YouTobe.

Lagu itu memanglah bagus, baik lirik maupun iramanya. Namun setelah aku mendengarkan versi Sheila Majid pada tahun 1990, ternyata aku lebih suka versi yang lama. Versi Sheila Majid pada 1990 terdengar lebih bagus secara keseluruhan, baik itu musiknya maupun vocal-nya. Tentu ini pendengaranku secara pribadi. Versi 1990 lebih halus secara aransemen. Petikan pianonya bisa menyentuh ke hati. Begitu pun dengan suara Sheila Majid, khas Melayu dan halus. Terasa lebih dalam untuk dihayati.

Sebagai penikmat musik partikelir, aku tak menganggap ini analisis yang layak untuk dijadikan rujukan. Aku hanya ingin jujur dengan pendapatku pribadi. Bukan karena lagu ini digunakan untuk mengenang Gus Dur, lantas aku begitu mengunggulkan lagu ini. Sebab tanpa adanya lagu ini pun, aku akan tetap mengagumi beliau, sebagai intelektual, budayawan, negarawan, ulama, dan juga wali.

Aku masih ingat saat melihat beliau sebagai presiden. Saat itu aku masih Taman Kanak-Kanak. Beliau berdiri di samping ibu Megawati, Atau ketika aku melihat gambar beliau di kampanye PKB tahun 1999. Saat itu kampanye berada di pondok pesantren dekat rumahku. Ikut membawa slayer hijau bertuliskan PKB, atau membawa benderanya merupakan kesenangan pada waktu itu.

Efek paling jelas untukku sewaktu Gus Dur menjadi presiden adalah, liburnya sekolah pada bulan puasa, sebulan penuh. Hal yang tidak pernah kurasakan setelahnya. Entah apa pertimbangannya kebijakan itu, tapi itu menyenangkan untukku dan teman-teman. Pada masa setelah itu, tak ada lagi liburan sekolah sebulan selama bulan puasa. Kadang beliau bisa terkenang dengan momen liburan itu. Setelah aku kuliah, aku baru tahu bahwa menjabatnya beliau sebagai presiden, membawa dampak besar pada demokrasi di Indonesia, juga pada pluralisme dan kerukunan umat antar agama.

Sewaktu kelas lima MI, temanku mengajak untuk menonton video dangdut. Penyanyinya bernama Inul Daratista. Hal yang menarik dan sensasional adalah Goyang Ngebor-nya. Belakangan masalah goyang ngebor itu menjadi heboh. Ada seorang pesohor musik dangdut yang mengecam aksi tersebut. Menganggap hal tersebut tidak bermoral. Namun diberitakan bahwa Gus Dur membela Inul. Sebagai anak kecil, aku bingung dengan sosok beliau, yang waktu itu hanya kutahu sebagai seorang kyai.

Setelah beberapa tahun, aku banyak mendengar humor beberapa kyai mengenai pembelaan gus dur waktu itu. Urusan nyelehne bokong pancen repot, Urusan meletakkan bokong memang repot, begitulah kira-kira guyonannya. Belakangan aku tahu kalau beliau adalah intelektual dan juga negarawan. Sudut pandangnya tidak hanya soal keislaman, tapi juga ke-Indonesia-an, dan juga kemanusiaan.

Dalam buku Islamku, Islam Anda, Islam kita, beliau tampak membela Inul dalam sudut pandang ke-Indonesia-an dan kemanusiaan. Kesimpulanku dari peristiwa ini adalah, seorang tokoh hebat itu berani mengambil sikap yang tidak populer, sangat rawan disalahpahami, bahkan oleh para pengagumnya. Tidak takut dibenci dan ditinggalkan oleh para pengikutnya. Ini jelas bukan sikap yang dimiliki orang sembarangan, apalagi oleh politisi pragmatis jaman sekarang.

Masih banyak hal yang bisa kuceritakan sebenarnya, mulai dari seruan gulput dari beliau di tahun 2009. Juga pertama kali aku banyak membaca tulisan beliau, dan kesan membaca beberapa tulisan serius namun tetap ada humornya. Itu benar-benar hal yang layak diceritakan. Namun rasanya aku sudah akan kebosanan menulis. Juga agak ngantuk dan lapar. Jadi lebih baik sampai di sini saja tulisan ini. hehehe

Komentar