Kerjakan Pikiran

Malam menjadi semakin pagi, sedang aku tak juga bisa mengisinya dengan tidur. Masih terlalu terang mataku, tapi sudah terlalu malas pikiranku untuk melakukan sesuatu. Yang terjari adalah, terkapar dengan pikiran ke mana-mana. Mendengarkan pengajian yang tak juga menjadikan kantuk. Padahal aku ada janji untuk melakukan pekerjaan pagi nanti. Rasanya benar-benar sia-sia.

Tiba-tiba saja pikiranku terhampiri oleh aneka pertanyaan. Apa yang selama ini aku lakukan? Akan kah aku menjalani hidup benar? Adakah ternyata aku hanya membiarkan diri dalam kesia-siaan? Sampai kapan aku memeluk kebohongan hidup seperti ini? Akankah ini tidak bermakna? Aneka pertanyaan itu menelanjangi jiwaku. Tak ada yang bisa kulakukan, selain menerimanya dengan rasa malu.

Selama ini aku banyak melihat kepalsuan dalam dunia orang lain, tapi aku lupa akan kepalsuan dalam diriku. Aku juga terus berkomentar pada kebodohan orang lain, tapi tak peduli pada kebodohan diriku. Aku merasa terjun terlalu bebas pada jurang keterasingan. Aku telah merasa mengenal banyak hal, banyak orang, dan mungkin banyak ilmu, tapi sayang itu hanya prasangka belaka. Aku bahkan gagal dalam mengenal diriku dengan benar, terlebih dengan baik.

Kini mungkin saatnya untuk bicara pada diri sendiri, mengevaluasi, mem-paido banyak hal yang selama ini tak banyak digerakkan. Lebih banyak hal yang kubiarkan berlalu sia-sia. Entah apakah benar semua yang berjalan pada diriku ini sia-sia, atau aku hanya terlalu banyak memikirkan hal yang tak perlu. Hal-hal yang sebenarnya terlalu jauh dari hidupku, baik itu masa laluku, ide-ide yang aneh di dunia, urusan politik, kebiasaan orang lain yang mengganggu, hal-hal di luar sana yang menurutku salah, memikirkan makna hidup, dan aneka kebijaksanaan yang kubaca atau kutonton. Sesuatu dari banyak yang mungkin tak banyak menubuh dalam diriku.

“Lakukan saja apa yang ada di depanmu, jangan terlalu jauh berpikir untuk menggapai yang jauh-jauh”

beginilah pesan tersirat dari seseorang kepadaku dalam sebuah obrolan. Benarlah mungkin pernyataan ini. Kurasa ini adalah salah satu sebab aku tidak merasa terlalu menapak pada realitas. Masih saja merasa tidak banyak melakukan apa-apa. Dan apa yang selama ini kuanggap sebagai kerja ideal, memberi masukan pada hal yang subtansial, mengajak diskusi secara filosofis, atau bahkan melakukan ini dan itu yang dalam pandanganku bukanlah kerja ideal, hingga semua ini membuatku berkesimpulan bahwa aku tidak banyak melakukan kerja.

Namun ada dilema lain mengenai hidup yang kuinginkan. Mengenai passion yang selama ini kurasakan dalam diriku, jika perasaan tak damai yang masih belum kuselesaikan. Ada ketakutan, saat aku larut dalam sesuatu yang ada di depanku, aku menjadi hilang kedirian. Menjadi lupa, dan mungkin berpaling jauh, dari diriku yang ingin kubawa dalam hidup ini. Terlebih menjadi disorientasi dan tak punya arah dalam menjalani hidup. Semua ini seakan membawaku pada kecemasan yang tak berujung.

Ah sudahlah. Barangkali selama ini aku salah memikirkan diri. Aku terlalu banyak memikirkan hal di laur diriku, termasuk memikirkan pikiran orang lain soal diriku. Juga terlalu larut pada pikiran dan kenangan yang tidak menyenangkan, dan itu menyiksaku dari dalam. Terutama dari itu semua, aku terlalu banyak berpikir dari pada bekerja. Itu adalah hal yang selama ini malah membelenggu diriku.

Seharusnya aku lebih banyak mengisi waktu dengan kerja, entah itu menyapu di pagi haru, atau mencuci baju secara disiplin tiap minggu, bukan tiap bulan seperti selama ini. Banyak bekerja akan membuat badanku makin sehat dan stresku masin terkikis, sedang sedikit berpikir harus menjadikanku berpikir secara lebih produktif dan konstruktif. Lebih banyak menggerakkan tubuh, rasanya akan lebih banyak membawa pikiranku dalam gerak, bukan hanya berputar-putar dalam rasa sakit dan keresahan.

Sepertinya harus mulai menerapkan prinsip sederhana, kerjakan apa yang kamu pikirkan dan pikirkan apa yang kamu kerjakan. Dari pikiran yang paling sederhana dengan pekerjaan paling sederhana. Yang penting adalah dilakukan.

Komentar