Postingan

Lahir dan Batin

Allah hu akbar, Allah hu akbar, Allah hu akbar La ila haillallah huwallah hu akbar, Allah hu akbar wa lillahikham   Lebaran idul fitri sudah terjadi kemarin. Sudah dimulai sejak magrib sampai setelah salat ied. Setelah itu rasanya sudah seperti tidak terjadi apa-apa. Aku tidak begitu berhasrat menghubungi keluarga. Seperti ada rasa bahwa menghubungi keluarga bukan hal berharga yang sangat butuh dilakukan. Mungkin karena yang kuingat secara pribadi dari keluarga adalah kisah yang menyakitkan. Dan memang baru dua tahun ini aku menemukan diriku yang ternyata teraniaya sejak dalam keluarga. Aku jadi bertanya pada diriku sendiri, apakah aku bisa memaafkan mereka? Kenapa juga orang bisa dengan mudah mengucapkan mohon maaf lahir dan batin. Padahal bagiku itu sangat sulit. Tapi terasa sangat bodoh sekali bila aku tidak mensukuri dengan apa yang ada. Bahkan ada yang ada untuk diriku saat ini adalah hasil dari perjalanan hidup itu. Sebuah energi yang menggerakkan keadaan untuk memban...

H-1/H-2 LEBARAN

Mengingat belum adanya pengumuman dari Sidang Isbat, maka aku tidak tahu hari ini H-1 atau H-2.   Firasatku mengatakan sabtu besok sudah lebaran, namun bisa jadi lebarannya miggu. Yang jelas, aku ingin berceloteh sebelum lebaran ini. Lebaran ini aku tak pulang ke rumah, tidak juga berada di Blitar. Aku berada di kota yang tak pernah kufikirkan aku bakal di sini saat lebaran. Ketidakpulanganku mungkin di sebabkan karena kondisi CIVID-19 ini. Namun jauh di dasar jiwaku, aku juga ingin sesekali tidak di rumah saat lebaran. Bahkan aku juga tidak membawa HP, karena HP-q hilang dua minggu kemarin di sini.aku kini sudah merelakan hilangnya alat komunikasi tersebut. Kufikir bakal ada gantinya yang lebih baik, jika memang hidupku membutuhkannya. Sudah lama aku terlepas dari rasa rindu terhadap tempat kelahiranku. Termasuk dengan orang-orang yang pernah berdialektika denganku di sana. Karena sudah lama pula yang dapat aku ingat dari sana adalah rasa sakit hati. Rasa kecewa dengan perlaku...

Pak Fahrudin Faiz: Juru Bicara Milenial Para Filosof

Gambar
Saat masih jadi mahasiswa filsafat, saya beranggapan bahwa dosen yang paling mudah untuk di terima penyampaiannya ada dua, salah satunya adalah pak Fahrudin Faiz. Hera, teman satu angkatan saya pernah bilang, “ kalo pak Faiz masuk ruangan, rasanya kelas jadi adem ”. Begitu yang dia katakan setelah kuliah Tasawuf Falasafi bersama belau. Saya anggap itu sebuah pernyataan yang jujur dari pengalamannya sendiri. Pak Faiz memang cukup faforit di kalangan mahasiswa filsafat, baik pada saat saya masih mahasiswa atau oleh seorang alumni filsafat tahun 90-an yang pernah saya temui. Beliau mampu menjelaskan persoalan-persoalan filsafat dengan sederhana, sehingga mudah untuk dipahami pendengarnya. Cara penyampaian yang mudah itulah yang mendasari saya beranggapan bahwa beliau sudah faham. Sebagai mana Einstein pernah bilang, “bila kau tak bisa menjelaskan dengan sederhana, itu artinya kau belum faham”. Namun itu pengalaman dahulu, lima tahun sebelum pengajian beliau di Masjid Jendral Sudirman(...

Negeri Si Kabayan

Malam ini saat mulai mau membaca buku, saya teringat mengenai cerita di buku saya waktu kelas dua di Madrasah Ibtidaiyah. Tepatnya di buku bahasa indonesia. Mungkin dulu cerita di buku itu tidak saya anggap menarik, namun justru saat ini saya mendapatkan pelajaran berharga dari cerita itu. Kurang lebih begini ceritanya. Pada suatu hari si Kabayan pergi untuk mencari air aren. Kemudian dia menemukan pohon aren yang berada di pinggir sungai. Dia memanjat pohon aren itu dan memasangkan wadah untuk mengisi tetesan air di atas. Sambil menunggu wadah itu penuh, di atas pohon itu Kabayan bergumam. “ Jika aren ini sudah penuh, nanti akan saya jual ke pasar dan uangnya akan saya belikan ayam betina. Kemdian saya akan beternak ayam. Nanti jika ayam itu sudah berkembang banyak, akan saya jual lagi untuk saya belikan kambing. Bila kambing itu saya ternak dan menjadi banyak lagi, nanti akan saya belikan sapi. Setelah jadi peternak sapi dan cukup banyak keuntungannya, nanti saya akan beli mobil....

SERIUS

SERIUS SERIUS SERIUS

BUKAN CINTA MANUSIA BIASA; Tentang Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Gambar
Ku tetap mencintaimu masih Meski kau tak cinta aku Ku tetap merindukan Meski kau tak pernah merasa sedikitpun untuk merindukan aku   Cintaku ini bukan cinta milik manusia biasa Cinta ku ini cinta sejati yang paling sejati   Ku tetap memaafkan salahmu Meski kau terus sakiti Ku tetap menerima, seribu kata, maaf yang telah kau ucapkan dari bibirmu yang lain Instagram @de19wa   Tidak salah banyak orang bilang lagu paling melegenda dari Dewa 19 adalah “Kangen”. Namun pada sebuah acara di televisi, Ahmad Dhani bilang kalau lagu terbaik saat ini adalah “Bukan Cinta Manusia Biasa”, dan itu sangat benar menurutku. Sebagai penikmat musik yang awam, kurasa lagu ini sangat bagus sejak dari tata musiknya. Dalam segi lirik, lagu ini bisa dimaknai dari banyak dimensi. Aku merasakan makna lagu ini dari sebuah dimensi yang kuanggap spiritual dalam hidupku. Lagu ini membicarakan cinta Tuhan kepada hambanya. Liriknya yang pendek dan diulang-ulang sebenarnya adalah sebuah kalimat...

Aku Ada Dan Sekaligus Tiada

Apakah aku “ada”? Ini merupakan persoalan pelik. Bahkan sampai saat ini aku masih saja tidak mengerti tentang makna “ada” yang sesungguhnya. Jika memang aku dianggap ada, tentu aku akan meniadakan yang lainnya. Sebab yang ada adalah diriku sendiri dan yang lain adalah apa yang aku lihat dalam/dari diriku. Karena pusat dari semuanya yang kulihat adalah diriku sendiri. Saat aku melihat orang lain sedang tidur, sebenarnya hanyalah persepsiku yang menganggap orang itu tidur. Mugkin bagi orang yang tidur itu, dirinya sedang belajar. Sedangkan aku yang mengamati orang itu, menganggap dia sedang tertidur. Orang yang tidur itu ada karena aku mengamatinya, yang dalam pandanganku dia tidur. Sedangkan dia yang tidur itu tidak menganggapku ada, karena dia tidak mengamatiku. Jadi pada dasarnya, orang itu kuanggap ada karena aku mengamatinya, dan aku hanya bisa mengamati dan mempersepsi dia dalam pemahamanku. Aku pun ternyata dianggap ada karena dipersepsi dan diamati. Dari itu, pandanganku me...