Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2021

Mengevaluasi Diri Sendiri

Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan Atau dilahirkan dan mati muda Penggalan puisi itu sempat begitu mengilhamiku saat aku merasa kesal dengan hidup. Mulai dari kisah cinta yang gagal, dan ketidak terimaan atas permasalahan yang berada dalam keluarga. Saat ini naluriku mengajak untuk menghindar dari itu semua. Berharap masalah itu selesai dengan sendirinya. Kemudian aku bisa kembali dan menganggap masalah itu tak pernah ada. Atau aku pergi dan sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah terjadi. Bukan aku yang membuat masalah itu, dan aku tak harus menganggung beban untuk menyelesaikannya. Aku malah ingin selalu protes bahwa aku adalah korban dari keadaan itu semua. Meski semua itu tak ada gunanya. Menjelaskan sesuatu kepada mereka yang tidak mau mengerti hanyalah menghabiskan tenaga. Sebab kini mereka juga terjebak dalam persoalannya masing-masing. “Sudahlah. Sekarang kau fokus saja dengan dirimu saat ini. Jangan terlalu membebani diri dengan hal itu. Jalani saja apa yang

Arblam Strore, Terimakasih Untuk Yang Sudah Pada Folow

Gambar
Dibalik ke- luntang-luntunganku  ternyata ada saja pihak yang mempercayakan sesuatu. Aku sendiri merasa aneh dengan apa yang telah terjadi, dan kuyakin orang lain bakal merasa hal ini lebih aneh. Atau ini adalah sebuah pemberian alam atas rasa iba yang dicurahkan padaku. Mungkin aku harus menyadari juga, bahwa diriku layak dikasihani. Ada banyak hal yang tak pernah kubayangkan akan terjadi padaku. Sebab hal tersebut tak pernah kurasa dekat dengan kehidupan masa laluku. Contohnya seperti kuliah. Bahkan sampai menjelang akhir SMA pun aku tak pernah berfikir untuk kuliah dimana dan mengambil jurusan apa. Tapi setelah aku lulus dan ada teman yang memgajakku untuk mendaftar, aku ikut saja dengan ajakannya. Dalam kondisi itu aku menjadi berfikir "Kukira aku bisa melakukanya". Pun saat kemarin aku memutuskan untuk setoran deresan Al-Qur'an. Perkara ini sama sekali tak terlintas dalam benakku. Bahkan meskipun aku merasa hal itu cukup dekat denganku saat itu. Namun pada akhirnya a

Tidak Berjudul 2

Gambar
Aku tidak banyak ngobrol dengan orang akhir-akhir ini. Bahkan untuk orang yang aku nanti-nantikan agar bisa mengobrol dengannya, tidak juga aku dapatkan. Barang kali dia orang yang sibuk, sedangkan aku hanya pengangguran tak berkegiatan. Barang kali memang tidak seharusnya untuk terlalu banyak ngobrol dan sedikit kerja. Sebab hal itu malah akan membuat jiwa mati pelan-pelan. Mungkin sebaiknya tak pernah kunantikan waktu untuk ngobrol itu. Biarlah semua terjadi sesuai perjalanan alam. Hanya ada satu oranng yang cukup intens untuk ngobrol denganku. Orang yang mengakui untuk belajar dariku, yang seharusnya juga aku mau belajar darinya. Sebab ada banyak hal yang tidak kumiliki darinya, bahkan dalam umurku yang jauh lebih tua ini. Mungkin sebaiknya aku menata diri agar bisa layak untuk menjadi lawan komunikasi yang baik. Aku harus juga mengurangi hal-hal yang kontraproduktif dalam diriku. Agar dia yakin untuk menjalin kerjasama yang bisa saling menguntungkan, dan juga membawa diriku dal

Tidak Berjudul

Tidak mudah untuk melupakanmu Seluruh upaya tidak bisa menghilangkan itu semua Bayanganmu ada pada semua orang Bahkan aku melihat diriku sendiri pada dirimu Saat aku menghinamu dan menjelekkanmu terus menerus Saat itu pula aku ingin kembali mendekapmu dan memelukmu erat-erat Aku tak tahu apakah seharusnya kau dilupakan Atau kubawa selalau dalam ingatanku Nyatanya aku tidak benar-benar melakukan salah satu dari keduanya Aku tidak pernah berniat membawamu dalam ingatanku Namun dimanapun juga aku tetap tetap mengingatmu Hari ini mengingatmu sama saja dengan menyakiti diri sendiri Tapi melupakanmu juga mengkhianati diri sendiri Apakah aku harus bunuh diri untuk menghindari itu semua? Rasanya aku tidak mememiliki keberanian untuk melakukannya Keberanianku adalah meyakinkan orang lain bahwa aku bias melakukannya Yah, orang lain. Bukan diriku sendiri.

Munir dan Jiwa Besar Pergerakan

Gambar
Perkenalanku mengenai Pejuang HAM bernama Munir itu terjadi pada tahun 2004. Saat dia diberitakan sudah meninggal sebab diracun Arsenik di atas pesawat saat menuju negeri Belanda. Saat itu rumahku masih belum memiliki televisi. Setiap sore sebelum berangkat ke pondok biasanya aku pergi ke rumah pak Lek ku untuk menonton TV. Tidak peduli acaranya apa. Sebagai anak desa di tahun itu, hanya menonton gambar di layar televisi saja rasanya sudah menyenangkan. Dalam ingatan waktu itu, tampak istri almarhum Munir bernama Suciwati sedang berjalan dan dikerubungi banyak wartawan. Entah apa yang ditanyakan para wartawan itu. Barangkali mereka juga menanyakan hal-hal klise khas media seperti, "bagaimana perasaan anda mendengar kabar mengenai kejadian ini?" Atau "apakah ada tanda-tanda yang disampaikan almarhum sebelum beliau meninggal?". Sungguh itu pertanyaan yang aneh dalam jurnalisme. Tapi mungkin sebagai sebuah obrolan hal itu dianggap cukup bekerja. Yang aku ingat saat itu

Mengontrol Keinginan dan Berdoa

Gambar
Hai blog Tiga hari ini sebenarnya aku juga menulis, tapi tidak di sini. Aku menulis di buku yang sudah aku beli. Aku berusaha membuat tulisan di sana oleh karena aku sudah membeli buku itu. Tampak bodoh sekali rasanya kalau aku membiarkannya tanpa diisi dengan tulisan. Meski rasanya yang kutulis masih tetap seperti sampah. Kata temanku, "jangan pernah mengharapkan tulisan pertama kita akan jadi mahakarya". Menurutnya banyak orang tidak mau menulis karena merasa tulisannya jelek. Akhirnya mereka malah menjadi tidak menulis sama sekali. Begitulah curhatan dia soal website-nya yang saat ini mati. Dia bilang persoalannya adalah banyak dari anggotanya komunitas tidak mengirimkan tulisan. Dia sendiri yang cukup rajin menulis, dan juga memegang admin website dan media sosial lainnya. Dengan cukup rasa bersalah aku pun meminta maaf padanya. Sebab selama ini aku juga sudah lama sekali tidak mengirim tulisan untuk web-nya. Namun dia bilang bisa memaklumi kalau aku jarang mengirimkan tu