Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2023

Sang Penghibur

Gambar
Terimakasih malam ini Sobat @padireborn Tak ada satu pun yang mampu menjadi sepertimu. pic.twitter.com/83cIdqOHHp — Arwani Muhammad (@arblam) May 27, 2023   Setiap perkataan yang menjatuhkan Tak lagu kudengar dengan sungguh Juga tutur kata yang mencela Tak lagi ku cerna dalam jiwa Aku bukanlah seorang yang mengerti tentang kelihaian membaca hati Ku hanya pemimpi kecil yang berangan, tuk merubah nasibnya Tabuhan drum dari Yoyo mengawali lagu itu. Setelah lama berdiri untuk menunggu penampilannya, akhirnya “Sang Penghibur” itu datang. Sudah ku prediksi kalau lagu itulah yang akan menjadi song-list pertama. Aku tak bisa menahan diri untuk ikut bernyanyi dan melambaikan tangan. Band ini bukan hanya idola, tapi juga pengisi jiwaku. Oh, bukankah ku pernah melihat bintang Senyum menghiasi sang malam Yang berkilau bagai permata Menghibur yang lelah jiwanya, yang sedih hatinya Ku hayati lirik itu ketika aku bingung dan lelah. Sering berharap dalam hati, “kapan bisa me

Sakit

Setelah meriang dalam 2 hari, pikiran sempat terjebak di masa lalu. Kira-kira 5 tahun lalu. Sendiri, lapar, bingung dan kesepian . Semoga kau tidak mengalaminya.

IKAN DALAM KOLAM(Jiwa Yang Tenang)

Gambar
aquarium, animal and fishbowl by kazuend (@kazuend) Belakangan ini sering sekali terdengar lagu ikan dalam kolam . Aku tidak menyukai lagu itu. Tidak suka bukan berarti membenci, begitu yang kupelajari dari kisah Dilan, selain dari kalimat, “ jangan rindu, rindu itu berat. Kamu gak akan kuat, biar aku saja. ” Tapi lagu itu begitu dekat dengan budaya kita. Nuansa melayu dan juga kasidah yang khas. Kasidah dalam benakku adalah jenis musik populer di bumi Padang Pasir, bukan soal agama. Walau tak suka, aku tak pernah keberatan untuk mendengarkannya. Hanya saja aku tak pernah secara pribadi memutarnya. Aku tak menganggap lagu itu jelek, hanya bukan termasuk top of mind di kepalaku. Rasanya jiwa ini masih terpaut pada budaya lama. Jika aku ingin mendengarkan musik dangdut, yang muncul di kepalaku H. Rhoma Irama dan Evi Tamala. Begitu juga dengan musik kasidah, yang ada di benakku masihlah Nasida ria atau album Cinta Rosul volume 1 sampai 7, atau album Pondok Langitan. Begitulah pikiranku

Didengarkan

Gambar
Dari jam 10 sampai jam 12 tadi aku ngopi. Di rumah salah seorang kenalan yang membeli kopi. Bicara ngalor-ngidul . Tentunya diawali dengan topik sepakbola. Kemudian berlanjut pada hal-hal sensitif. Tidak penting apa yang dibahas. Aku sendiri tidak cukup antusias. Lebih banyak mendengar cerita mereka tentang apa saja. Mungkin juga dengan perasaan agak canggung. Terutama saat bicara mengenai pernikahan dan rumah tangga. Bukan soal pribadiku tentang pernikahan, tapi lebih pada kacamata sosial. Ini memang rumit, dan aku masih terpengaruh kala mengalaminya. Sepulangnya, temanku mengajak ziarah ke sebuah makam. Mungkin besok atau kapan. Aku langsung mengiyakan. Lebih sebagai reflek diri. Bukan karena aku bersemangat melakukannya. Sebab mungkin aku merasa kurang dekat dengan Tuhan. Kurang akrab, bahkan cenderung banyak menjauh. Ada kecenderungan rasa kalau doaku sulit diterima. Sulit terkabul. Mungkin itu alasan kenapa aku tidak rajin berdoa. Mungkin juga sebab pribadiku yang kurang disipli

PENSIL

Gambar
Saat di warung kopi tadi aku juga membaca kumpulan cerpen Virgiana Wolf. Kugunakan pensil ini sebagai pembatas buku. Kini setelah salat asar, kugunakan pensil ini untuk menulis. Menulis menggunakan pensil seperti masuk dalam perjalanan batin. Sebuah dunia yang sering tidak logis dan berantakan, sering redup dan karatan. Juga sering rapuh dan kerontang. Kubeli pensil ini seminggu yang lalu, saat aku di toko buku untuk membeli kertas dan pulpen. Entah kenapa aku tertarik untuk memiliki satu pensil. Tak ada alasan masuk akal. Hanya tertarik. Juga merasa rindu. Mungkin ada rasa romantik di sana, bahkan terlalu romantik. Melihat pensil ini dipajang di antara beberapa pulpen. Benda kayu itu tampak kesepian. Mungkin karena kawan-kawan pulpennya sudah banyak berganti. Kawan lama pergi dan digantikan kawan baru yang persis sama. Setelah lama mengenal pulpen itu. Pensil itu menjadi tahu, kalau semua pulpen yang dia kenal sama saja. Tak ada yang spesial dari jiwanya. Jiwa pabrikan.

ZONA NYAMAN ITU MENJADI TIDAK NYAMAN

Gambar
Suatu hari aku pernah berandai-andai jika rekeningku berjumlah 2 atau bahkan tiga digit. Tampaknya akan menyenangkan. Bisa membeli hal-hal yang kuinginkan. Bisa pergi ke mana yang aku mau. Juga bisa menikmati makanan yang kusukai tiap hari. Sepertinya tak akan banyak tekanan dalam hidup. Namun pada akhirnya aku ragu. Benarkah tidak akan ada tekanan dalam hidupku? Aku kembali mengingat saat di mana tekanan ekonomi tidak begitu menghantuiku. Saat itu keuangan masih ada yang menopang. Di sana bukan berarti tidak ada tekanan sama sekali. Ada hal yang mungkin bisa disebut, krisis eksistensial remaja. Keadaan itu membawaku pada mimpi-mimpi dan aneka petualangan. Juga pada drama dan kebodohan. Kecukupan dalam hal dasar itu membawa diri pada petualangan ego dan emosi. Suka menilai hal-hal di sekitar, mengkritik sana-sini, dan juga merasa idealis -lebih halus ketimbang dibilang merasa benar sendiri- dengan apa yang diputuskan. Walau kadang yang diputuskan adalah dosa, pengkhianatan dan bahk

Jari-jariku

Gambar
Sudah terlalu banyak aku menulis harapan-harapanku dalam hidup. Namun tampaknya masih sedikit tekat untuk melakukannya. Tak ada gairah untuk mewujudkannya. Membuatku bingung apakah aku benar-benar menginginkannya. Padahal harapan perlu diwujudkan. Perlu dikerjakan untuk mewujudkannya. Harapan tanpa amal hanyalah angan-angan. Kini aku seperti harus memilih antara berada di ranah ide atau di ranah praktis. Ada banyak hal sistemik yang bisa kukerjakan. Juga banyak hal praktis yang bis dilakukan. Namun aku masih enggan untuk fokus dengan salah satunya. Masih ingin bisa merangkul keduanya. Padahal jelas tidak bisa. Satu hal saja belum tentu. Masih berkutat di persimpangan. Masalah utama saat ini adalah, tidak bisa tidur sebelum jam dua belas malam. Jam sepuluh apa lagi. Tadi malam aku berencana untuk tidur sebelum jam tengah malam. Setelah mengerjakan rekap data, aku mematikan lampu dan memutar Ngaji Filsafat dari Pak Faiz. Entah sampai berapa episode, ternyata aku masih terjaga. Kuputu

IBU

Gambar
Walau tanpa rindu Kudoakan sehat selalu Kuharap terus doamu Dalam hidup yang tak tentu Ibu