Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

Note 2

Di sepanjang malam rasanya dunia berhenti untukku. Kemudian yang tertinggal adalah aku dan duniaku sendiri. Aku yang tengah berpikir atau merenung mengenai diriku. Aku yang telah melihat diriku dengan “mata semestaku”. Apakah yang sedang terjadi padaku? Aku tahu jawabannya adalah persoalan berikutnya. Namun yang lebih membuatku resah adalah ada apa yang sampai saat ini aku lakukan. Aku seperti belum melakukan apa-apa. Itu terlihat dari aku yang belum mencapai apa-apa. Sebuah pencapaian itu penting. Kata mas Zen, “pencapaian” adalah bagian dari naluri manusia. Saat kita masih bayi dan belajar berjalan, kita selalu berusaha mencapai kemampuan kita untuk berjalan. Bahkan tanpa logika. Karena memang pada masa itu logika dalam diri kita belum berfungsi. Logika baru berfungsi saat ini. Saat ada banyak pertimbangan dalam mencapai target. Akhirnya rasa takut banyak bermunculan di sana. Rasa takut gagal. Takut tertimpa risiko. Dan akhirnya merasa terpuruk. Padahal pada saat kita masih kecil

Pada Suatu Hari

Katanya mengawali cerita dengan kata “pada suatu hari” adalah hal yang buruk. Kata siapa? Kata para penulis yang merasa sudah bisa menulis lebih baik. Benarlah hal tersebut? Kupikir tidak. Karena tetap ada cerita jaman dahulu yang diawali dengan kata itu dan tetap bagus sampai sekarang. Bisa jadi itu adalah soal isi ceritanya, bisa juga soal bagaimana cara menceritakannya. Cerita yang bagus tetaplah cerita bagus. Bukan cerita yang diawali dengan ini atau itu, tapi cerita yang ditulis dengan hati. Tapi pendapat itu adalah sudut pandang baru dari generasi masa kini. Sebuah pemberontakan atas nilai-nilai dan juga cara berpikir lama. Jika hanya duduk nyaman dengan cara lama akan banyak berisiko. Risiko tertinggal dan akhirnya meninggal. Namun aku harus tetap mengawali cerita ini dengan kalimat itu. Karena dalam cerita ini ada peran masa lalu bersama dengan rasa romantismenya. Kau boleh saja menganggap ini terlalu berlebihan. Atau kau malah enggan untuk melanjutkan membaca. Tapi bagiku

Jalan Diam

Jalan berbelok ke kanan Sedang aku berhenti di persimpangan Tak punya nyali untuk menyebrang Tak punya muka untuk mundur Tak juga mengerti kenapa harus maju Waktu sudah menjelang petang Banyak orang bermuka lelah yang lewat Bergerak maju untuk pulang Aku masih berhenti di persimpangan itu Mereka yang lewat hanya menatap Seakan sinis dan tak mengerti Bahkan juga tak mau peduli Padahal ini hanya tentang aku Tak juga aku peduli dengan jalan mereka Tapi masih saja aku berfikir tentang `bagaimana?`

Note 1

Ada banyak nasehat yang datang akhir-akhir ini. Semua berasal dari teman yang teramat dekat. Mereka bicara dengan cara menyindir atau diam-diam menyuruh berpikir. Aku tahu maksud mereka baik dan tentu aku bisa menerimanya. Di sisi lain sebenarnya aku sudah memikirkan itu. Namun karena aku tak mau pusing memikirkannya, kujalani saja apa adanya. Seperti tanpa kesadaran dan juga tanpa tujuan. Padahal sebenarnya aku sangat tahu bahwa tujuan itu penting. Aku tidak memiliki produktivitas. Tidak ada sesuatu yang terlihat aku ciptakan. Orang yang tidak memiliki daya cipta sama dengan orang yang tidak pernah melakukan apa-apa. Entah apa lagi selanjutnya. Kulihat pula kebanyakan tulisanku akhir-akhir ini adalah soal kekecewaan, sakit hati dan juga kesepian. Aku baru menyadarinya setelah menulis tadi. Tadi aku menulis cerita mengenai rasa sakit hati dan kesepian hidup di hari ulang tahun. Hal seperti itu terjadi begitu saja tanpa aku begitu mampu mengontrolnya. Aku juga tak tahu apakah hal se

Selera Musik Kita Tak Lagi Sama

Gambar
Laras hari, berkelana iris janji Menghuni bisikan, hisikan memacu hasrat Desir-desir mimpi, isyaratkan legit dunia Aku kembali memutar lagu itu. Lagu yang dulu sering kita nyanyikan bersama. Juga grup band yang sama-sama kita idolakan. Aku yakin kau juga masih mengingatnya. Musiknya bagus, terkadang liriknya mampu mewakili perasaan kita di waktu muda. Kita pernah sama-sama berlomba untuk membeli koasnya. Atau saling bertukar kaset album terbarunya. Saat era album Pandawa Lima sudah selesai, kemudian Ahmad Dhani dan Andra Ramadhan bikin Ahmad Band, kau mulai kehilangan ketertarikan untuk mengidolakan. Aku pun mengikuti mengikuti pendapatmu dan kita masih konsisten mendengarkan album Pandawa Lima juga album Bintang Lima. Namun saat mereka bangkit lagi bersama Once, kamu bersikap pesimis. Akupun begitu, karena bagi kita, musik DEWA 19 yang syahdu tak akan lengkap jika bukan dinyanyikan oleh Ari Lasso. Namun setahun kemudian kita menemui kenyataan berbeda. Band idola kita itu mak

Membayar Kesalahan

Aku melakukan kesalahan lagi. Kesalahan utama bagiku adalah tidak berfikir dahulu sebelum bertindak. Pada akhirnya aku akan bergumam dalan hati "jika aku berfikir matang-matang terlebih dahulu sebelum melakukannya tentu hasilnya tudak seperti ini". Namun kemudian aku sadar bahwa semua sudah terlanjur terjadi dan gumamku tadi tak ada gunanya. Yang tinggal kali ini adalah rasa bersalah ku. Maka aku harus membayar untuk kesalahan ini. Sebenarnya tak ada yang tahu mengenai kesalahan ini. Aku yakin orang lain pun bisa memaklumi jika aku mengatakannya. Tapi yang menjadi masalah adalah, kesalahan karena ketidaktelitian dan ketidak jelian ini amat sering kulakukan. Hal itu membuat terbebani secara moral dan tak bisa memaklumi diriku sendiri. Sayangnya aku tak memiliki keberanian untuk mengatakan kesalahan itu. Kupikir juga tak penting untuk berkali-kali mengatakan kesalahan yang sama. Biarlah ini menjadi catatan akan kesalahanku yang harus kubayar. Bukan untuk kukatakan detailny

Bangun Pagi

Bangun pagi rasanya cukup melelahakn untuk saat ini. Bukan karena rasa kantuk yang ada. Namun lebih karena hawa dingin yang terlalu menyengat selama dua bulan ini. Ada juga alasan lain yang sepertinya asuk akal. Yakni saat sadar sudah pagi tapi gak tahu mau melakukan apa. Hal seperti itu juga yang membuat fikiran susah untuk mengontrol diri pada kegiatan bangun pagi. Namun kadang ada rasa rendah diri ketika memikirkan itu. Meimikirkan diri sebagai manusia yang gak tahu harus melakukan apa setelah bangun pagi. Itu seperti manusia bodoh yang gak kenal jati diri, gak punya kesadanan atau bahkan kehilangan tujuan. Akhir dari semua itu adalah sebuah pertanyaan. "Mengapa harus bangun?" Seseorang motivator pernah mengatakan, bangun lagi merupakan bagian dari ritual hidup. Di sana kita bisa berusaha untuk menjadi pribadi yang baru. Seperti me-refresh diri dalam keadaan yang ada. Bukankah sebelum kita menghadapi kenyataan kita musti menyelesaikan persoalan diri terlebih dahulu. Mun

Pada akhirnya

Pada akhirnya yang harus kita sesali bukanlah nasip, namun tindakan kita sendiri. Atau tak perlu untuk disesali, namun lebih untuk dievaluasi secara konsisten. Sebuah perkara yang tampaknya simple tapi tak mudah. Sebagaimana kata banyak motivator, cara untuk menjadi orang yang lebih baik itu simple, tapi kadang tidak mudah. Mungkin di titik tidak mudah itu  kita di uji. Tentang konsistensi kita, tantang kekuatan kita untuk memaksa diri berubah lebih baik. Itu sungguh sesuatu yang tidak mudah, setidaknya menurut saya. Sering kali kita membohongi diri sendiri atau juga keadaan. Mengatakan keadaan baik-baik saja seolah kita sedang menikmatinya, padahal kita hanya terlena oleh keadaan itu. Apa yang kita fikirkan sebenarnya tidak berada di sana. Makanya kita merasa keadaan baik-baik saja. Tapi saat terlalu larut memikirkan keadaan yang amburadul itu bisa jadi malah mengaburkan pandangan kita terhadap tujuan yang awal kita.