Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2022
Entah kenapa malam ini aku enggan untuk melanjutkan membaca buku. Hawa dingin dari sore tadi begitu menusuk sampai jantungku. Angin terasa begitu kencang. Menyambar gubuk rapuhku. Menyambar kesadaranku. Menjadikanku bingung pada diriku sendiri. Membuatku terjaga pada kenyataan yang belum bisa kuterima. Mulai kubuka Handphone -ku. Mencari lagu yang tepat untuk didengarkan. Pilihannya jatuh pada lagu Hujan Jangan Marah milik Efek Rumah Kaca. Kudengarkan dengan tenang. Kuhayati setiap liriknya sambil memejamkan mata. Aku seperti tenggelam dalam dunia lain dan tak ingin kembali. Lihatkah aku pucat pasi Sembilu hisapi jemari Setiap ku peluk dan menangisi Hijau pucatnya cemara Yang sedih aku letih Dengarkah jantungku menyerah Terbelah di tanah yang merah Gelisah dan hanya suka bertanya pada musim kering Melemah dan melemah Hujan hujan jangan marah Setelah mendengar lagu itu selama tiga kali. Aku menjadi jenuh. Dalam hatiku bicara, "ah, sudahlah. Mungkin selama ini aku yang kurang pinta

Tiga Buku

Gambar
Tiga buku telah datang padaku. Buku-buku pilihan tentunya. Termasuk buku yang dipilih sebab harganya yang murah. Namun saat ini aku sudah cukup memiliki kualifikasi, sebab buku yang kupilih haruslah buku Ori. Harganya cukup rendah, baranya juga sudah terpakai, namun harus buku Ori. Selangkah lebih baik dari aku yang dulu suka menumpulkan buku bajakan. Tiga buku itu menemani malam mingguku yang syahdu , sepi. Buku pertama berisi kumpulan kutipan dari penulis terkenal Kairo. Aku tidak menyangka kalau isinya hanyalah kutipan. Fakta dari buku pertama ini membuatku kecewa pada pilihanku sendiri. Bukan sebab buku atau penulisnya, tapi karena aku kurang suka dengan buku yang hanya berisi kumpulan kutipan, atau quote . Tidak menarik rasanya membaca sebuah kutipan tanpa mengetahui narasi yang menjadi latar belakangnya. Jika kita hanya mengonsumsi kutipan, sama artinya dengan kita mengerdilkan nalar, mempersempit area belajar. Kumpulan kutipan itu mengajak kita untuk langsung melompat ke punca

Ah, entahlah,,,,

Tak seharusnya aku meninggalkanmu. Mengabaikan banyak hal yang sudah kita lewati bersama. Mungkin sebaiknya aku tetap berada di tempatku. Sebuah tempat yang tak terdefinisikan olehku, dan juga olehmu. Di sana aku bisa meluangkan waktu untuk kau bercerita dan juga bercanda. Namun bagiku, hidup ini bukan hanya tentang perasaanmu, tapi juga tentang perasaanku. Sedang semua tentang kita sudah menjadi masa lalu. Aku telah berusaha di hadapanmu. Juga di hadapan diriku sendiri. Tapi kau bersikap seolah tak berdaya, dan itu membuatku terbakar dalam kesunyian. Kau mungkin bisa tahu bagaimana rasanya. Sebab aku pernah memutuskanmu. Namun kupikir ini adalah babak akhir. Sebuah babak yang menentukan bagaimana kesimpulan dari cerita cinta kita. Apakah kita akan bersama, atau menjalani hidup masing-masing. Kita memang sedang terpaut jarak. Namun hati kita bisa terus saling menyapa, bila kita memang menyepakatinya. Kita bisa saling mempersiapkan diri untuk pada akhirnya bersama dan bercinta. Tapi

Makan

Tiga jam tadi, setelah shalat isya, aku pergi ke dapur untuk makan. Aku berjalan sambil merokok. Sampai di dapur, yang kulihat di samping kompor hanyalah soup tadi siang, dan sisa soto. Sekilas bagiku tampak tidak menggairahkan untuk makan. Jadi aku kembali ke kamar sambil terus merokok. Sambil merokok, aku jadi bertanya pada diriku. Kenapa aku tadi tidak langsung makan saja? Kenapa aku masih peduli soal selera makan di sini? Padahal aku bukan siapa-siapa. Entah kenapa, sampai saat ini aku masih membedakan diri soal selera makan. Padahal seharusnya hal itu sudah tidak penting lagi. Jika secara refleks aku masih bergulat soal selera makan. Mungkin dalam skala yang lebih kompleks juga akan lebih parah. Aku mungkin akan selalu kalut dalam rasa penderitaan, dan terlena pada kesenangan. Mungkin aku juga akan manja, menunggu sesuatu terpenuhi untuk bertindak. Bahkan untuk sebuah inspirasi. Padahal aku ingin suwung. Sebagaimana yang pernah dikatakan Rendra dalam puisinya. Kemarin dan esok ada

HALAH MBOH.....

.................

Persimpangan

Malam itu aku termenung sendiri. Ditemani suara jangkrik dan juga katak yang saling bersahutan. Sore tadi hujan deras. Wajar jika malam ini mereka ramai bersuara. Seperti sedang berpesta. Mungkin ini moment yang tepat untuk mereka melepas kesunyian. Saat dimana manusia di sekitarnya merasakan dingin, dan mungkin sebagian diantaranya ikut bersikap dingin. Tapi para katak dan jangkrik memilih sikap sebaliknya. Aku ingin bertanya pada kodok itu. "Apa yang mereka pikirkan saat diam? Saat musim panas membuat mereka enggan bersuara". Pada akhirnya sisi lain dalam diriku menjawab. "Mereka tidak berpikir. Mereka hanya menjalani keadaan, tanpa peduli dunia lain sedang apa." "Mungkin memang begitu. Mereka menjalani dihidupnya sendiri, tidak lebih". Aku pun merasa malu. Sebab tidak selesai dengan hal-hal yang seharusnya mudah untuk damai. Atau sebenarnya aku memang salah menilai banyak hal. Pada hal-hal sepele yang seharusnya kuanggap penting. Juga pada hal-hal pent

Tidak mengapa kehilangan senja, asalkan tak kehilangan makna

Gambar

Adakah Kau Setia?

Tidak mungkin untuk mengatakan "tidak". Sebab kenyataannya dan sepenuh kesadaranku mengakuinya. Namun jawabannya memang "tidak". Karena sebesar apapun aku mencintaku, aku harus mencintai diriku sendiri. Aku tak mau menderita pada cinta yang sia-sia. Mengabaikan banyak hal untuk hati yang bimbang. Tapi cinta itu buta. Aku terus berjalan dalam gelap. Dalam gelap aku tak mengenal warna. Dalam gelap aku tak tau berjalan kemana. Dalam gelap aku menabrak banyak hal yang seharusnya kuhindari. Kegelapan membawaku pada kecelakaan. Celakalah aku dan apa yang ada di sekitarku. Kembali aku ingin mengalir. Ah tidak. Aku ingin bisa mengalir. Mengalir dengan baik. Selama ini aku tak pernah mengalir. Aku hanya mengikuti apa yang ada. Sedang aku tak sungguh-sungguh dengan banyak hal. Mengalir mungkin adalah keselarasan jiwa dengan alam semesta. Sebuah aliran akan membuat kita mendengar kata hati, dan memahami isyarat semesta. Apa yang sudah terjadi bisa kita bilang sebagai takdir.

Sungguh

Sungguh Aku merindukanmu Sungguh Tak ada yang lain selain dirimu Sungguh Adam dan hawa tercipta untuk bersama Tak perlu banyak rima yang rumit untuk membuat sajak. Hanya butuh bicara apa adanya. Asalkan semua bisa dijiwai, tak ada kejujuran yang sia-sia. Sepertinya suara jangkrik malam ini, yang tak pernah sekalipun berubah jadi suara kodok. mendengar suaranya yang " krik-krik-krik " itu, aku tak ragu bahwa itu jangkrik. Dia bukan kodok yang meniru suara jangkrik. Kodok pun juga begitu. Begitu Jujurnya mereka dengan dirinya. Tak ingin menjadi makhluk lain, dan tak ingin menguasai dunia. Mereka jauh dari perasaan berharga, atau tak berharga. Mereka melampaui itu semua. Alam semesta adalah ruang absolut, sedang merka adalah parsial yang teguh dan sungguh-sungguh. Malam ini aku ingin berdoa agar aku ditakdirkan yang terbaik oleh Tuhan. Aku tak mau memaksakan apa yang kuinginkan, meski itu bisa kulakukan. Sebab jika aku memaksa, Tuhan bisa saja mengizinkan. Tapi ia takkan meridho

Ikhlas

Ikhlas adalah praktek. Penempatan diri diantara perjuangan dan harapan. Pelepasan pada tuntutan akan yang lain. Menuntut diri untuk cinta tanpa syarat, dan menerima jalan semesta. Ia adalah puncak dari pencapaian. Sebab itulah tak mudah untuk melakukan.

Terimakasih pada tiap Langit Senja yang hadir selama ini

Gambar

Sudah

Gambar
Aku ingin menjadi Amoeba, atau entah apa namanya. Yang jelas bisa membelah diri. Sebab ada banyak hal yang musti dikerjakan, dan kalau bisa dengan baik. Tapi itu tak mungkin. Aku tetaplah aku yang "biasa saja". Sudah ada banyak pertanyaan soal mau jadi apa? dan kadang aku lebih bangga untuk "tidak jadi apa-apa". Terserah dengan apa yang menggiurkan selama ini. Bayanganku sudah kosong. Hanya tinggal satu hal yang semoga bisa damai dengan sendirinya. Biar yang lebih pantas akan dirinya mengisi masa depan. Tapi keseriusan menjadi penting. Sebab tidak banyak waktu untuk omong kosong. Kebahagiaan tak pernah milik satu individu. Kujalani terus semua ini dan akan selalu kunikmati. Kutelan sendiri pahit manisnya, dan akan kuceritakan pada sepi yang mengerti. Jalan panjang yang tak pernah jauh. Tak pernah terukur seberapa dangkal. Hanya meraih tiap-tiap kekuatan jiwa. Membawa kekuatan menuju "Rumah", yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Salam Hangat