Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Berdamai dengan diri

Terkadang aku bertanya pada diri. Apakah aku sudah bisa mengikhlaskan dan memaafkan apa yang sudah terjadi? Jawabannya terasa tidak, tetapi terkadang bisa iya. Namun apapun yang terjadi kita memang tidak akan sanggup memutar waktu. Kenyataan yang buruk di masa lalu sangat bisa menghentikan langkah kita. Bergerak maju tidak begitu saja mengindarkan kita dari masa lalu. Kurasa benar bahwa “hidup bukanlah soal masa depan, tetapi soal hari ini yang harus lebih baik dari hari kemarin” [1] . Pada akhirnya semua ini bukan soalapa yang kau tanam akan kau tuai. Kesetiaan yang kau tanam ternyata tidak berbuah manis. Loyalitas yang kau berikan juga sudah tidak berarti apa-apa. Bahkan “kawan” yang kau jaga malah menertawakanmu di belakang. Mungkin ada dua hal yang seharusnya kau perhatikan selama ini. Pertama. Kau terlalu sombong dengan apa yang kau anggap milikmu. Seharusnya kau sadar bahwa kesombongan adalah api. Api bisa menghanguskan materi, api bisa membuat air menguap dan api juga

Salah Saya Saja

  Hari ini hujan deras terjadi di wilayah kost. Hal ini membuat saya kembali terpaku dengan apa yang sudah saya lakukan di kamar ini. Ada banyak kesalahan dan juga dosa. Ada pula kenangan yang menurut saya terasa tulus. Entah apakah itu benar-benar sebuah ketulusan atau hanya bagian dari dusta. Namun rasanya masih saja dapat diingat dengan baik. Sudah lama sekali saya menyendiri dan merasa sendiri. Kadang rasanya menyesakkan, kadang pula begitu nyaman. Kenyamanan yang membuat diri menjadi semakin malas dan bodoh. Kesalahan yang saya lakukan dengan penuh emosi dan ke-egoisan membuat saya dikucilkan oleh sebagian pihak. Rasanya begitu sulit menerima hal itu. Sebab bagi saya, saya juga adalah korban penghianatan. Saya kadang menganggap mereka yang kini memandang saya sebelah mata adalah orang yang tidak adil dalam fikiran. Tapi ini memanglah soal diri saya sendiri. Saya juga tidak berhak untuk menyalahkan persepsi mereka. Mungkin memang benar, bahwa “lebih baik diasingkan dari pa

Dendam Yang Terus Mengendap

Kamu pasti tau rasanya disakiti seseorang. Seseorang yang kamu harapkan bisa ber- cemistry dengamu. Tapi ternyata dia berkhianat. Pada awalnya persoalannya cukup sederhana. Mungkin karna ketidakpuasan pribadi, atau ego yang terlalu tinggi. Tapi kemudian egomu juga ikut memperkeruh keadaan, kamu juga tak bisa mengontrol emosi. Terkadang kemarahanmu meluap tidak pada waktunya, terkadang pula emosimu mengendap hingga kemudian meledak tak karuan. Hingga tiba pada masanya, kamu tidak bisa bilang bahwa kamu adalah korban dan tidak ikut bersalah. Karna saat kamu menganggap dirimu begitu, itu berarti kamu munafik. Mungkin kamu berusaha untuk tenang. Tetapi ketenangan sembari membawa rasa benci adalah kesalahan. Tampak dalam hati kecilmu kamu mengharapkan dia bakal merasakan rasa sakit yang sama, sebagaimana kamu dikhianatinya. Kamu meyakinkan dirimu dengan teori “karma”, bahwa dia yang menabur pasti akan menuai. Dalam egomu pula kamu ingin sekali melihat diahancur di depan matamu. Itu s

Cerita Sedehana

Setiap yang hidup pasmi memiliki cerita. Dia bisa menceritakannya sendiri, atau dia diceritakan oleh yang lainnya. Hidup ini sederhana, yang rumit adalah tafsiran-tafsirannya. Begitulah kata Pramodya Anantatoer. Cerita yang tampak makna hanyalah sebatas pergerakan materi yang diungkapkan. Atau bisa sikatakan dengan sebuah cetita yang kering. Sebuah kekeringan berarti merupakan kondisi dimana tiada air, dan tanpa air kita tak menjadi hidup. Air adalah sumber kehidupan. Air adalah sumber kekuatan, air bisa menjadi pantulan cahaya dan air bisa menyejukkan jiwa. Aku bukan penguasa air. Aku hanyalah sebuah konsumen baginya(air). Kugunakan dia untuk mandi, tapi bukan berarti membersihkan diri. Untuk mencuci hanya sebatas kepantasan materi. Aku meminumya, tapi kemudian kubunga lewat kencing. Terkadang kucoba untuk mewadahinya dalam kendi, tapi kendiku yang rapuh membuatnya menghilang. Air datang dan pergi dalam hidupku, begitu juga makna dari sebuah cerita. Jika ada kesempatan, aku

17/6/2017

Pada suatu hari saya bertemu dengan orang yang tak saya harapkan.   Dia adalah orang yang pernah mengisi hari-hari dalam impian masa lalu saya.   Dia adalah motivasi subjektif di saat itu,   saat saya berjalan meniti hidup dan masa depan yang belum juga jelas.   Dia sepertinya sudah berubah.   Kenapa saya bilang sepertinya?,   karena saya masih saja belum bisa melupakan dirinya dimasa lalu. Hal yang bagi saya begitu tidak mudah. Say a hari ini masih eksis,   artinya saya masih ada dan bergerak dalam ruang pekat saya. Namun di sini saya sebenarnya tengah tenggelam oleh masa lalu saya. Masa lalu itu adalah akibat dari kesalahan dari sikap saya sendiri dalam menanggapi keadaan. Dia terlihat kuat,   saya tak tahu benar apakah masih ada gejolak dalam hatinya mengenai saya. Saya berharap hatinya lebih luas dari yang dulu. Dia yang menganggap dirinya sebagai pelangi, sesuatu yang disukai banyak orang dan diharapkan ada. Sebuah uraian dari warna matahari yang dihasilkan dari bertemunya

Tidak

Aku tidak sedang kalut oleh masalalu, aku hanya tidak bisa mengendalikan diri sebagaimana biasanya. Aku tidak bisa konsisten jika tidak ada yang memaksaku untuk itu. Aku benar-benar tidak sedang terjebak oleh masalalu. Aku saja yang tidak mau beranjak darinya dan memulai sesuatu yang baru. Alangkah tidak bergunanya aku jika terus seperti ini. Sore ini temanku mengirim pesan menanyakan kapan aku akan ‘munaqosah’. Kufikir dia sudah tahu keadaanku dan dia tahu jawabannya. Dia hanya berusaha untuk membantu apa yang belum mampu aku selesaikan sendiri. Tapi aku malah terlena dan menyendiri, tidak mau untuk segerak bertindak, tidak mau mencicil sedikit saja. Setiap hari hanya tidur, makan dan diam. Bagaimana ini?, bagaimana kelanjutannya jika aku terus-terusan begini?, akan jadi apa aku seterusnya jika begini saja?. Aku sungguh bodoh, malas dan tidak konsisten. Kesendirianku dan ke-diamanku malah membuatku memikirkan banyak hal yang seharusnya tidak perlu aku besar-besarkan. Aku

18/11/2017

Akhir-akhir ini rasanya tubuh dan fikiranku kacau. Kufikir hanya fikiranku saja yang semula kacau. Ternyata tubuhku pun juga. Hampir setiap malam aku merasa masuk angin dan ada waktu dimana aku mual dan ingin muntah. Aku menjadi orang yang tak sekuat biasanya. Fikiranku bertanya, inikah bagian dari tantangan yang harus kulalui untuk menyelesaikan masalah yang saat ini harus kuhadapi?, apakah harus seperti ini?, adakah ini menjadi pembatas antara masalaluku dan yang akan datang?. Dari novel yang tadi selesai aku baca, aku menyadari bahwa banyak orang juga mengalami masa kacau dalam hidupnya. Masa dimana setiap hari dan setiap kegiatan adalah kebodohan dan ke-sia-siaan. Dan kemudian mereka dengan tekun bisa bangkit dan mulai bisa dipandang sebagai orang. Kini aku mengalaminya, masa kelam yang begitu buruk dalam perasaanku. Tak ada lagi semangat, tak ada lagi harga diri, tak punya reputasi dan tak mendapat kepercayaan. Semuanya itu mengitari keadaanku. Aku menyesali apa yang telah ak

09/12/17

Saat pohon-pohon bicara Dan Hewan-hewan mulai ber-koalisi Kita disibukkan oleh bahasa Di saat air kawin dengan tanah Matahari marah pada bumi Dan bumi muak pada udara Kita sibuk mencari makna Waktu telah menjadi saksi atas semua itu Dialah yang bertanya sekaligus menjawabnya Tak ada kebohongan dan salah padanya Tak ada yang hidup diluar dirinya, dan tragedi bukan miliknya

sore hari

Hujan sudah turun Namun hanya kenangan yang kembali Harapan sudah lama asing Kini sudah bukan lagi cinta yang bicara Bahasa penyesalan menjadi bermakna Bagaimana harus aku mengungkapkan sesuatu Sedangkan purnama sedang tertutup awan kadang Dia(awan) samar, kadang pula tebal dan hanya ‘kebetulan’ yang bisa menunjukkannya aku ingin seperti air hujan, hanya jatuh dan mengalir menyampaikan sesuatu lewat diam, meresap dan menumbuhkan