Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2019

Naik Kereta Api

Pada saat naik kereta api, saya kira rasanya jalannya lurus-lurus saja. Seperti tidak ada belokan. Seperti perjalanan searah. Tetapi ketika melihat relnya dari luar maka akan sangat tampak jalannya berkelok. Akhirnya fikiran saya bisa menerima, kalau kereta api juga bisa berbelok. Tapi meski dia berbelok sebagaimana bus kota, kereta api harus terap berada pada relnya. Jika kereta sudah keluar dari relnya, maka itu pertanda kecelakaan. Kita bahkan sama sekali tidak merasa berbelok saat berada dalam kereta. Tapi kita akan hancur manakala kereta telah keluar dari relnya. Kita bisa tahu kalau kereta berbelok saat melihatnya dari luar. Kereta api selalu dituntut untuk setia pada garis dan fokus pada tujuan. Yang lebih penting lagi hari ini, kereta api dituntut untuk tepat waktu, mampu bersinergi dengan kereta lainnya dan ramah lingkungan. Kecepatan bukan menjadi ukuran, tapi kuncinya adalah ketepatan. Hukum kereta api tetap sama, Setia pada garis atau hancur berantakan. Salam

Ustad Saiful Huda -testimoni

Gambar
Pak, e  Begitulah saya dan mungkin teman-teman lain mengingat beliau. Entah siapa yang memulai nama itu untuk beliau. Ustad Saiful Huda. Saat ada yang bilang "satu tauladan lebih bernilai dari seribu kata-kata", maka beliaulah yang langsung saya ingat. Tiga tahun bisa tinggal bersama beliau merupakan anugrah bagi saya. Menurut saya beliau merupakan guru kehidupan setelah keluarga. Cukup pantas ketika para Alumni MAMNU -terutama Santri putra- menganggap beliau adalah ayah sekaligus guru bagi mereka. Beliau menunjukkan bahwa satu teladan lebih berguna daripada seribu kata-kata. Tidak banyak yang tercatat dalam diri saya mengenai beliau, tetapi masih ada yang selalu saya berusaha untuk mempertahankan ingatan itu. Mungkin ini sebagiannya. Tiga tahun menjalani puasa di asrama dan pada awal puasa beliau selalu bilang tentang hadis nabi “Khairul umuri’ ausatuha” sebaik-baik perkara adalah yang sedang/pas saja. Dulu itu bertujua untuk mendidik kita supaya tidak malas meski

Satria Dan Pendeta

Durong satrio kog wes arep pandito Ada seseorang yang menulis status di WA seperti itu. Kalau dalam bahasa Indonesia berarti "belum Satria kog udah mau jadi pendeta". Kita mestinya sudah sama-sama faham mengenai makna satria dan pendeta. Saya kira tulisan itu ditunjukkan untuk orang-orang yang sok bikin kata-kata bijak. Bisa jadi saya yang begitu dan kalimat itu ditujukan buat saya. Yang terlalu sering bicara rapi tidak mau menjalankan. Tapi apakah untuk menjadi seorang pandita harus melewati fase satria? Apakah untuk menyuruh orang, kita mesti bisa melakukan dahulu? Menurut saya tidak harus. Tidak semua kata "bijak" harus di ungkapkan seorang yang pernah menjadi "satria". Karna setahu saya pepatah Arab pernah berkata, " lihat apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan". Atau mungkin semua kata itu biasa saja. Hanya penilaian kita saja yang beda-beda.

Tiga Band Familiar Saat di Rumah

Gambar
Saat saya sekitar umur 8-12 tahunan, telinga saya cukup akrab dengan tiga musik ini, Boomerang, Padi dan Dewa 19. Pada hari ini saya mengerti bahwa tahun 2000 adalah tahun keemasan musik tiga band kebanggaan jawa timur itu. Kenapa saya bilang "tahun emas" mereka? karena di zaman itu mendengarkan musik bukanlah sesuatu yang remeh. Kualitas musik juga tidak hanya sebatas kegantengan/kecantikan artis, kemerduan suara, keindahan lirik dan musik saja. Tapi semua aspek itu masuk dalam kompetisi sebuah karya musik. Dan kesuksesan album tentu dihitung lewat kaset dan CD yang terjual. Okey langsung saja saya ungkapkan satu per satu. Boomerang Seingat saya, awal mendengar lagu Boomerang adalah lagu "Pelangi" dan "Oh, bawalah aku". Lagu itu sangat tenar di radio. Saat lagu itu di putar, rasanya saya pengen diam dan mendengarkan lagu itu saja, meskipun jaman itu juga belum tahu maksudnya. Belakang saya tahu kalau Band ini di bentuk oleh Log Zelebour. Dia se

Memaafkan Itu Tak Seberat Memindah Samudra

Barangkali ini hanya perasaan saya. Bahwa ketika kita ingat saat disakiti seseorang -entah perasaan ataupun fisik- rasanya sakit dan mendendam. Ada perasaan terkoyak dalam hati, seperti angin muson timur yang mengoyak Samudra Hindia. Tapi sebuah lagu dari PADI sedikit memberi impact pada saya. Memaafkan itu tak seberat memindah samudra Tak ada yang paling sempurna Kalau dipikir-pikir ada benarnya. Memaafkan emang berat, tapi tak seberat memindahkan samudra. Karena kita cuma setitik air di lautan manusia. Dan untuk belajar dari hal itu ada baiknya belajar dari Mbah Gus Dur, Beliau pernah bilanh "maafkan iya, lupa tidak".

Main HP Saat Nongkrong

Perasaan saya sering geli jika melihat empat orang dalam satu bangku, duduk bersama dan saling menjalankan aktivitas HP masing-masing. Sebenarnya saya cukup mengerti bahwa HP adalah media untuk membunuh waktu yang "jenuh". Tapi apakah memang main HP itu yang dianggap lebih penting ketimbang ngobrol? Terkadang saya berusaha untuk khusnudzon, bahwa mungkin sudah terlalu banyak percakapan diantara mereka. Ketimbang membawa diri untuk ngobrol lagi yang ujung-ujungnya ngrumpi, mendingan kan mainim HP. Wah, kalau begitu kasihan sekali orang yang hidupnya belum ada android. Kalo pas ngumpul bareng harus punya banyak inisiatif buat ngobrol kesana-kemari. Atau kalau pas sendiri dan gak ada HP mereka dia bakal melamun, atau baca buku -kalau ada dan mau-, dan mungkin juga berdzikir. Kog, sepertinya gak asyik kayak sekarang yaa. Tapi untungnya istilah GABUT atau MAGER tidak trend di zaman itu, jadi tidak membebani perasaan orang. Padahal sebenarnya kita sama-sama tahu kalau kondisi

Pada Sebuah Bacaan

Gambar
Tadi malam aku membaca paragraf ini dan aku merasa ada di sana. Mungkin aku juga berproses dalam keadaan keluarga yang seperti itu. Tahun-tahun belakangan ini aku sering mengutuk keadaan itu dan menyalahkan saudara-saudaraku. Aku adalah korban dari didikan mereka. Entah sampai kapan pola fikir itu akan bertahan. Aku juga masih belum yakin apakah mereka(saudara-saudaraku) menyadari kesalahan itu? Mungkin mereka menyadari, tetapi terlalu naif jika harus mengatakan dan mengakuinya dan sebenarnya hal itu tidak terlalu berarti buatku. Yang menjadi pelajaran adalah kesadaran dalam melihat diri. Melihat diri, menganalisa dan mengevaluasi diri memang tidak selalu menyenangkan, namun akan banyak berguna untuk sebelum kita melihat, menganalisa dan mengevaluasi yang ada di luar. Cukup sekian.. Semoga hari Anda semuanya menyenangkan. Amiin.

Ngomongin Orang

Ngomongin orang itu memang gak ada manfaatnya, yang ada manfaatnya adalah belajar dari sejarah. Saat ngomongin orang. Pas ngomong baiknya nanti dibilang menjilat dan pas ngomong jeleknya soal orang nanti dianggap Ghibah. maka lebih baik belajar dari sejarah ketimbang harus ngomongin orang. 

After Everything

Gambar
Eliot adalah pemuda Amerika pada umumnya. Dia punya kebiasaan  klubing  dan berhubungan seks. Suatu hari dia  cek up  ke dokter dan mengetahui jika terdapat kanker atau tumor di tulang iga badannya. Pada masa itu juga dia dekat dengan Mia (cewek yang diajak kenalan di stasiun kereta) dan mulai menjalin hubungan. Saat hubungannya dengan Mia mulai intens, tumor di badannya juga Mulai parah dan mengharuskannya untuk operasi. Mia adalah orang yang setia menemani masa-masa kritis Elliot. Mulai dari membicarakan penyakit Elliot ke orang tuanya, menemaninya di masa kemoterapi dan Mia-di usianya yang masih 19 tahun- juga mau diajak menikah dengan Elliot beberapa hari sebelum dioperasi. Setelah operasi Elliot berhasil akhirnya mereka tinggal bersama. Namun pada akhirnya mereka tidak sanggup mengatasi persoalan rumah tangga yang terjadi. Elliot tak bisa menerima dirinya yang hanya dirumah menunggu istrinya pulang kerja. Dari situlah konflik rumah tangga mereka dimulai. Elliot kembali pada

Tentang Cinta, Jodoh dan Menikah

Gambar
Sudah jamak kalau lelaki umur dua puluhan keatas seperti saya beper kalau melihat temannya menikah. Datang ke kondangan, ketawa-ketawa di sana, tapi begitu sampai rumah mikir, kira-kira saya kapan menikah? Sama siapa? Kayaknya sudah sewajarnya buat orang seumuran saya ditanya kapan nikah. Tetapi respon tiap orang bisa beda-beda. Ada yang sudah punya pasangan dan planing, ada yang punya pasangan tapi belum ada planing, ada yang belum punya keduanya. Seperti saya ini. Masak ya punya planing tapi gak ada pasangan, kan wagu. Katanya bude saya, "jodoh, rejeki dan mati itu sudah ada yang ngatur" Yang kita perlukan ialah mengupayakan atau dalam bahasa agamanya ikhtiar. Kalo dapat ya bersyukur, kalo belum ya sabar. Kan kalo memang jodoh dan rezeki gak akan tertukar. Bagi saya, menikah itu pilihan, jodoh itu kemistri dan cinta itu takdir. Jadi jika pertanyaan adalah "ingin menikah apa tidak?" Tentunya jawabannya iya. Soal kapan dan sama siapa? Itu persoalan takdir da

Jupiter

Gambar
Temanku yang satu ini namanya Iqbal Bahtiar Jupiter. Rasanya memang sedikit pengen tertawa saat pertama kali mendengar namanya. Kamu akan dibuat lebih tertawa lagi saat mengetahui kenapa ada tambahan 'Jupiter' pada akhir namanya. Sayangnya saya gak berani menceritakannya disini. Takut kualat. Jika kita memang percaya bahwa setiap manusia itu pada dasarnya unik, maka dia adalah manusia yang paling unik yang pernah kutemui. Dia adalah orang yang secara umum tidak maskulin, namun juga tidak feminim. Perawakannya sederhana, kadang terlihat kuno, kadang juga cukup update. Pokoknya dia itu ya dia, sulit di katakan dengan kalimat. Karena detailnya hanya ada dalam pikiran yang hanya bisa diungkapkan dengan tertawa. Kami ngobrol mengenai kondisi dirinya akhir-akhir ini. Kebingungan tugas akhir, masalah pasangan hidup, dan tentunya soal tujuan hidup. Membicarakan kabar teman-teman lain. Ada yang terlihat sukses, ada juga yang memprihatinkan. Dan saking terlalu asyiknya membicarakan